Kontroversi Pembubaran Retret Pelajar Kristen di Sukabumi: Korban Sebut Kapolsek Cidahu Diduga Provokasi Massa

Dipublikasikan 15 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan sebuah kegiatan keagamaan yang damai, tiba-tiba dibubarkan paksa oleh kerumunan massa? Itulah yang terjadi pada retret pelajar Kristen di sebuah rumah singgah di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Insiden ini tak hanya menyisakan kerusakan fisik dan trauma bagi para peserta, tetapi juga memicu gelombang kontroversi baru. Kini, perhatian publik tertuju pada pihak kepolisian, khususnya Kapolsek Cidahu, yang oleh para korban pembubaran retret pelajar Kristen justru disebut-sebut bertindak memprovokasi massa.

Kontroversi Pembubaran Retret Pelajar Kristen di Sukabumi: Korban Sebut Kapolsek Cidahu Diduga Provokasi Massa

Kapolsek Cidahu dilaporkan diduga memprovokasi massa yang membubarkan retret pelajar Kristen di Sukabumi, menimbulkan kontroversi dan pertanyaan seputar peran kepolisian serta perizinan acara tersebut.

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa tudingan serius ini muncul, bagaimana respons dari pihak kepolisian, dan apa saja dampak dari kejadian yang penuh polemik ini. Mari kita selami bersama fakta-fakta di baliknya, agar kita bisa memahami duduk perkaranya dengan lebih jelas.

Insiden Pembubaran Retret: Kronologi Singkat

Pada Jumat, 27 Juni 2025, suasana di Desa Tangkil, Cidahu, Kabupaten Sukabumi, mendadak tegang. Sebuah acara retret yang diselenggarakan oleh Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan diikuti oleh sekitar 36 pelajar serta pendampingnya, dibubarkan paksa oleh sekelompok warga. Video insiden ini pun viral di media sosial, menunjukkan massa merusak fasilitas rumah seperti kaca, perabotan, bahkan menurunkan benda menyerupai salib.

Pihak GAMKI Bogor menyatakan bahwa pembubaran ini didasari oleh isu perizinan. Warga menuduh rumah singgah tersebut difungsikan sebagai tempat ibadah tanpa izin resmi. Namun, GAMKI menegaskan bahwa selain perusakan, para peserta retret yang sebagian besar adalah pelajar juga mengalami intimidasi dari massa. Sebagai tindak lanjut, Kepolisian Resor Sukabumi telah menetapkan delapan orang warga setempat sebagai tersangka dalam kasus perusakan barang pribadi.

Tudingan Serius Terhadap Kapolsek Cidahu: Provokasi atau Meredam Ketegangan?

Di tengah insiden yang kacau balau itu, muncul rekaman video yang menampilkan Kapolsek Cidahu, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Endang Slamet, sedang berbicara di hadapan massa. Pernyataan-pernyataan yang terlontar dari sang Kapolsek inilah yang kini menjadi sumber kontroversi dan menuai tudingan serius.

Suara dari Korban dan Kuasa Hukum

Pada Senin, 14 Juli 2025, kuasa hukum korban pembubaran retret pelajar Kristen, Subadria Nuka dan Stein Siahaan, mendatangi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri. Mereka melaporkan AKP Endang Slamet atas dugaan penyalahgunaan wewenang melalui tindakan pembiaran dan penyampaian pernyataan yang bersifat provokatif.

Menurut Subadria Nuka, video yang beredar menunjukkan Endang Slamet menyampaikan pernyataan yang “memancing dan memanasi masyarakat”. Salah satu kutipan yang disoroti adalah:

“Bahwa tempat ini telah digunakan oleh luar agama kita.”

Nuka menilai ucapan tersebut justru “memancing, memanasi masyarakat sehingga masyarakat makin chaos (kacau).” Ia juga menyoroti pernyataan Endang yang mengklaim akan menutup rumah tempat retret itu “atas nama undang-undang.”

“Menurut kami, diduga Kapolsek AKP Endang Slamet diduga tidak profesional dan tidak netral dalam pembubaran,” tegas Nuka. Kuasa hukum berpendapat, seharusnya seorang Kapolsek dapat mengayomi, mendinginkan suasana, atau bahkan menghadang pembubaran, namun yang terjadi justru sebaliknya. Pernyataan Kapolsek yang menyebut akan menutup lokasi retret juga dinilai bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin konstitusi Indonesia.

Klarifikasi dan Tanggapan dari Pihak Kepolisian

Menanggapi tudingan ini, Kapolres Sukabumi AKBP Samian memberikan klarifikasi. Menurutnya, pernyataan Kapolsek Cidahu saat itu bertujuan untuk meredam ketegangan dan mendorong massa agar segera membubarkan diri. “Jadi agar masyarakat paham dan mau pulang, tujuannya itu sebenarnya bagaimana masyarakat pulang terus menyerahkan semuanya kepada aparat,” jelas Samian.

AKBP Samian juga mengakui bahwa pernyataan Kapolsek bisa saja menimbulkan “multitafsir karena salah ucap.” Ia menambahkan bahwa kepolisian akan melakukan klarifikasi terkait profesionalisme Endang Slamet mengikuti mekanisme yang berlaku. Senada, Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menyatakan bahwa tidak ada penutupan rumah singgah seperti yang disebut dalam pernyataan Kapolsek yang terekam di video. Pihak Polda Jabar saat ini tengah mengevaluasi kinerja Kapolsek Cidahu terkait pernyataan tersebut.

Dampak dan Tindak Lanjut Kasus Ini

Insiden pembubaran retret pelajar Kristen ini telah menimbulkan dampak yang signifikan. Para pelajar peserta retret dilaporkan mengalami trauma psikologis yang mendalam. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun menyesalkan dan mengecam tindakan pembubaran yang disertai perusakan tersebut, menekankan bahwa setiap warga negara berhak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Komnas HAM akan memantau langsung kasus ini dan mendorong aparat penegak hukum untuk bertindak tegas.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga mengecam keras insiden ini sebagai pelanggaran HAM dan konstitusi. PGI menyoroti lemahnya respons aparat dan pimpinan masyarakat setempat yang seharusnya bisa mencegah konflik.

Saat ini, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perusakan properti, dan berkas perkara sudah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum. Sementara itu, laporan terhadap Kapolsek Cidahu ke Divisi Propam Mabes Polri masih dalam proses. Kapolres Sukabumi menegaskan bahwa kondisi di Cidahu sudah kondusif dan rumah singgah yang rusak telah diperbaiki secara sukarela oleh warga, dibantu dana dari Gubernur Jawa Barat.

Kasus ini menjadi pengingat penting tentang bagaimana kerukunan antarumat beragama harus dijaga, dan peran krusial aparat penegak hukum dalam memastikan kebebasan beribadah serta melindungi hak-hak konstitusional setiap warga negara.


Kata Kunci: korban pembubaran retret pelajar kristen sebut kapolsek, retret pelajar Kristen, pembubaran paksa, Kapolsek Cidahu, AKP Endang Slamet, Divisi Propam Mabes Polri, provokasi massa, tidak profesional, tidak netral, Sukabumi, kebebasan beragama.