Yogyakarta, zekriansyah.com – Dunia imigrasi Amerika Serikat kembali bergejolak. Kali ini, Presiden Donald Trump meluncurkan kebijakan baru yang sangat drastis: para migran bisa dideportasi hanya dalam waktu 6 jam setelah pemberitahuan! Aturan ini bukan hanya mempercepat proses, tapi juga membuka pintu bagi pengiriman migran ke “negara ketiga” yang bukan negara asal mereka.
Presiden AS Donald Trump memperkenalkan kebijakan baru deportasi kilat 6 jam yang mengguncang dunia imigrasi.
Tentu saja, langkah ini langsung memicu perdebatan sengit dan kekhawatiran besar di kalangan pegiat hak asasi manusia. Apa sebenarnya isi kebijakan baru Trump deportasi kilat jam ini? Dan mengapa aturan ini tiba-tiba muncul sekarang? Mari kita selami lebih dalam untuk memahami dampaknya yang bisa mengubah nasib ribuan orang.
Aturan Baru: Migran Bisa Dideportasi ke ’Negara Ketiga’ dalam Hitungan Jam
Kebijakan imigrasi terbaru dari pemerintahan Donald Trump ini tertuang dalam memo yang dirilis Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Badan Penindakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), Todd Lyons, pada 9 Juli 2025. Biasanya, ICE harus menunggu setidaknya 24 jam sebelum mendeportasi seseorang ke “negara ketiga” setelah pemberitahuan. Namun, kini semuanya berubah.
Berdasarkan memo tersebut, ICE dapat melakukan deportasi kilat hanya dengan pemberitahuan 6 jam dalam “keadaan mendesak”. Syaratnya, orang tersebut harus sudah diberi kesempatan untuk berbicara dengan seorang pengacara. Yang lebih mencengangkan, para migran ini bisa dikirimkan ke negara-negara yang telah berjanji untuk tidak menganiaya atau menyiksa mereka “tanpa perlu prosedur lebih lanjut.” Ini jelas sebuah perubahan besar yang mempercepat proses pemindahan migran secara signifikan.
Mengapa Kebijakan Ini Muncul Sekarang? Peran Mahkamah Agung AS
Munculnya kebijakan deportasi kilat ini bukan tanpa alasan. Mahkamah Agung AS, pada Juni 2025 lalu, telah mencabut perintah pengadilan lebih rendah yang sebelumnya membatasi deportasi semacam itu. Putusan ini menghapus batasan yang mengharuskan pemeriksaan lebih lanjut karena kekhawatiran akan penganiayaan di negara tujuan.
Dengan landasan hukum baru ini, pemerintahan Trump kini memiliki wewenang lebih besar untuk bergerak cepat dalam mengirimkan para migran ke berbagai negara di seluruh dunia. Ini adalah bagian dari upaya yang lebih luas untuk memperketat kontrol perbatasan dan mempercepat proses deportasi migran ilegal dari wilayah Amerika Serikat.
Bukan Sekadar Angka: Dampak Nyata dan Kritik Pedas
Meskipun terlihat seperti prosedur administratif, kebijakan baru Trump deportasi kilat jam ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Para advokat hak asasi manusia menyebut tindakan ini berbahaya dan kejam. Bayangkan saja, seseorang bisa dikirim ke negara yang sama sekali asing baginya, di mana ia mungkin tidak memiliki ikatan keluarga, tidak bisa berbicara bahasa lokal, bahkan berpotensi menghadapi kekerasan atau penganiayaan.
- Risiko Kekerasan: Migran bisa berakhir di negara di mana keselamatan mereka terancam.
- Tanpa Ikatan: Mereka mungkin tidak memiliki keluarga atau kenalan di negara tujuan.
- Kendala Bahasa: Hambatan bahasa akan mempersulit adaptasi dan pencarian bantuan.
Sebagai contoh, menyusul putusan Mahkamah Agung, pemerintahan Trump telah mengirimkan delapan migran dari berbagai negara (seperti Kuba, Laos, Meksiko, Myanmar, Sudan, dan Vietnam) ke Sudan Selatan. Trump juga secara aktif mendesak pejabat dari lima negara Afrika lainnya—Liberia, Senegal, Guinea-Bissau, Mauritania, dan Gabon—untuk menerima orang-orang yang dideportasi dari tempat lain.
Visi Trump untuk Imigrasi: Dana Triliunan dan Target Jutaan Deportasi
Kebijakan deportasi kilat ini hanyalah satu bagian dari agenda besar Donald Trump terkait imigrasi. Visi Trump sangat ambisius: mendeportasi setidaknya 1 juta orang dari AS setiap tahunnya. Untuk mencapai tujuan ini, ia telah mengalokasikan dana yang sangat besar.
Dalam Undang-Undang pajak dan belanja negara yang disebut “One Big Beautiful Bill” dan telah diteken Trump pada 4 Juli 2025, sekitar USD 350 miliar (setara Rp 5,6 kuadriliun) dialokasikan untuk kebijakan imigrasi. Dana fantastis ini akan digunakan untuk:
- Pembangunan Tembok Perbatasan: Melanjutkan proyek pembangunan tembok di perbatasan selatan AS.
- Fasilitas Penahanan Imigran: Membangun fasilitas untuk menampung setidaknya 100.000 imigran yang ditahan.
- Perekrutan Agen ICE: Merekrut setidaknya 100.000 agen baru dari Badan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE).
Selain itu, target penangkapan harian oleh ICE juga dilaporkan meningkat drastis, dari 1.000 menjadi 3.000 imigran per hari. Ini menunjukkan keseriusan pemerintahan Trump dalam memperketat kebijakan imigrasi dan mempercepat program deportasi massal.
Masa Depan Imigrasi di Bawah Trump: Antara Janji dan Kekhawatiran
Kebijakan baru Trump deportasi kilat jam adalah salah satu langkah paling signifikan yang diambil dalam periode kedua kepemimpinannya. Ini mencerminkan komitmen kuatnya untuk mengubah lanskap imigrasi di Amerika Serikat. Meskipun didukung oleh para pendukungnya yang menginginkan kontrol perbatasan lebih ketat, kebijakan ini juga menimbulkan gelombang kekhawatiran mendalam mengenai hak asasi manusia, proses hukum yang adil, dan nasib ribuan individu yang rentan.
Perkembangan ini akan terus menjadi sorotan utama, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia. Bagaimana kebijakan ini akan diterapkan di lapangan dan dampaknya terhadap masyarakat migran akan menjadi kisah penting yang perlu terus kita ikuti bersama.
FAQ
Tanya: Apa yang dimaksud dengan “deportasi kilat dalam 6 jam” yang diluncurkan Donald Trump?
Jawab: Kebijakan baru ini memungkinkan deportasi migran dalam waktu 6 jam setelah pemberitahuan, dengan kemungkinan dikirim ke negara ketiga yang bukan negara asal mereka.
Tanya: Siapa yang mengeluarkan memo terkait kebijakan deportasi kilat ini?
Jawab: Memo tersebut dirilis oleh Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Badan Penindakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), Todd Lyons.
Tanya: Apa saja syarat bagi migran untuk dapat dideportasi dalam waktu 6 jam berdasarkan kebijakan baru ini?
Jawab: Kebijakan ini berlaku dalam “keadaan mendesak” dan migran harus sudah diberi kesempatan untuk berbicara dengan seorang pengacara sebelum deportasi.