Dalam hiruk-pikuk kehidupan publik yang kerap diwarnai formalitas dan protokoler, sesekali muncul cerita-cerita yang begitu manusiawi, mampu mendekatkan sosok pemimpin dengan keseharian rakyatnya. Salah satunya adalah cerita Gubernur Koster keteteran ikut aturan makan dalam sebuah retret penggemblengan kepemimpinan. Ini bukan sekadar anekdot lucu, melainkan cerminan dari sebuah program pembinaan karakter yang menekankan disiplin, bahkan dalam aspek fundamental seperti waktu makan. Artikel ini akan mengupas tuntas pengalaman unik tersebut, menempatkannya dalam konteks retret kepemimpinan, dan menggali makna di balik aturan yang terlihat sederhana namun berdampak besar pada penanaman nilai kedisiplinan.
Sebagai seorang pemimpin daerah yang sehari-hari akrab dengan jadwal padat dan keputusan strategis, pengalaman beradaptasi dengan regimen disiplin ketat di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor tentu menjadi pelajaran tersendiri. Mari kita selami lebih dalam mengapa momen “keteteran” ini menjadi sorotan dan apa esensi sebenarnya dari pendekatan pembinaan yang diterapkan bagi para kepala daerah.
Mengapa Para Pemimpin Daerah Perlu Digembleng? Konteks Retret Kepemimpinan Gelombang II
Retret kepala daerah, khususnya gelombang kedua yang diikuti oleh Gubernur Bali I Wayan Koster, merupakan inisiatif penting dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kegiatan ini dirancang sebagai ajang penggemblengan karakter dan penanaman nilai-nilai kedisiplinan yang khas ala militer, namun disesuaikan untuk konteks kepemimpinan sipil. Bertempat di Kampus IPDN Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, retret ini diikuti oleh puluhan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari berbagai penjuru Indonesia.
Tujuan utama dari retret ini jauh melampaui sekadar berkumpul. Ini adalah kesempatan bagi para pemimpin untuk sejenak berjarak dari rutinitas tugas pelayanan masyarakat dan mendalami materi wawasan kebangsaan, serta mengasah kembali integritas dan komitmen mereka. Pendekatan semi-militer, seperti yang diterapkan di IPDN, bertujuan untuk membangun mentalitas tangguh, kekompakan, dan ketaatan pada komando. Ini krusial bagi pemimpin yang harus mengambil keputusan cepat dan memimpin tim besar di bawah tekanan.
Retret gelombang kedua ini, yang berlangsung dari tanggal 22 hingga 26 Juni 2025, menjadi sorotan karena kehadiran sejumlah kepala daerah yang sebelumnya absen pada gelombang pertama, termasuk Gubernur Koster. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, bahkan secara khusus menyampaikan apresiasinya atas kehadiran para pemimpin ini, menegaskan pentingnya partisipasi mereka dalam program pembinaan karakter yang holistik.
Kegiatan harian di retret ini dirancang untuk membentuk kebiasaan baik dan kedisiplinan. Dimulai dengan senam pagi bersama para praja IPDN, peserta retret diwajibkan bangun pagi buta dan mengikuti seluruh agenda dengan tertib. Bahkan, jam istirahat malam pun diatur ketat, dengan peserta diwajibkan sudah masuk kamar pada pukul 22.00 WIB. Lingkungan barak praja yang dingin dan nyaman, meskipun tanpa pendingin udara, ternyata mendukung kualitas istirahat yang nyenyak, seperti yang diakui sendiri oleh Gubernur Koster. Ia bahkan menyebut tidur di barak sangat nyaman dan sesuai dengan protapnya, menandakan sebuah adaptasi yang positif terhadap lingkungan baru.
Aturan Makan yang “Kerepotan”: Pengalaman Unik Gubernur Koster
Di antara berbagai aturan disiplin yang diterapkan, salah satu yang paling menarik perhatian dan memicu cerita Gubernur Koster keteteran ikut aturan makan adalah sistem makan bersama yang teratur dan sangat terbatas waktunya. Ini menjadi pengalaman baru bagi banyak kepala daerah, termasuk Gubernur Koster.
Menurut penuturan Koster, aturan makan di IPDN sangat ketat dan membutuhkan penyesuaian yang signifikan. “Waktu ketukan pertama rupanya itu tanda mulai makan. Itu ketok kedua, belum selesai makannya,” ujarnya sambil sedikit tertawa, menggambarkan betapa singkatnya waktu yang diberikan. Sistem ini didasarkan pada aba-aba berupa ketukan atau, seperti yang dijelaskan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya, dibatasi hanya selama dua lagu diputar.
Bayangkan, Anda baru saja mulai menikmati hidangan, mungkin baru tiga perempat porsi, tiba-tiba lonceng atau ketukan kedua sudah berbunyi, menandakan waktu makan telah usai. Kejutan ini dirasakan oleh banyak peserta, tidak hanya Gubernur Koster. “Tadi ada kepala daerah yang cerita kaget, mereka bilang makannya baru tiga perempat, tiba-tiba loncengnya sudah bunyi,” ungkap Bima Arya.
Pengalaman ini bukan tanpa tujuan. Wamendagri Bima Arya menjelaskan bahwa makan siang bersama praja IPDN, dengan segala aturannya, adalah bagian integral dari pembinaan karakter dan penanaman nilai kedisiplinan. “Di sini semuanya disiplin, semua komando. Dua lagu selesai,” tegas Bima, menekankan bahwa tidak ada toleransi untuk keterlambatan atau ketidakpatuhan. Aturan ini mendorong peserta untuk makan dengan cepat, efisien, dan secara bersamaan, menumbuhkan rasa kekompakan dan ketaatan pada instruksi.
Bagi seorang pejabat publik yang mungkin terbiasa dengan jadwal makan yang lebih fleksibel, bahkan seringkali disela rapat atau kegiatan lain, beradaptasi dengan ritme makan yang terpimpin ini menjadi tantangan tersendiri. Gubernur Koster mengakui bahwa ia harus berusaha lebih keras untuk menyesuaikan diri dan berjanji untuk “hari ini harus tepat, harus kompak.” Ini menunjukkan semangat adaptasi dan kesediaan untuk mengikuti seluruh rangkaian penggemblengan, meskipun ada momen-momen yang membuatnya “keteteran.”
Lebih dari Sekadar Anecdot: Esensi Kedisiplinan bagi Pemimpin
Kisah Gubernur Koster keteteran ikut aturan makan ini, meskipun terkesan ringan, sejatinya menyimpan esensi penting tentang kedisiplinan dan adaptasi seorang pemimpin. Dalam konteks retret ini, aturan makan yang ketat bukan sekadar formalitas, melainkan alat untuk mencapai beberapa tujuan krusial:
- Peningkatan Disiplin Pribadi: Memaksa individu untuk lebih efisien dalam melakukan tugas sehari-hari, termasuk makan. Ini mengajarkan manajemen waktu yang ketat.
- Penanaman Kekompakan: Makan bersama dengan waktu yang seragam mendorong rasa kebersamaan dan kesadaran akan ritme kelompok. Ini penting untuk membangun tim yang solid.
- Ketaatan pada Komando: Aturan yang jelas dan tidak bisa ditawar melatih ketaatan pada instruksi, sebuah kualitas vital bagi pemimpin dalam situasi krisis atau saat koordinasi massal diperlukan.
- Pembentukan Mentalitas Tangguh: Beradaptasi dengan kondisi yang berbeda dari kebiasaan, bahkan yang sekecil aturan makan, melatih ketahanan mental dan fleksibilitas.
Wayan Koster sendiri, sebagai seorang politikus dan ekonom berpengalaman, telah melewati berbagai fase dalam karier publiknya. Lahir pada 20 Oktober 1962, Koster mengawali pendidikannya di bidang matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelum meraih gelar magister dan doktor. Ia pernah berkiprah sebagai peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdikbud dan dosen di berbagai universitas.
Karier politiknya dimulai sebagai staf ahli di Fraksi PDI-P DPR-RI, sebelum akhirnya terpilih menjadi anggota DPR-RI selama tiga periode (2004-2018). Selama di parlemen, Koster dikenal aktif dalam komisi yang membidangi pendidikan, kebudayaan, pariwisata, ekonomi kreatif, pemuda, dan olahraga. Ia juga sempat terlibat dalam beberapa pemeriksaan oleh KPK sebagai saksi terkait kasus korupsi, meskipun statusnya tetap sebagai saksi. Pengalaman ini membentuknya menjadi sosok yang tangguh menghadapi berbagai dinamika.
Pada tahun 2018, Koster terpilih sebagai Gubernur Bali, menjabat hingga 2023, dan kemudian kembali terpilih untuk periode 2025-2030. Selama masa kepemimpinannya, ia telah mengeluarkan berbagai kebijakan signifikan, seperti Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 79 Tahun 2018 yang mengamanatkan penggunaan pakaian adat Bali, larangan plastik sekali pakai, serta program-program inovatif seperti “empat anak” untuk melindungi nama Bali dan pemberian insentif terkait. Ia juga berjanji untuk melanjutkan proyek penting seperti Tol Gilimanuk-Mengwi dan memperketat aturan bagi wisatawan asing.
Dengan rekam jejak yang panjang dan beragam ini, pengalaman “keteteran” dalam hal makan di retret hanyalah secuil dari proses adaptasi dan pembelajaran berkelanjutan yang harus dijalani seorang pemimpin. Hal ini menegaskan bahwa bahkan di level tertinggi kepemimpinan, proses penggemblengan karakter dan disiplin adalah perjalanan tanpa henti.
Adaptasi dan Kesediaan Belajar: Kunci Kepemimpinan Efektif
Meski sempat “keteteran,” Gubernur Koster menegaskan kesiapannya untuk mengikuti seluruh rangkaian kegiatan retret hingga selesai pada Kamis, 26 Juni 2025. “Ya sangat siap, soalnya itu yang kami tunggu,” katanya, menunjukkan antusiasme untuk menerima materi-materi yang akan disampaikan dalam retret gelombang II ini. Sikap positif ini sangat penting, karena menunjukkan kemauan seorang pemimpin untuk terus belajar dan beradaptasi, bahkan dalam hal-hal yang tampaknya sepele namun berdampak pada pembentukan karakter.
Kisah tentang Gubernur Koster keteteran ikut aturan makan ini menjadi pengingat bahwa kepemimpinan bukan hanya tentang kekuatan dan pengambilan keputusan besar, tetapi juga tentang kerendahan hati untuk tunduk pada disiplin, kemampuan beradaptasi, dan kesediaan untuk terus mengasah diri. Dalam lingkungan yang terstruktur seperti IPDN, setiap aturan, termasuk durasi makan, memiliki tujuan pedagogis yang lebih dalam: membentuk pemimpin yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara mental, disiplin, dan mampu bekerja dalam tim.
Pengalaman ini juga memberikan gambaran bahwa di balik citra formal seorang pemimpin, terdapat sisi manusiawi yang sama-sama rentan terhadap tantangan dan membutuhkan penyesuaian. Ini adalah narasi yang mendekatkan, menunjukkan bahwa proses pembelajaran dan pengembangan diri adalah universal, tidak terbatas pada profesi atau status sosial.
Kesimpulan: Disiplin sebagai Fondasi Kepemimpinan yang Kuat
Cerita Gubernur Koster keteteran ikut aturan makan di retret kepala daerah di IPDN Jatinangor adalah lebih dari sekadar anekdot ringan. Ini adalah ilustrasi nyata tentang pentingnya disiplin dan adaptasi dalam pembentukan karakter seorang pemimpin. Program penggemblengan yang dirancang oleh Kemendagri ini, dengan segala aturan ketatnya, bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai inti seperti efisiensi, kekompakan, dan ketaatan pada komando—kualitas yang sangat fundamental bagi siapa pun yang memegang tampuk kepemimpinan.
Dari pengalaman tidur nyaman di barak praja hingga momen terkejut saat waktu makan berakhir terlalu cepat, Gubernur Koster menunjukkan kemauan untuk beradaptasi dan menerima proses penggemblengan ini sebagai bagian dari pengembangan diri. Ini menegaskan bahwa pemimpin yang efektif adalah mereka yang tidak hanya menguasai strategi dan kebijakan, tetapi juga memiliki disiplin pribadi yang kuat dan kesediaan untuk terus belajar dari setiap pengalaman, sekecil apa pun itu.
Kisah ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap jabatan dan kekuasaan, ada individu yang terus diasah dan dibentuk, demi melayani masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang lebih baik. Disiplin, yang mungkin terasa membatasi di awal, pada akhirnya akan menjadi fondasi kokoh bagi kepemimpinan yang kuat dan berintegritas.
Bagaimana menurut Anda, seberapa pentingkah disiplin ketat seperti ini bagi para pemimpin daerah? Mari berdiskusi di kolom komentar.