Menguak Tuntas Perbedaan Pandangan Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw: Benarkah Ada Konflik Fundamental?

Dipublikasikan 23 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Menguak Tuntas Perbedaan Pandangan Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw: Benarkah Ada Konflik Fundamental?

Dalam lanskap diskursus keagamaan dan sosial di Indonesia, pandangan para tokoh ulama dan dai seringkali menjadi sorotan publik. Ketika isu-isu global yang kompleks seperti konflik di Timur Tengah mencuat, perbedaan interpretasi atau penekanan dari tokoh-tokoh ini dapat memicu diskusi luas. Baru-baru ini, pertanyaan seputar beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya benarkah menjadi topik hangat, khususnya terkait motif di balik serangan Iran ke Israel dan kaitannya dengan dukungan terhadap Palestina.

Artikel ini akan mengupas tuntas akar perbedaan pandangan antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw mengenai isu krusial ini, menganalisis konteks geopolitik yang melatarinya, serta menempatkan perbedaan tersebut dalam spektrum pemikiran yang lebih luas dari kedua tokoh. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif, bukan sekadar merangkum, melainkan menyintesis informasi untuk menemukan benang merah di balik dinamika pandangan mereka.

Konteks Geopolitik Memanas: Iran, Israel, dan Amerika Serikat

Untuk memahami inti perbedaan pandangan antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw, penting untuk terlebih dahulu meninjau konteks kejadian yang melatarinya. Pada Juni 2025, eskalasi ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah tiga fasilitas militer Iran dilaporkan diserang oleh pasukan Amerika Serikat. Insiden ini disinyalir sebagai bentuk dukungan kuat Negeri Paman Sam terhadap Israel, sebuah asumsi yang diperkuat oleh pernyataan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang secara terbuka mengucapkan terima kasih atas bantuan AS.

Serangan AS tersebut merupakan balasan atas serangan yang sebelumnya dilancarkan Iran ke Israel. Dalam situasi yang penuh gejolak ini, banyak pihak di berbagai belahan dunia berasumsi bahwa tindakan Iran merupakan wujud nyata dari sikap pro-Palestina. Asumsi inilah yang kemudian menjadi titik awal divergence pandangan di kalangan tokoh agama, termasuk di Indonesia.

Perspektif Buya Yahya: Kemanusiaan di Atas Segalanya

Buya Yahya, seorang ulama kharismatik yang dikenal dengan dakwahnya yang menenangkan dan mencerahkan, memiliki pandangan yang jelas dan tegas mengenai konflik ini. Menurut Buya Yahya, dukungan terhadap Palestina tidak boleh terbatas pada identitas agama atau kebangsaan semata, melainkan harus dipandang sebagai isu kemanusiaan universal.

Dalam berbagai kesempatan, termasuk melalui unggahan di akun TikTok pribadinya pada 21 Juni 2025, Buya Yahya dengan gamblang menyatakan: “Siapa pun yang ingin membela Palestina hari ini, tentu harus kita dukung bersama.” Beliau menekankan bahwa dukungan ini tidak hanya datang dari umat Muslim. “Di luar Islam banyak dukungan untuk Palestina. Apakah nanti muncul dari Iran, Inggris, atau mungkin China,” ungkapnya.

Poin krusial dari pandangan Buya Yahya adalah bahwa konflik Israel-Palestina bukan lagi persoalan Islam semata, melainkan sebuah tragedi kemanusiaan yang menuntut solidaritas global. Baginya, Zionis Israel adalah musuh bersama, dan siapa pun yang berani membela Palestina, tanpa memandang latar belakang, patut didukung. Lebih lanjut, Buya Yahya secara eksplisit menyerukan persatuan umat Islam, menegaskan bahwa “Ini bukan saatnya ribut-ribut Sunni-Syiah! Umat Islam harus bersatu melawan Zionis!” Pesan ini sangat relevan mengingat upaya-upaya pihak tertentu untuk memecah belah umat melalui isu sektarian.

Dalam konteks yang lebih luas, konsistensi pandangan Buya Yahya terhadap isu kemanusiaan juga terlihat dalam responsnya terhadap musibah lain. Misalnya, saat kebakaran dahsyat melanda Los Angeles, California, yang menewaskan banyak korban dan menyebabkan kerugian triliunan rupiah, Buya Yahya menginterpretasikannya sebagai “hukuman kecil dari Allah” bagi negara-negara yang mendukung penjajahan Israel. Meskipun demikian, beliau tetap menyerukan umat Islam untuk fokus mendoakan rakyat Palestina dan tidak terlalu mempermasalahkan hukuman bagi negara-negara yang dianggap zalim, karena balasan sesungguhnya ada di akhirat.

Sudut Pandang Ustaz Felix Siauw: Aksi Balasan Geopolitik

Di sisi lain, Ustaz Felix Siauw, seorang dai dan aktivis Muslim yang populer di media sosial, menawarkan interpretasi yang berbeda terkait motif serangan Iran ke Israel. Berlawanan dengan asumsi umum yang melihatnya sebagai aksi pro-Palestina, Ustaz Felix Siauw mengklaim bahwa serangan tersebut lebih merupakan aksi balasan terhadap serangan yang sebelumnya dilancarkan Israel kepada Iran.

Menurut Ustaz Felix Siauw, tindakan Iran tersebut tidak serta merta mencerminkan dukungan tulus terhadap Palestina, melainkan lebih pada dinamika geopolitik timbal balik antara dua kekuatan regional tersebut. Pandangan ini menunjukkan bahwa Ustaz Felix Siauw cenderung melihat peristiwa ini melalui lensa realisme politik, di mana tindakan suatu negara didorong oleh kepentingan nasional dan respons terhadap provokasi, bukan semata-mata ideologi atau solidaritas kemanusiaan.

Sama seperti Buya Yahya, Ustaz Felix Siauw juga pernah menanggapi peristiwa kebakaran di Los Angeles. Ia memandang kebakaran tersebut sebagai musibah alam yang dapat segera dipulihkan, berbeda dengan kerusakan di Gaza yang merupakan akibat dari tindakan yang disengaja. Meskipun ia mengakui bahwa wajar jika sebagian orang menganggapnya sebagai “karma” bagi Amerika Serikat atas dukungannya terhadap Israel, Ustaz Felix Siauw tidak secara eksplisit mengaitkannya dengan hukuman ilahi seperti Buya Yahya. Ia lebih menekankan pentingnya empati kepada korban musibah tersebut.

Membedah “Perbedaan” Inti: Nuansa Interpretasi vs. Konflik Substansial

Melihat kedua pandangan di atas, apakah benar ada beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya yang fundamental dan saling bertentangan? Analisis mendalam menunjukkan bahwa perbedaan ini mungkin lebih pada nuansa interpretasi dan fokus analisis daripada konflik substansial dalam prinsip.

  1. Fokus Buya Yahya: Prinsip Kemanusiaan dan Persatuan Umat.
    Buya Yahya menyoroti aspek moral dan kemanusiaan dari konflik, serta urgensi persatuan umat Islam. Baginya, motif Iran (apakah murni pro-Palestina atau balasan murni) menjadi sekunder dibandingkan dengan efek dari tindakan tersebut, yaitu memberikan pukulan kepada Zionis dan menginspirasi harapan bagi Palestina. Seruannya untuk bersatu melawan Zionis dan menyingkirkan perdebatan Sunni-Syiah menunjukkan prioritasnya pada tujuan yang lebih besar.

  2. Fokus Ustaz Felix Siauw: Analisis Motif Geopolitik.
    Ustaz Felix Siauw, di sisi lain, lebih memfokuskan pada motif internal Iran. Ia berargumen bahwa tindakan tersebut adalah respons langsung terhadap serangan sebelumnya, yang berarti Iran bertindak berdasarkan perhitungan kepentingan nasionalnya sendiri, bukan semata-mata karena solidaritas terhadap Palestina. Ini adalah pandangan yang lebih pragmatis dan analitis terhadap politik internasional.

Sintesis Kritis:
Kedua pandangan ini tidak harus saling menafikan. Bisa jadi, Iran memang melancarkan serangan sebagai balasan atas agresi Israel, dan pada saat yang sama, tindakan tersebut juga memberikan dampak positif bagi perjuangan Palestina atau setidaknya mengirimkan sinyal dukungan. Perbedaan antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw mungkin terletak pada penekanan masing-masing: Buya Yahya menekankan bagaimana kita seharusnya melihat dukungan terhadap Palestina secara universal dan bersatu, sementara Ustaz Felix Siauw menekankan bagaimana kita harus memahami motif aktor geopolitik secara realistis.

Yang jelas, kedua tokoh ini sama-sama menyuarakan kepedulian terhadap Palestina dan kebiadaban yang terjadi di sana. Perbedaan terletak pada bagaimana mereka menginterpretasikan satu kejadian spesifik (serangan Iran) dalam konteks konflik yang lebih besar. Ini adalah contoh bagaimana isu kompleks bisa dilihat dari berbagai sudut pandang yang valid.

Spektrum Pemikiran yang Luas: Pendekatan Terhadap Perbedaan Pendapat

Menariknya, baik Buya Yahya maupun Ustaz Felix Siauw, dalam berbagai konteks lain, seringkali menunjukkan sikap yang adaptif dan menghargai perbedaan pandangan (ikhtilaf) dalam Islam. Ini menunjukkan bahwa perbedaan pandangan mereka pada isu Iran-Israel bukanlah anomali, melainkan bagian dari kerangka berpikir yang menghargai keberagaman interpretasi.

Pendekatan Ustaz Felix Siauw terhadap Ikhtilaf:

Ustaz Felix Siauw dikenal dengan pandangannya yang menghormati perbedaan dalam fiqih. Misalnya, terkait hukum musik dalam Islam, ia menyatakan: “Saya menghormati mereka yang mengambil pendapat musik itu haram, meski saya mengambil pendapat fiqih yang berbeda, begitulah harusnya sikap kita.” Ia bahkan melihat lagu bernapaskan religi sebagai perantara dakwah yang efektif, menunjukkan fleksibilitas dalam melihat sarana dakwah.

Dalam isu penetapan Idul Adha yang kerap berbeda antara Arab Saudi dan Indonesia, Ustaz Felix Siauw juga menegaskan bahwa setiap keputusan dalam Islam memiliki dalilnya masing-masing dan tidak perlu diperdebatkan. Ia menjelaskan adanya dua keterangan terkait “Arafah” (tempat dan waktu) yang menjadi dasar perbedaan tersebut, menekankan bahwa umat Muslim tidak perlu “terombang-ambing” oleh perbedaan ini.

Demikian pula, mengenai hukum mengucapkan Selamat Natal bagi Muslim, Ustaz Felix Siauw mengakui adanya dua pendapat dalam Islam (boleh dan tidak boleh). Ia secara pribadi memilih untuk tidak mengucapkan, namun tetap menghormati mereka yang berbeda pendapat. Sikap ini mencerminkan prinsip toleransi dan penghargaan terhadap keragaman interpretasi dalam lingkup syariat.

Bahkan dalam isu fundamental seperti hidayah, Ustaz Felix Siauw menjelaskan bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah, namun juga merupakan bentuk pilihan dan usaha manusia melalui akal serta petunjuk Al-Quran dan As-Sunnah. Ini menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang keseimbangan antara takdir dan ikhtiar.

Pendekatan Buya Yahya terhadap Persatuan:

Meskipun sumber yang tersedia tidak merinci banyak contoh lain dari perbedaan pandangan Buya Yahya di luar isu Iran-Israel dan kebakaran LA, konsistensi seruannya untuk persatuan umat dan fokus pada kemanusiaan menunjukkan bahwa beliau mengutamakan nilai-nilai universal dan menghindari perpecahan. Penekanannya bahwa “Zionis Israel adalah musuh kita bersama, siapa pun yang ingin membela Palestina, maka harus didukung,” dan “Ini bukan saatnya ribut-ribut Sunni-Syiah!” mencerminkan komitmennya pada persatuan dalam menghadapi ancaman yang lebih besar.

Kesimpulan: Melampaui Perbedaan Permukaan

Pertanyaan mengenai “beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya benarkah” dalam konteks konflik Iran-Israel ternyata lebih kompleks daripada sekadar “ya” atau “tidak.” Alih-alih konflik fundamental, yang terjadi adalah perbedaan fokus analisis dan prioritas penekanan terhadap motif di balik sebuah peristiwa geopolitik yang kompleks.

Buya Yahya menyoroti esensi kemanusiaan dan urgensi persatuan umat dalam membela Palestina, melihat tindakan apa pun yang melemahkan Zionis sebagai sesuatu yang patut didukung, tanpa terlalu mempermasalahkan motif internal pelaku. Sementara itu, Ustaz Felix Siauw menawarkan perspektif yang lebih analitis dan pragmatis mengenai motif geopolitik Iran, memisahkan aksi balasan dari motif pro-Palestina secara langsung.

Kedua pandangan ini, pada dasarnya, bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada umat. Perbedaan dalam interpretasi ini justru memperkaya wacana dan mendorong umat untuk berpikir kritis, tidak mudah terpancing emosi, dan mampu melihat suatu isu dari berbagai sudut pandang. Yang terpenting, baik Buya Yahya maupun Ustaz Felix Siauw, sama-sama menyerukan kepedulian terhadap penderitaan di Palestina dan pentingnya persatuan umat dalam menghadapi tantangan global.

Maka, alih-alih melihatnya sebagai perpecahan, kita dapat mengapresiasi keragaman pemikiran ini sebagai bagian dari kekayaan intelektual dalam diskursus Islam. Ini adalah pengingat bahwa dalam menghadapi isu-isu kompleks, mencari pemahaman yang utuh dan melampaui perbedaan permukaan adalah kunci untuk membangun persatuan dan menyuarakan kebenaran secara efektif.