Yogyakarta, zekriansyah.com – Halo, Sobat Sehat! Pernahkah Anda mendengar tentang penyakit Tuberkulosis (TBC)? Mungkin terdengar klasik, tapi jangan salah, TBC di Manokwari masih menjadi ancaman serius yang butuh perhatian kita semua. Bayangkan, hingga Juli 2025, Dinas Kesehatan Manokwari mencatat adanya 550 penemuan kasus baru TBC, dan yang lebih mengkhawatirkan, beberapa di antaranya sudah menunjukkan resistensi terhadap obat. Ini bukan sekadar angka, tapi cerminan kondisi kesehatan yang perlu kita pahami bersama.
Mengapa angka ini penting bagi Anda? Karena TBC adalah penyakit menular yang bisa menyerang siapa saja, di mana saja. Memahami situasi ini di Manokwari tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga bisa mendorong kita untuk lebih peduli pada kesehatan diri dan lingkungan sekitar. Mari kita telaah lebih dalam.
Angka Terbaru dan Kekhawatiran Resisten Obat di Manokwari
Data terbaru dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Manokwari menunjukkan bahwa jumlah kasus baru Tuberkulosis yang ditemukan hingga Juli 2025 mencapai 550 kasus. Angka ini tentu menjadi sorotan tajam dan peringatan serius bagi upaya eliminasi TBC di wilayah tersebut. Plt Kepala Dinkes Manokwari, Marthen Rantetampang, tak menampik bahwa prevalensi TBC di Manokwari masih tergolong tinggi.
“Menurut saya, TBC di Manokwari masih tergolong tinggi. Ini penyakit yang kerap dianggap biasa, padahal dampaknya luar biasa. Kami menemukan pasien TBC yang sudah menunjukkan resisten obat,” ujar Marthen.
Apa artinya resisten obat? Ini berarti bakteri TBC dalam tubuh pasien sudah kebal terhadap obat standar, membuat pengobatan menjadi jauh lebih kompleks dan memakan waktu lebih lama. Bayangkan, jika TBC sensitif obat (TBC-SO) membutuhkan pengobatan sekitar enam bulan, TBC resisten obat (TBC-RO) bisa memerlukan waktu 6 hingga 24 bulan! Jika pasien menghentikan pengobatan di tengah jalan, risiko resistensi obat ini justru meningkat drastis.
Dari 550 penemuan kasus baru TBC tersebut, 504 pasien sedang menjalani pengobatan. Rinciannya adalah 479 pasien TBC-SO dan 25 pasien TBC-RO. Meskipun angka ini menunjukkan kerja keras petugas kesehatan dalam pelacakan, adanya kasus resisten obat tetap menjadi tantangan besar.
Peran Penting Deteksi Dini dan Pengobatan Tuntas
Deteksi dini adalah kunci dalam memerangi TBC. Penanggung Jawab Program TBC Dinas Kesehatan Manokwari, Sri Hartarti, menjelaskan bahwa penemuan kasus baru ini merupakan bagian dari strategi nasional eliminasi TBC tahun 2030. Strategi ini menekankan pentingnya mendeteksi sebanyak mungkin kasus sejak awal untuk memutus rantai penularan.
“Jika kita bisa menangkap semua sekarang, pada tahun 2030, jumlah kasus akan menurun signifikan,” kata Sri.
Dinkes Manokwari juga telah menerapkan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis aplikasi. Ini memungkinkan pemantauan yang lebih baik terhadap pasien, bahkan jika mereka berpindah fasilitas kesehatan. Namun, kesadaran pasien untuk menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran tenaga kesehatan tetap menjadi faktor krusial. Pasien yang putus obat tidak hanya berisiko resisten, tetapi juga bisa kembali menularkan penyakit kepada orang lain.
Gambaran Lebih Luas: Kondisi TBC di Papua Barat dan Target Nasional
Melihat dari skala yang lebih luas, Provinsi Papua Barat sendiri mencatat pencapaian yang cukup baik dalam penemuan kasus TBC secara nasional. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2024, Papua Barat menempati peringkat keempat dari 38 provinsi, dengan cakupan penemuan kasus mencapai 90,71%. Sebanyak 2.957 pasien telah diperiksa, dengan 2.869 di antaranya terdiagnosis TBC sensitif obat dan 88 kasus TBC resisten obat.
Namun, Kepala Dinas Kesehatan Papua Barat, dr. Alwan, mengakui bahwa tantangan terbesar masih ada pada tingkat keberhasilan pengobatan atau success rate. Angka kesembuhan pasien TBC di Papua Barat baru mencapai 11,4%. Artinya, banyak pasien yang belum tuntas menjalani pengobatan, atau dinyatakan sembuh secara laboratorium.
Sebagai perbandingan, prevalensi TBC di Manokwari saat ini masih berada di angka 500 per 100.000 penduduk. Angka ini masih jauh dari target nasional sebesar 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030. Di kabupaten lain seperti Teluk Bintuni, pada tahun 2023 saja tercatat 415 pasien TBC, dengan 87 pasien di antaranya putus pengobatan karena berbagai faktor, termasuk biaya transportasi.
Bersama Melawan TBC: Peran Komunitas dan Kolaborasi Multisektor
Mengingat kompleksitas masalah TBC, upaya eliminasi tidak bisa hanya dibebankan pada sektor kesehatan saja. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor serta kesadaran penuh dari masyarakat.
Berikut beberapa langkah yang perlu terus diperkuat:
- Edukasi dan Sosialisasi: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang TBC, gejala, penularan, dan pentingnya pengobatan tuntas. Melibatkan tokoh agama, adat, dan masyarakat sangat penting untuk pendekatan kultural.
- Deteksi Dini Aktif: Puskesmas dan rumah sakit perlu terus aktif melakukan pelacakan kasus, baik secara pasif (melalui poliklinik) maupun aktif (turun langsung ke masyarakat).
- Dukungan Pasien: Memberikan pendampingan dan dukungan agar pasien disiplin minum obat hingga tuntas, serta mengatasi hambatan seperti biaya transportasi atau stigma.
- Gerakan Bersama: Menggaungkan semangat “Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis (GIAT)” dan jargon TOSS TBC (Temukan TBC, Obati, Sampai Sembuh!).
Penyakit ini tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga sosial, psikologis, dan ekonomi. Oleh karena itu, menghilangkan stigma terhadap pasien TBC juga sangat penting agar mereka tidak takut untuk memeriksakan diri dan menjalani pengobatan.
Kesimpulan
550 penemuan kasus baru TBC di Manokwari hingga Juli 2025, ditambah adanya kasus resisten obat, adalah pengingat bahwa perjalanan menuju eliminasi TBC 2030 masih panjang dan penuh tantangan. Meskipun ada penurunan kasus dibanding tahun sebelumnya dan upaya deteksi yang gencar, tingkat keberhasilan pengobatan masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
Mari kita dukung upaya Dinas Kesehatan dan tenaga medis di Manokwari dan seluruh Papua Barat. Dengan kesadaran, kedisiplinan dalam pengobatan, serta kolaborasi dari berbagai pihak, kita bisa mewujudkan Indonesia bebas TBC. Ingat, TBC bisa disembuhkan asalkan diobati secara tuntas!