Yogyakarta, zekriansyah.com – Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang akrab di telinga kita, terutama saat musim hujan tiba. Tapi tahukah Anda, ada satu provinsi di Indonesia yang terus-menerus menjadi sorotan karena jumlah kasus DBD tertinggi? Ya, provinsi itu adalah Nusa Tenggara Timur, atau yang akrab kita sebut NTT. Ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari tantangan besar yang dihadapi masyarakat dan pemerintah setempat. Mari kita telaah lebih lanjut mengapa NTT selalu berada di garis depan dalam perjuangan melawan nyamuk Aedes aegypti ini.
NTT, Langganan Kasus DBD Setiap Tahun
Mengapa NTT termasuk provinsi jumlah kasus DBD tertinggi? Berdasarkan pernyataan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, seluruh kabupaten/kota di NTT memang tergolong endemik dengue. Artinya, penyakit ini sudah menjadi “tamu” rutin yang datang hampir setiap tahun, seringkali menyebabkan kejadian luar biasa (KLB) serta peningkatan drastis dalam kasus dan angka kematian.
Data menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Dinas Kesehatan Provinsi NTT mencatat, jumlah kasus DBD di NTT mengalami peningkatan signifikan. Dari 2.652 kasus pada tahun 2023, melonjak menjadi 3.844 kasus di tahun 2024, ini berarti kenaikan sekitar 44%. Angka kematian pun tak luput dari peningkatan, dari 15 kasus kematian di tahun 2023 menjadi 25 kematian pada tahun 2024, melonjak sekitar 70%. Bahkan, di awal tahun 2025 saja, hingga pertengahan Februari, sudah tercatat 616 kasus DBD dengan 2 kematian di Kota Kupang.
Jika melihat data dari tahun-tahun sebelumnya, kondisi ini bukan hal baru. Pada Maret 2020, Kementerian Kesehatan bahkan melaporkan bahwa NTT menjadi provinsi dengan korban meninggal akibat DBD paling banyak, mencapai 39 jiwa dari 3.407 kasus. Angka ini terus meningkat hingga 48 jiwa pada April 2020. Sementara itu, pada Januari 2022, terjadi 820 kasus DBD di NTT, meningkat dua kali lipat dibandingkan Januari 2021. Ini menunjukkan bahwa peningkatan kasus DBD adalah pola tahunan yang perlu perhatian serius.
Mengapa NTT Rentan Terhadap DBD?
Ada beberapa faktor yang membuat NTT rentan terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue:
- Faktor Lingkungan: Nyamuk Aedes aegypti sangat suka berkembang biak di genangan air bersih. Musim hujan yang panjang di NTT menyediakan banyak tempat bagi nyamuk untuk bertelur, seperti saluran air yang tersumbat, tumpukan barang bekas, atau bak mandi yang jarang dikuras. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Erlina R. Salmun, menegaskan bahwa DBD adalah penyakit berbasis lingkungan yang sangat erat kaitannya dengan kebersihan.
- Kesadaran Masyarakat: Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, termasuk pengelolaan sampah yang buruk, turut memperparah kondisi. Sampah yang menumpuk dan berserakan bisa menjadi sarang nyamuk yang ideal.
- Keterlambatan Penanganan: Salah satu penyebab tingginya angka kematian akibat DBD di NTT adalah keterlambatan membawa pasien ke fasilitas kesehatan (puskesmas atau rumah sakit). Gejala awal DBD seringkali mirip flu biasa, sehingga banyak yang menyepelekannya hingga kondisi memburuk.
- Kelompok Rentan: Anak-anak, terutama usia 1-14 tahun, menjadi kelompok yang paling banyak terserang DBD. Pada Januari 2022, 76% kasus DBD di NTT menyerang anak-anak. Ini menunjukkan pentingnya peran orang tua dan pihak sekolah dalam edukasi dan pencegahan.
Beberapa kabupaten/kota yang seringkali mencatat kasus tinggi di NTT antara lain Kabupaten Sikka, Kota Kupang, Manggarai Barat, Ngada, Sumba Barat Daya, dan Sumba Tengah. Kabupaten Sikka bahkan pernah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD pada Januari 2020 karena tingginya kasus dan angka kematian di sana.
Berbagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian DBD di NTT
Melihat kondisi ini, berbagai pihak terus berupaya keras untuk menekan penyebaran DBD di NTT. Pencegahan dan pengendalian DBD harus dilakukan melalui strategi yang masif dan kolaboratif, melibatkan semua pemangku kepentingan: pemerintah, masyarakat, lintas sektor, lintas program, serta tenaga kesehatan dari tingkat provinsi hingga desa.
Beberapa upaya yang dilakukan meliputi:
- Gerakan 3M Plus: Ini adalah inti dari pemberantasan sarang nyamuk (PSN).
- Menguras tempat penampungan air (bak mandi, vas bunga, ember).
- Menutup rapat tempat penampungan air.
- Mendaur ulang atau memanfaatkan barang bekas yang bisa menampung air.
- Plus berbagai tindakan tambahan seperti menaburkan bubuk abate, menggunakan kelambu, menanam tanaman pengusir nyamuk, memelihara ikan pemakan jentik, hingga memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
- Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (GPSN): Gerakan ini ditekankan untuk dilakukan sebelum musim penghujan tiba.
- Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J): Program ini digalakkan oleh Kementerian Kesehatan untuk melibatkan peran aktif masyarakat, khususnya anggota keluarga, dalam melakukan PSN 3M Plus di lingkungan rumah dan sekitarnya.
- Kolaborasi dan Edukasi: Dinas Kesehatan Provinsi NTT bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan PT. Takeda Indonesia, untuk mengadakan seminar dan penelitian. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman tenaga kesehatan tentang gejala klinis DBD, manajemen vektor, tata laksana kasus, hingga inovasi pencegahan seperti teknologi nyamuk ber-Wolbachia dan vaksinasi dengue.
- Penguatan Kebijakan: Hasil seminar dan penelitian diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konkret untuk meningkatkan layanan pencegahan dan penanganan kasus DBD, serta menurunkan angka kematian.
Mari Bersama Perangi DBD di NTT!
Nusa Tenggara Timur memang menghadapi tantangan besar dalam mengendalikan Demam Berdarah Dengue. Namun, dengan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan cara penularannya, serta partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, kita bisa bersama-sama mengurangi dampaknya.
Mari kita wujudkan NTT yang lebih sehat. Mulailah dari lingkungan terdekat kita, pastikan tidak ada sarang nyamuk di rumah, dan sebarkan informasi penting ini kepada keluarga dan tetangga. Dengan sinergi dan komitmen bersama, kita bisa menekan angka kasus DBD di NTT dan melindungi generasi penerus dari ancaman penyakit ini. Ayo Bangun NTT yang bebas dengue!