Anggaran Terbatas, MTQH Kepri 2025 Bertransformasi Menjadi STQH: Sebuah Strategi Efisiensi atau Pengorbanan Kualitas?

Dipublikasikan 23 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Pemprov Kepri memutuskan untuk mengubah Musabaqah Tilawatil Quran dan Hadis (MTQH) tingkat provinsi tahun 2025 menjadi Seleksi Tilawatil Quran dan Hadis (STQH). Keputusan ini, yang diumumkan di tengah keterbatasan anggaran daerah, memicu perdebatan publik. Apakah ini langkah efisiensi yang bijak, atau justru pengorbanan kualitas dalam upaya membina generasi Qur’ani di Kepulauan Riau? Artikel ini akan menganalisis keputusan tersebut secara mendalam, menelaah dampaknya, dan mengeksplorasi alternatif solusi yang mungkin.

Keterbatasan Anggaran: Akar Masalah Penurunan Skala MTQH

Sumber utama keputusan Pemprov Kepri untuk mengubah MTQH menjadi STQH adalah keterbatasan anggaran. Seperti yang diungkapkan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Kepri, Aiyub, kebijakan efisiensi memaksa pemerintah daerah untuk menghemat pengeluaran. Kondisi ini sejalan dengan pernyataan Sekretaris Daerah Provinsi Kepri, Adi Prihantara, yang mengakui adanya kendala keuangan di awal tahun 2025 akibat penerimaan daerah yang belum optimal dan dana transfer dari pusat yang baru sebagian diterima. Pemprov juga masih fokus melunasi kewajiban tunda bayar dari tahun sebelumnya, termasuk kewajiban kepada pihak ketiga dan bahkan sempat mengalihkan dana yang seharusnya untuk gaji ASN untuk membayar tunda bayar tersebut. Situasi ini menggambarkan tantangan fiskal yang dihadapi Pemprov Kepri, yang memaksa pengambilan keputusan sulit dalam mengalokasikan anggaran terbatas.

“Karena keterbatasan anggaran makanya jadi STQH, sebenarnya tingkat provinsi di tahun ini adalah MTQH,” ujar Aiyub kepada hariankepri.com.

Perbedaan antara MTQH dan STQH terletak pada skala dan cakupan acaranya. MTQH melibatkan lebih banyak cabang lomba dan peserta dari seluruh kabupaten/kota, sehingga membutuhkan alokasi dana yang jauh lebih besar. STQH, dengan jumlah cabang dan golongan yang lebih sedikit (4 cabang dengan 9 golongan dibandingkan dengan 9 cabang dan 60 golongan di MTQH), secara signifikan mengurangi beban anggaran. Keputusan ini, meskipun diambil dalam situasi sulit, menunjukkan upaya Pemprov Kepri untuk tetap menyelenggarakan kegiatan keagamaan penting meskipun dengan sumber daya yang terbatas.

Analisis Dampak: Antara Efisiensi dan Potensi Pengurangan Kualitas

Pengurangan skala MTQH menjadi STQH memiliki dampak multifaset. Di satu sisi, langkah ini jelas menghemat anggaran. Pemprov Kepri telah mengalokasikan sekitar Rp 2,5 miliar untuk STQH, jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang dibutuhkan untuk MTQH dengan skala lebih besar. Anggaran ini mencakup seluruh rangkaian kegiatan, mulai dari tingkat provinsi hingga tingkat nasional.

“Kita sudah menyalurkan anggarannya ke LPTQ Provinsi Kepri, ada sekitar Rp 2,5 miliar,” ungkap Wakil Gubernur Kepri, Nyanyang Haris Pratamura.

Namun, di sisi lain, pengurangan skala acara berpotensi mengurangi kualitas dan dampak positif dari kegiatan tersebut. MTQH yang lebih besar biasanya mampu menarik lebih banyak peserta, meningkatkan kompetisi, dan memberikan kesempatan bagi lebih banyak talenta untuk berkembang. Pengurangan cabang lomba juga berarti kesempatan bagi peserta untuk menunjukkan bakat di bidang tertentu berkurang. Meskipun Pemprov Kepri berupaya memastikan pelaksanaan STQH tetap meriah dan lancar, tetap ada kekhawatiran akan dampaknya terhadap semangat dan motivasi peserta, serta kualitas keseluruhan acara.

Alternatif Solusi dan Strategi Optimalisasi Anggaran

Menyikapi situasi ini, pertanyaan yang muncul adalah apakah ada alternatif solusi selain menurunkan skala MTQH? Beberapa strategi optimalisasi anggaran dapat dipertimbangkan untuk di masa mendatang:

  • Peningkatan Pendapatan Daerah: Pemprov Kepri perlu lebih agresif dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui berbagai kebijakan, seperti intensifikasi pajak daerah, penarikan aset daerah yang belum termanfaatkan, dan peningkatan investasi. Kebijakan pemutihan pajak kendaraan bermotor, seperti yang diungkapkan Sekretaris Daerah, merupakan langkah positif, namun perlu diiringi dengan strategi lain yang lebih komprehensif.
  • Kolaborasi dan Kemitraan: Pemprov Kepri dapat mengeksplorasi kolaborasi dengan pihak swasta, lembaga filantropi, dan organisasi masyarakat untuk membiayai sebagian atau seluruh kegiatan MTQH. Kerjasama ini dapat mengurangi beban anggaran pemerintah dan sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat.
  • Penghematan yang Terarah: Review menyeluruh terhadap anggaran kegiatan pemerintah sangat diperlukan. Identifikasi pos-pos anggaran yang kurang efisien dan dapat dipotong tanpa mengurangi kualitas layanan publik. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah juga penting untuk mencegah pemborosan.
  • Penjadwalan yang Efektif: Penjadwalan kegiatan yang lebih efektif dapat mengurangi biaya operasional. Misalnya, memanfaatkan fasilitas yang sudah ada dan menghindari pemborosan dalam hal penyewaan tempat atau peralatan.
  • Pemanfaatan Teknologi: Teknologi dapat digunakan untuk mengurangi biaya operasional. Misalnya, penggunaan platform digital untuk pendaftaran peserta, publikasi informasi, dan bahkan untuk pelaksanaan lomba tertentu.

STQH 2025: Fokus pada Seleksi dan Persiapan untuk Tingkat Nasional

Meskipun MTQH diturunkan skalanya menjadi STQH, Pemprov Kepri tetap berkomitmen untuk mengirimkan peserta terbaik ke tingkat nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara pada Oktober 2025. STQH kali ini difokuskan sebagai ajang seleksi untuk memilih peserta terbaik yang akan mewakili Kepri. Pembangunan empat astaka utama di berbagai lokasi di Tanjungpinang menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyediakan fasilitas yang memadai.

“Venue yang kita siapkan ini tersebar di 4 lokasi berbeda. Di Gedung LAM Kepri, Gedung MAN, Masjid Agung Al Hikmah, dan Gedung Daerah Provinsi Kepri,” terang Nyanyang Haris Pratamura.

Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi pengurangan skala, Pemprov Kepri tetap memprioritaskan kualitas persiapan peserta untuk tingkat nasional. Anggaran yang dialokasikan, meskipun terbatas, tetap digunakan secara efektif untuk memastikan kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan STQH serta persiapan menuju tingkat nasional.

Kesimpulan: Mencari Keseimbangan Antara Efisiensi dan Kualitas

Keputusan Pemprov Kepri untuk mengubah MTQH menjadi STQH merupakan respon terhadap keterbatasan anggaran. Meskipun langkah ini menghemat biaya, potensi pengurangan kualitas dan dampak positif acara perlu dipertimbangkan. Untuk masa mendatang, Pemprov Kepri perlu mengeksplorasi berbagai alternatif solusi untuk menyeimbangkan antara efisiensi anggaran dan kualitas pembinaan generasi Qur’ani di Kepulauan Riau. Peningkatan pendapatan daerah, kolaborasi kemitraan, penghematan yang terarah, penjadwalan yang efektif, dan pemanfaatan teknologi merupakan beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan. STQH 2025, meski dengan skala yang lebih kecil, tetap menjadi langkah penting dalam proses seleksi dan persiapan menuju tingkat nasional, menunjukkan komitmen Pemprov Kepri dalam membina dan mengembangkan talenta-talenta Qur’ani di Kepulauan Riau. Semoga ke depannya, strategi yang lebih komprehensif dapat diimplementasikan untuk memastikan bahwa pembinaan generasi Qur’ani di Kepri tetap berjalan optimal tanpa mengorbankan kualitas.