Di tengah dinamika pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, perhatian tertuju pada keputusan strategis Pemprov yang mengubah gelaran Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis (MTQH) tingkat provinsi tahun 2025 menjadi Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH). Langkah ini, yang secara eksplisit dilatarbelakangi oleh keterbatasan anggaran dan kebutuhan akan efisiensi, mencerminkan upaya pemerintah daerah untuk menyeimbangkan komitmen terhadap syiar keagamaan dengan realitas fiskal yang ada. Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa anggaran kurang Pemprov Kepri menurunkan event MTQH ini, dampaknya, serta bagaimana pemerintah daerah berupaya menjaga kualitas di tengah keterbatasan.
Keputusan ini bukan sekadar perubahan nama, melainkan sebuah restrukturisasi skala acara yang memiliki implikasi signifikan terhadap jumlah cabang lomba, golongan peserta, hingga alokasi dana. Bagi masyarakat Kepri, khususnya pegiat Al-Qur’an dan Hadis, perubahan ini memicu pertanyaan dan harapan. Bagaimana Pemprov Kepri memastikan bahwa semangat dan tujuan utama dari kegiatan keagamaan ini tetap terjaga, bahkan dengan format yang lebih ramping? Mari kita selami lebih dalam.
Transformasi Agenda Keagamaan: Dari MTQH Menjadi STQH
Perubahan dari MTQH menjadi STQH untuk tahun 2025 merupakan langkah konkret Pemprov Kepri dalam menerapkan kebijakan efisiensi anggaran. Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kepri, Aiyub, secara transparan menjelaskan bahwa keputusan ini diambil untuk menghemat pengeluaran kegiatan. “Karena keterbatasan anggaran makanya jadi STQH, sebenarnya tingkat provinsi di tahun ini adalah MTQH,” ungkap Aiyub, menegaskan bahwa perubahan ini adalah respons terhadap kondisi fiskal.
Perbedaan mendasar antara MTQH dan STQH terletak pada skala dan cakupan perlombaan:
- MTQH (Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis): Meliputi 9 cabang perlombaan dengan total 60 golongan. Ini adalah ajang yang lebih besar, melibatkan lebih banyak peserta dan kategori, sehingga memerlukan alokasi dana yang substansial.
- STQH (Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis): Lebih ramping, hanya mencakup 4 cabang perlombaan dengan total 9 golongan. Pengurangan ini secara langsung memangkas kebutuhan anggaran secara signifikan, menjadikannya pilihan yang lebih hemat.
Keputusan untuk menurunkan level event ini juga tidak lepas dari dinamika di tingkat kabupaten. Sebelumnya, Kabupaten Lingga sempat ditunjuk sebagai tuan rumah MTQH XI Provinsi Kepri Tahun 2025. Namun, karena menghadapi kendala serupa terkait keterbatasan anggaran, Lingga akhirnya mengundurkan diri. Situasi ini mendorong Pemprov Kepri untuk mengambil alih penyelenggaraan dan memutuskan Kota Tanjungpinang sebagai tuan rumah.
Meskipun demikian, Pemprov Kepri telah memastikan bahwa semua persiapan untuk STQH tingkat provinsi ini telah direncanakan dengan matang. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung di Kota Tanjungpinang pada tanggal 21 hingga 25 Juni 2025. Setelah seleksi di tingkat provinsi selesai, para peserta yang berhasil meraih juara akan melaju ke tingkat nasional, yang direncanakan berlangsung pada Oktober 2025 di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Ini menunjukkan komitmen untuk tetap mengirimkan duta-duta terbaik Kepri ke kancah nasional, sekalipun dengan proses seleksi yang lebih terfokus di tingkat provinsi.
Anatomi Anggaran: Detail Pengelolaan Dana STQH Kepri 2025
Untuk menyukseskan gelaran STQH 2025, Pemprov Kepri telah mengalokasikan anggaran. Wakil Gubernur Kepri sekaligus Ketua Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Provinsi Kepri, Nyanyang Haris Pratamura, menyebutkan bahwa sekitar Rp 2,5 miliar telah disalurkan ke LPTQ Provinsi Kepri untuk kegiatan ini. Beberapa sumber lain juga menyebutkan angka Rp 2 miliar, mengindikasikan kisaran alokasi yang ditetapkan. Dana ini dirancang untuk menanggung seluruh kebutuhan sejak persiapan di tingkat provinsi hingga keikutsertaan kafilah di tingkat nasional.
Pengelolaan anggaran yang efisien terlihat dari pemilihan lokasi dan strategi penyelenggaraan:
- Pemanfaatan Aset Daerah: Pemprov Kepri secara cerdas memilih untuk menggunakan aset-aset miliknya sebagai venue utama. Empat Astaka utama telah dibangun dan tersebar di beberapa lokasi strategis di Tanjungpinang, yaitu:
- Gedung LAM Kepri
- Gedung MAN
- Masjid Agung Al Hikmah
- Gedung Daerah Provinsi Kepri (sering disebut sebagai pusat pelaksanaan untuk cabang Tilawah Al-Qur’an)
- Hotel Aston Tanjungpinang (untuk cabang Hifzh Al-Qur’an dan Hadis)
Pemilihan lokasi ini, khususnya gedung milik Pemprov, bertujuan untuk menekan biaya sewa dan operasional. Wagub Nyanyang menegaskan, “Pemilihan lokasi gedung milik Pemprov Kepri itu dikarenakan memiliki pelataran luas ditambah panggung utama yang akan disulap jadi arena utama STQH,” yang menunjukkan upaya maksimalisasi fasilitas yang ada.
- Fokus pada Kualitas Esensial: Meskipun anggaran terbatas, Pemprov berkomitmen untuk tidak mengurangi kualitas inti pelaksanaan. Penambahan fasilitas seperti sound system dan tenda akan dilakukan seperlunya untuk melengkapi kebutuhan arena utama.
- Peserta dan Pembinaan: Sebanyak 154 peserta dari tujuh kabupaten/kota di Kepri dijadwalkan akan berpartisipasi, dengan masing-masing daerah mengirimkan 22 peserta putra dan putri. Para pemenang akan menerima uang pembinaan sesuai kategori yang dimenangkan. Hal ini penting untuk memotivasi dan menghargai talenta-talenta Al-Qur’an dan Hadis di Kepri.
- Dampak Ekonomi Lokal: Wagub Nyanyang juga optimis bahwa kegiatan STQH ini akan memberikan dampak positif pada perekonomian Kota Tanjungpinang. Kedatangan ratusan peserta dan pendamping dari berbagai daerah diharapkan dapat menggerakkan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di sekitar lokasi acara. Dinas terkait telah diminta untuk menata kegiatan UMKM ini agar dapat dimanfaatkan secara optimal.
Secara keseluruhan, cabang dan golongan yang akan diperlombakan dalam STQH Kepri 2025 meliputi 4 cabang utama dengan total 11 golongan, yaitu:
- Cabang Seni Baca Al-Qur’an: Golongan Anak-anak (Putra & Putri) dan Golongan Dewasa (Putra & Putri).
- Cabang Hifzh Al-Qur’an: 1 Juz & Tilawah (Putra & Putri), 5 Juz & Tilawah (Putra & Putri), 10 Juz (Putra & Putri), 20 Juz (Putra & Putri), dan 30 Juz (Putra & Putri).
- Cabang Tafsir Al-Qur’an: Bahasa Arab (Putra & Putri).
- Cabang Hadis: 100 Hadis dengan Sanad (Putra & Putri), 500 Hadis tanpa Sanad (Putra & Putri), dan Karya Tulis Ilmiah Al-Hadis (Putra & Putri).
Daftar cabang ini menunjukkan fokus pada inti dari tilawah dan hafalan Al-Qur’an serta Hadis, sesuai dengan tujuan seleksi untuk mendapatkan perwakilan terbaik ke tingkat nasional.
Tantangan Keuangan Daerah: Mengapa Efisiensi Menjadi Prioritas?
Keputusan Pemprov Kepri menurunkan event MTQH menjadi STQH tidak dapat dilepaskan dari gambaran besar kondisi keuangan daerah. Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, Adi Prihantara, menjelaskan bahwa meskipun kondisi kas daerah (Kasda) saat ini dinyatakan aman dan dapat digunakan untuk belanja, jumlahnya tidak konstan dan terus menyesuaikan dengan penerimaan yang masuk.
Beberapa faktor menjadi pemicu perlunya efisiensi:
- Kendala Keuangan Awal Tahun: Adi mengakui bahwa sempat terjadi kendala keuangan di awal tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh penerimaan daerah yang belum optimal serta dana transfer dari pemerintah pusat yang baru diterima sebagian.
- Prioritas Pelunasan Kewajiban Lama: Belanja daerah di awal tahun juga masih sangat difokuskan untuk menutup kewajiban dari tahun sebelumnya, atau yang dikenal sebagai “tunda bayar”. Adi menegaskan, “Kami juga masih menyelesaikan tunda bayar dari tahun lalu yang belum sepenuhnya bisa dilunasi, terutama kewajiban kepada pihak ketiga.” Bahkan, dana dari pemerintah pusat yang seharusnya dialokasikan untuk membayar gaji ASN sempat dialihkan untuk melunasi tunda bayar tersebut.
- Defisit APBD Murni: Tahun ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni Kepri mengalami defisit. Meskipun Adi Prihantara menyebut ini sebagai hal yang wajar karena tahun anggaran masih berjalan, kondisi defisit tetap mendorong kehati-hatian dalam setiap pengeluaran.
- Upaya Peningkatan Pendapatan: Dalam rangka mendongkrak pendapatan daerah, Pemprov Kepri berencana untuk kembali mengumumkan kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor. Ini adalah salah satu strategi proaktif untuk mengisi kembali pundi-pundi kas daerah.
Kondisi keuangan yang dinamis ini secara langsung memengaruhi kebijakan alokasi anggaran untuk berbagai kegiatan, termasuk event keagamaan berskala besar seperti MTQH. Oleh karena itu, langkah efisiensi yang diambil dengan mengubah MTQH menjadi STQH adalah upaya realistis untuk menjaga keseimbangan antara program pembangunan, pelayanan publik, dan kegiatan syiar keagamaan di tengah keterbatasan fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa Pemprov Kepri berupaya keras untuk menjaga stabilitas keuangan sekaligus memenuhi berbagai kewajiban dan aspirasi masyarakat.
Dampak Keputusan di Tingkat Kabupaten: Studi Kasus Natuna
Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan di tingkat provinsi memiliki efek domino hingga ke kabupaten/kota. Salah satu contoh nyata adalah yang terjadi di Kabupaten Natuna. Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Sekretariat Daerah (Setda) Natuna, Sudirman, mengungkapkan bahwa Kabupaten Natuna dipastikan tidak akan mengirimkan perwakilan pada dua cabang lomba di MTQH tingkat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2025, yaitu Fahmil Qur’an dan Syarhil Qur’an, baik kategori putra maupun putri. Selain itu, tim kompang Natuna juga tidak akan berpartisipasi dalam ajang tersebut.
Keputusan ini juga diambil karena adanya keterbatasan anggaran di tingkat kabupaten. “Kami harus melakukan efisiensi, sehingga ada beberapa cabang yang tidak bisa kami ikutsertakan dalam perhelatan MTQH tingkat provinsi tahun ini,” jelas Sudirman. Bahkan, ajang MTQH tingkat Kabupaten Natuna tahun 2025 sendiri dipastikan tidak akan digelar karena alasan anggaran terbatas. Fokus pemerintah daerah Natuna kini beralih pada pembinaan (TC – Training Center) dan partisipasi dalam ajang tingkat provinsi.
Meskipun harus melakukan penyesuaian dan pengurangan keterwakilan, Natuna tetap berkomitmen untuk mengirimkan peserta terbaiknya di cabang lain yang masih diikuti. Semangat untuk tetap mengharumkan nama daerah dalam ajang keagamaan ini tetap tinggi, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada. Kasus Natuna ini menjadi bukti bahwa efisiensi anggaran adalah isu yang dihadapi secara komprehensif di seluruh tingkatan pemerintahan daerah, dan menuntut adaptasi serta prioritas dalam setiap program kegiatan. Ini juga menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan skala, esensi kompetisi dan semangat syiar Islam tetap menjadi prioritas.
Menatap Masa Depan: Keseimbangan Antara Syiar dan Fiskal
Keputusan Pemprov Kepri menurunkan event MTQH menjadi STQH pada tahun 2025 adalah langkah pragmatis yang diambil di tengah realitas anggaran kurang dan kebutuhan akan efisiensi. Ini bukan sekadar pemangkasan, melainkan sebuah strategi untuk memastikan bahwa kegiatan syiar keagamaan seperti Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis dapat tetap terselenggara, meskipun dalam format yang lebih ramping, tanpa mengorbankan kualitas dan tujuan utamanya.
Transformasi ini merefleksikan tantangan yang dihadapi banyak pemerintah daerah dalam mengelola keuangan di tengah berbagai prioritas dan kewajiban. Pemprov Kepri telah menunjukkan komitmennya untuk menjaga kas daerah tetap aman, melunasi kewajiban lama, dan terus mencari cara untuk meningkatkan pendapatan, sambil tetap mendukung agenda-agenda penting bagi masyarakat.
Melalui STQH, Pemprov Kepri tidak hanya berupaya mencari talenta-talenta terbaik di bidang tilawah dan hafalan Al-Qur’an dan Hadis untuk mewakili provinsi di kancah nasional, tetapi juga berupaya menggerakkan perekonomian lokal dan memupuk kecintaan generasi muda terhadap nilai-nilai Al-Qur’an. Ini adalah bukti bahwa dengan perencanaan yang matang dan prioritas yang jelas, keterbatasan anggaran dapat diatasi dengan inovasi dan adaptasi, demi keberlangsungan program-program yang bermanfaat bagi masyarakat.
Masa depan pengelolaan anggaran daerah akan terus menuntut kreativitas dan keberanian dalam mengambil keputusan. Kisah anggaran kurang Pemprov Kepri menurunkan event MTQH menjadi STQH ini adalah pelajaran berharga tentang bagaimana pemerintahan yang baik harus mampu menyeimbangkan ambisi dan idealisme dengan realitas fiskal, demi kemajuan dan kesejahteraan bersama.