Yogyakarta, zekriansyah.com – Kekejian Guru Ngaji di Boyolali Terbongkar: Bocah Dirantai dan Dibiarkan Kelaparan
Guru ngaji di Boyolali ditangkap setelah tega merantai dan membiarkan sejumlah bocah didiknya kelaparan.
Sebuah kisah pilu dari Boyolali baru-baru ini menggegerkan banyak pihak. Bayangkan, ada bocah-bocah yang seharusnya belajar mengaji dengan tenang, malah ditemukan dalam kondisi memprihatinkan: dirantai dan dibiarkan kelaparan. Ini bukan sekadar cerita fiksi, tapi kenyataan pahit yang terungkap di Dukuh Mojo, Desa Mojo, Kecamatan Andong, Boyolali. Kasus kekejian guru ngaji bocah dirantai di Boyolali ini membuka mata kita tentang pentingnya pengawasan terhadap tempat pendidikan informal anak. Mari kita telusuri lebih dalam kronologi dan fakta mengejutkan di baliknya.
Awal Mula Terbongkarnya Tragedi Pilu Ini
Semua berawal dari sebuah aksi nekat yang dilakukan oleh MAF, seorang bocah berusia 11 tahun. Dini hari pada Minggu, 13 Juli 2025, MAF tertangkap basah mencoba mengambil uang dari kotak amal masjid di Desa Mojo. Bukan karena nakal, melainkan karena rasa lapar yang tak tertahankan. Ia mengaku uang itu untuk membeli makan bagi dirinya dan adik-adiknya yang kelaparan.
Warga yang merasa iba kemudian mengantarkan MAF pulang. Betapa terkejutnya mereka saat tiba di rumah yang ditunjuk. Di sana, mereka menemukan tiga bocah lain, termasuk adik kandung MAF, dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Beberapa di antaranya bahkan ditemukan dengan kaki terikat rantai besi. Makanan yang diberikan warga setelah rantai diputus pun ludes dalam hitungan menit, mengonfirmasi betapa kelaparan anak-anak ini.
Guru Ngaji Berinisial SP: Sosok di Balik Penderitaan Bocah-Bocah
Pelaku di balik kekejian ini adalah seorang pria berinisial SP, berusia sekitar 60 tahun, yang dikenal sebagai guru ngaji di wilayah tersebut. Keempat korban – MAF (11) dan VMR (6) dari Batang, serta SAW (14) dan IAR (11) dari Semarang – sebenarnya dititipkan oleh orang tua mereka kepada SP. Niatnya mulia, agar anak-anak ini mendapat pendidikan agama dan informal di tempat yang diklaim sebagai pondok pesantren atau tempat penampungan.
Ironisnya, tempat yang seharusnya menjadi pusat pendidikan malah berubah jadi neraka. Anak-anak ini sudah berada di sana selama kurang lebih satu hingga dua bulan, bahkan ada yang sampai dua tahun. Mereka dibiarkan kelaparan, hanya diberi makan singkong rebus, dan beberapa di antaranya tidur di luar tanpa alas atau selimut. Kondisi ini membuat mereka sangat rentan dan menderita.
Modus ‘Pengajaran’ yang Menyakitkan: Dibiarkan Kelaparan dan Dirantai
Menurut pengakuan SP kepada pihak kepolisian, tindakan merantai dan menyekap anak-anak itu disebutnya sebagai bentuk ‘pengajaran’ atau hukuman. Ini diterapkan jika anak-anak dianggap melanggar aturan di rumahnya. Namun, bukti di lapangan menunjukkan sebaliknya: ada luka memar keunguan pada salah satu anak yang diduga akibat dipukul dengan cambuk karena mengambil makanan tanpa izin.
Bukan hanya dirantai dan kelaparan, beberapa bocah juga diduga dipaksa bekerja untuk mencari pakan ternak. Situasi ini diperparah karena rumah SP, yang berfungsi sebagai penampungan informal, sangat tertutup dari pengawasan masyarakat. Keempat bocah ini bahkan sempat ketakutan untuk berbicara, meminta warga untuk tidak memberitahukan apa yang terjadi karena takut akan dipukuli lagi.
Respons Cepat Warga dan Penegak Hukum
Melihat kondisi yang memilukan, warga segera bertindak. Mereka memotong rantai yang mengikat kaki anak-anak dan memberikan makanan. Pihak Puskesmas Andong juga langsung datang untuk memeriksa kondisi kesehatan para korban. Mereka menemukan berbagai luka dan kondisi fisik yang lemah akibat kurang gizi.
Kepolisian Resor Boyolali tidak tinggal diam. SP telah diamankan pada Senin, 14 Juli 2025, dan ditetapkan sebagai tersangka. Barang bukti seperti rantai besi, kunci gembok, dan antena logam berhasil disita. Kasus kekerasan anak ini ditangani serius, mengingat SP dapat dijerat dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan/atau Pasal 351 KUHP tentang Penganiayaan.
Perlindungan dan Harapan Baru bagi Para Korban
Kini, keempat bocah malang itu berada dalam perlindungan kepolisian dan mendapatkan pendampingan medis serta psikologis. Mereka dievakuasi ke rumah aman di Dinas Sosial Boyolali, dengan koordinasi juga dilakukan dengan Dinas Sosial asal anak-anak tersebut. Trauma mendalam yang mereka alami, di mana mereka sempat ketakutan untuk berbicara karena ancaman, kini perlahan ditangani.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar. Pentingnya memastikan bahwa tempat pendidikan atau penitipan anak memiliki izin resmi dan diawasi dengan baik agar kejadian serupa tidak terulang.
Kejadian kekejian guru ngaji yang merantai dan membiarkan bocah kelaparan di Boyolali ini sungguh mengguncang hati. Ini adalah alarm keras bagi kita semua untuk lebih waspada dan tidak mudah percaya begitu saja, bahkan kepada sosok yang dianggap religius. Perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama. Semoga para korban bisa pulih dari trauma dan mendapatkan kembali masa kecil yang layak, sementara pelaku mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya.