Dalam lanskap diskursus keagamaan di Indonesia, nama Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw kerap menjadi rujukan utama bagi banyak umat Muslim. Keduanya dikenal sebagai ulama dan da’i yang memiliki pengaruh luas, baik melalui ceramah langsung maupun platform media sosial. Tak jarang, pandangan-pandangan mereka mengenai isu-isu kontemporer menjadi sorotan, memicu diskusi, bahkan memunculkan asumsi tentang adanya beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya. Pertanyaan “benarkah” perbedaan ini mengindikasikan perpecahan di tengah umat seringkali mengemuka. Artikel ini akan mengupas tuntas inti dari perbedaan pandangan mereka, menganalisis konteksnya, serta menelaah implikasi yang lebih luas bagi pemahaman umat Islam.
Mengapa topik ini penting? Di era banjir informasi, pemahaman yang jernih tentang berbagai perspektif dari tokoh agama menjadi krusial. Ini bukan hanya tentang mengetahui siapa mengatakan apa, tetapi lebih kepada bagaimana kita dapat mengambil hikmah dari perbedaan, memahami kompleksitas suatu isu, dan pada akhirnya, memperkuat persatuan umat alih-alih terpecah belah oleh interpretasi yang berbeda. Mari kita selami lebih dalam.
Episentrum Perdebatan: Konflik Iran-Israel dan Makna Dukungan Palestina
Perbedaan pandangan paling mencolok antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw yang menjadi sorotan publik adalah terkait eskalasi konflik antara Iran dan Israel, khususnya setelah serangan militer Amerika Serikat terhadap fasilitas Iran pada Juni 2025. Peristiwa ini memicu interpretasi beragam mengenai motivasi Iran dalam serangannya terhadap Israel, apakah murni sebagai dukungan terhadap Palestina atau sekadar aksi balasan.
Buya Yahya: Kemanusiaan Melampaui Batas Agama dan Sekte
Buya Yahya, seorang ulama kharismatik dari Cirebon, dengan tegas menempatkan konflik Israel-Palestina sebagai isu kemanusiaan universal, bukan semata-mata persoalan agama atau identitas negara. Dalam pandangannya, dukungan terhadap Palestina harus mengalir dari siapa pun yang memiliki nurani kemanusiaan, tanpa memandang latar belakang keagamaan atau kebangsaan.
“Siapa pun yang ingin membela Palestina hari ini, tentu harus kita dukung bersama,” ujar Buya Yahya. “Dukungan bukan dari orang Islam saja. Di luar Islam banyak dukungan untuk Palestina. Apakah nanti muncul dari Iran, Inggris, atau mungkin China.”
Penekanan Buya Yahya pada aspek kemanusiaan ini sangat fundamental. Ia menyerukan agar umat Islam tidak terjebak dalam perdebatan sektarian seperti Sunni-Syiah, melainkan bersatu padu melawan musuh bersama: Zionis Israel. Pandangan ini sejalan dengan seruan Ustaz Muhammad Husein, seorang da’i dan aktivis kemanusiaan, yang juga mengingatkan bahwa Israel secara aktif memainkan narasi perpecahan antara Sunni dan Syiah untuk melemahkan persatuan umat Islam. Menurut Ustaz Husein, ini adalah taktik entitas Zionis agar umat Islam tidak bersatu melawan kepentingan mereka. Oleh karena itu, Buya Yahya menegaskan bahwa momen ini bukanlah waktu untuk “ribut-ribut Sunni-Syiah”, melainkan saatnya umat Islam bersatu melawan kebiadaban Zionis. Bagi Buya Yahya, siapa pun yang memberikan pukulan kepada Zionis patut didukung, karena ini adalah langkah nyata melawan kezaliman yang telah lama didiamkan oleh dunia internasional.
Ustaz Felix Siauw: Aksi Balasan Murni, Bukan Indikasi Pro-Palestina Mutlak
Berbeda dengan Buya Yahya, Ustaz Felix Siauw memiliki interpretasi yang lebih pragmatis terkait serangan Iran ke Israel. Ia berpendapat bahwa serangan tersebut bukanlah manifestasi langsung dari sikap pro-Palestina, melainkan lebih sebagai aksi balasan terhadap serangan yang sebelumnya dilancarkan Israel kepada Iran.
Dalam perspektif Ustaz Felix, tindakan Iran adalah respons quid pro quo terhadap agresi yang mereka alami, bukan semata-mata dukungan ideologis atau solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina. Meskipun hal ini tidak menafikan kemungkinan adanya simpati Iran terhadap Palestina, namun menurutnya, motivasi utamanya adalah respons terhadap serangan langsung yang mereka terima. Pandangan ini menunjukkan kompleksitas geopolitik di Timur Tengah, di mana berbagai aktor memiliki agenda dan motivasi yang berlapis, sehingga tidak selalu dapat disederhanakan menjadi dukungan murni terhadap satu pihak.
Perbedaan pandangan mengenai motivasi Iran ini penting karena memengaruhi bagaimana umat menyikapi peristiwa tersebut. Apakah ini adalah kemenangan moral bagi Palestina, ataukah sekadar pertukaran pukulan antarnegara yang berkonflik? Kedua pandangan ini menawarkan perspektif yang berbeda, yang masing-masing memiliki dasar argumennya sendiri.
Interpretasi Musibah: Kebakaran Los Angeles dan Tinjauan Ilahi
Selain konflik Timur Tengah, pandangan berbeda antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw juga sempat mencuat terkait musibah kebakaran dahsyat yang melanda Los Angeles, California, pada Januari 2025. Peristiwa ini menewaskan puluhan orang dan menimbulkan kerugian triliunan rupiah, memicu refleksi di kalangan umat Islam mengenai makna di balik musibah tersebut.
Buya Yahya: Peringatan Ilahi bagi Para Pendukung Kezaliman
Buya Yahya melihat kebakaran di Los Angeles sebagai hukuman kecil dari Allah bagi pihak-pihak yang mendukung penjajahan Israel. Dalam sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Al Bahjah TV, beliau menyampaikan bahwa kejadian semacam ini adalah “sekelumit hukuman yang Allah berikan” sebagai peringatan. Buya Yahya juga mengingatkan bahwa meskipun ada pihak zalim yang mungkin tidak langsung menerima balasan di dunia, hukuman yang lebih pedih menanti di akhirat.
Oleh karena itu, Buya Yahya mengajak umat Islam untuk tidak terlalu fokus mempermasalahkan hukuman bagi negara-negara zalim, melainkan lebih memprioritaskan doa bagi rakyat Palestina yang tertindas, seperti melalui doa qunut nazilah. Pandangan ini mencerminkan keyakinan akan keadilan ilahi dan pentingnya solidaritas spiritual dengan kaum Muslimin yang menderita.
Ustaz Felix Siauw: Musibah Alam yang Perlu Empati
Di sisi lain, Ustaz Felix Siauw memandang kebakaran di Los Angeles sebagai musibah alam yang dapat segera dipulihkan. Melalui kanal YouTube pribadinya, beliau menekankan bahwa peristiwa tersebut tidak sebanding dengan kerusakan yang terjadi di Gaza, yang merupakan akibat dari tindakan kesengajaan dan kebiadaban.
Meskipun Ustaz Felix mengakui bahwa sebagian orang mungkin melihat kebakaran ini sebagai “karma” bagi Amerika Serikat atas dukungannya terhadap Israel—sebuah pandangan yang ia anggap wajar—namun ia tetap menyerukan agar umat Islam menunjukkan empati kepada para korban. Baginya, penting untuk mengucapkan belasungkawa dan mendoakan mereka yang terdampak musibah, terlepas dari interpretasi kausalitasnya. Ini menunjukkan pendekatan yang lebih berorientasi pada respons kemanusiaan langsung terhadap penderitaan, sembari mengakui beragamnya interpretasi spiritual yang mungkin muncul di tengah masyarakat.
Melampaui Perbedaan Fiqih: Konsistensi dalam Prinsip Dakwah
Perbedaan pandangan antara Buya Yahya dan Ustaz Felix Siauw, terutama mengenai isu-isu global dan interpretasi musibah, adalah cerminan dari dinamika pemikiran dalam khazanah keilmuan Islam. Namun, penting untuk memahami bahwa perbedaan ini seringkali berakar pada penekanan perspektif yang berbeda, bukan berarti adanya perpecahan fundamental dalam akidah atau tujuan dakwah. Keduanya, sebagai da’i, memiliki konsistensi dalam prinsip-prinsip dakwah mereka, meskipun metode dan fokus penafsiran bisa bervariasi.
Mengenali Ruang Ijtihad dalam Islam
Ustaz Felix Siauw, dalam berbagai kesempatan, seringkali menyoroti adanya ruang ijtihad atau perbedaan pendapat dalam Islam, terutama dalam masalah-masalah fiqih. Misalnya, terkait hukum musik dalam Islam, ia menghormati pandangan yang menyatakan musik haram, meskipun ia sendiri mengambil pendapat yang berbeda dan melihat musik sebagai perantara dakwah yang efektif.
Demikian pula dalam masalah penetapan Hari Raya Idul Adha atau ucapan selamat Natal bagi non-Muslim. Ustaz Felix mengakui adanya dua pendapat dalam Islam. Ia memilih untuk tidak mengucapkan selamat Natal, namun tetap menghargai dan tidak mempermasalahkan mereka yang memiliki pandangan berbeda. Pendekatan ini menunjukkan bahwa perbedaan pandangan adalah hal yang lumrah dan dibolehkan dalam Islam, selama masih berlandaskan dalil dan saling menghormati. Hal ini juga sejalan dengan penjelasan Gus Baha mengenai perbedaan pendapat ulama terkait taubat yang pasti diterima atau tidak; mayoritas ulama meyakini taubat diterima Allah jika dilakukan dengan serius, menunjukkan bahwa keragaman interpretasi adalah bagian dari kekayaan Islam.
Fokus pada Persatuan dan Kemanusiaan
Meskipun ada perbedaan dalam interpretasi detail atau fokus pandangan, baik Buya Yahya maupun Ustaz Felix Siauw pada dasarnya memiliki kepedulian yang sama terhadap umat dan isu-isu kemanusiaan. Buya Yahya secara eksplisit menyerukan persatuan umat dan menyingkirkan perbedaan sektarian demi melawan kezaliman Zionis. Ini adalah panggilan untuk melihat gambaran yang lebih besar dan menyatukan kekuatan.
Di sisi lain, Ustaz Felix Siauw, meskipun fokus pada aksi balasan dalam kasus Iran-Israel, tetap menunjukkan empati terhadap korban musibah (seperti kebakaran Los Angeles) dan menekankan pentingnya tidak membandingkan penderitaan. Ini menunjukkan bahwa di balik perbedaan analisis, ada benang merah kepedulian terhadap kemanusiaan.
Kedua tokoh ini juga sepakat bahwa hidayah adalah hak prerogatif Allah, namun juga hasil dari usaha manusia melalui akal dan petunjuk Al-Quran serta As-Sunnah. Pemahaman ini penting karena menempatkan tanggung jawab individu dalam mencari kebenaran, sekaligus mengakui kuasa ilahi.
Pentingnya Nalar Kritis dan Toleransi Berpendapat
Pertanyaan “beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya, benarkah?” tidak hanya tentang eksistensi perbedaan itu sendiri, tetapi juga tentang bagaimana umat menyikapinya. Perbedaan pandangan antara tokoh agama adalah hal yang wajar dan sehat dalam tradisi keilmuan Islam. Ini menunjukkan kekayaan interpretasi dan kedalaman pemahaman terhadap ajaran agama di tengah kompleksitas dunia modern.
Masyarakat diajak untuk mengembangkan nalar kritis dan tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang mencoba membenturkan satu tokoh dengan yang lain. Sebaliknya, perbedaan ini seharusnya menjadi pendorong untuk:
- Mencari Pemahaman Komprehensif: Menggali lebih dalam argumen di balik setiap pandangan, bukan hanya permukaan.
- Meningkatkan Toleransi: Menghargai bahwa ada lebih dari satu cara untuk memahami suatu isu dalam kerangka Islam yang luas.
- Fokus pada Substansi: Lebih memprioritaskan esensi pesan dakwah—yaitu ketakwaan, persatuan, keadilan, dan kemanusiaan—daripada terjebak dalam perdebatan yang tidak produktif.
- Menjaga Persatuan Umat: Mengingat pesan Buya Yahya dan Ustaz Muhammad Husein bahwa musuh sejati umat Islam adalah mereka yang ingin memecah belah, bukan sesama Muslim yang memiliki perbedaan ijtihad.
Kesimpulan
Jadi, benarkah ada beda pendapat Felix Siauw Buya Yahya? Ya, perbedaan pandangan itu memang ada, khususnya terkait interpretasi motivasi Iran dalam konflik dengan Israel dan makna di balik musibah kebakaran Los Angeles. Namun, perbedaan ini bukanlah indikasi perpecahan fundamental atau permusuhan pribadi di antara kedua ulama tersebut. Sebaliknya, ini mencerminkan dinamika yang sehat dalam khazanah keilmuan Islam, di mana ulama memiliki ruang untuk berijtihad dan menawarkan perspektif yang berbeda berdasarkan pemahaman mereka terhadap dalil dan konteks.
Buya Yahya menonjolkan aspek kemanusiaan universal dan persatuan umat melawan Zionis, sementara Ustaz Felix Siauw menawarkan analisis yang lebih berfokus pada respons geopolitik dan pragmatisme. Kedua pandangan ini, meskipun berbeda, sama-sama bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada umat.
Pelajaran terpenting dari diskursus ini adalah pentingnya bagi umat Muslim untuk bersikap dewasa dalam menyikapi perbedaan. Daripada membiarkan perbedaan pandangan memicu perpecahan, hendaknya kita menjadikannya sebagai sarana untuk memperluas wawasan, memperkuat nalar kritis, dan senantiasa mengedepankan persatuan dalam menghadapi tantangan global. Pada akhirnya, yang terpenting adalah bagaimana setiap Muslim dapat mengambil hikmah dari setiap pandangan, mengamalkan nilai-nilai Islam, dan bersama-sama berkontribusi pada kebaikan umat dan kemanusiaan secara keseluruhan.