Yogyakarta, zekriansyah.com – Halo, warga Jakarta! Pernahkah Anda mendengar tentang stunting? Ini bukan sekadar masalah berat badan kurang pada anak, melainkan kondisi serius yang menghambat tumbuh kembang anak secara permanen akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupannya. Kondisi ini bisa berdampak jangka panjang pada kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan.
Belakangan ini, ada kabar yang cukup mengkhawatirkan dari Ibu Kota. Angka stunting di Jakarta justru menunjukkan tren kenaikan dalam dua tahun terakhir. Padahal, kita tahu berbagai upaya sudah digencarkan. Mari kita telusuri lebih dalam mengapa hal ini bisa terjadi dan langkah-langkah apa yang sedang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Mengapa Angka Stunting di Jakarta Justru Naik?
Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dari Kementerian Kesehatan, prevalensi stunting di Jakarta mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Tahun | Prevalensi Stunting (SSGI) |
---|---|
2022 | 14,8% |
2024 | 17,2% |
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina, menyoroti peningkatan ini sebagai “permasalahan serius yang harus ditangani secepatnya oleh Pemprov DKI.” Kenaikan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar, terutama mengingat berbagai program dan anggaran yang telah dialokasikan.
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana, bahkan mempertanyakan efektivitas program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang dianggarkan Pemprov DKI sebesar Rp 49,3 miliar, dengan alokasi Rp 10 ribu per balita per bulan. Ia merasa ironis bahwa dengan anggaran sebesar itu, angka stunting Jakarta naik.
Lebih Dalam: Faktor-Faktor Penyebab Stunting di Ibu Kota
Ternyata, masalah stunting tidak berdiri sendiri. Banyak faktor yang saling beririsan dan berkontribusi pada kondisi ini, terutama di kota besar seperti Jakarta. Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati, menjelaskan bahwa kasus stunting di Jakarta disebabkan oleh multifaktor, antara lain:
- Biaya Hidup Tinggi: Di Jakarta, biaya hidup yang tinggi seringkali memaksa keluarga untuk menghemat pengeluaran, termasuk untuk makanan. Akibatnya, makanan yang dikonsumsi cenderung rendah nutrisi.
- Pengetahuan Gizi Rendah: Masih banyak ibu yang kurang memahami pentingnya gizi seimbang dan kesehatan anak.
- Sanitasi dan Air Bersih: Akses yang tak memadai terhadap sanitasi dan air bersih meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare, yang dapat menghambat penyerapan nutrisi pada anak.
- Polusi Lingkungan: Polusi udara, air, dan lingkungan dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh anak, menyebabkan masalah kesehatan kronis.
- Permukiman Kumuh dan Migrasi: Urbanisasi yang tinggi menciptakan permukiman padat dan kumuh. Penduduk migran seringkali tidak memiliki akses layanan kesehatan yang memadai dan tinggal dalam kondisi yang tidak mendukung tumbuh kembang anak.
Peneliti kesehatan lingkungan dari Griffith University, Dicky Budiman, dan pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Iqbal Mochtar, sepakat bahwa stunting bukanlah hanya masalah kesehatan, melainkan masalah multisektoral yang melibatkan banyak dimensi sosial dan ekonomi.
Upaya Pemprov DKI Jakarta dalam Penanganan Stunting
Meskipun angka stunting Jakarta naik, Pemprov DKI Jakarta tidak tinggal diam. Berbagai upaya terus dilakukan untuk menekan angka ini, dengan target ambisius untuk tidak ada kasus stunting baru pada tahun 2024 dan mencapai prevalensi 14% sesuai target nasional.
Beberapa program dan inisiatif yang digencarkan meliputi:
- Gerakan Jakarta Beraksi: Program ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari swasta, TNI, Polri, hingga dunia pendidikan, untuk bergerak bersama dalam percepatan pengentasan stunting.
- Pemberian Makanan Tambahan (PMT): Dinas Kesehatan DKI melakukan “Active Case Finding” untuk menemukan kasus anak bermasalah gizi dan memberikan PMT berupa telur dan susu yang kaya protein hewani.
- “Go Tuntas” di Jakarta Selatan: Walikota Jakarta Selatan bahkan menggalakkan program Gerakan Orang Tua Asuh Anak Stunting (Go Tuntas), di mana pejabat Pemprov DKI diwajibkan mengasuh anak stunting dengan memberikan uang tunai untuk pemenuhan gizi.
- Pemanfaatan Anggaran: Pada APBD Perubahan 2023, Pemprov DKI menerima tambahan dana transfer dari pemerintah pusat, di mana Rp 7,36 miliar di antaranya dialokasikan khusus untuk penurunan angka stunting di Jakarta. Hal ini menunjukkan pengakuan pemerintah pusat atas upaya yang telah dilakukan DKI, meskipun tantangan masih besar.
- Penguatan Posyandu dan Puskesmas: Fungsi Posyandu sebagai tempat skrining awal, pemantauan pertumbuhan, dan PMT terus diperkuat. Balita yang teridentifikasi stunting juga diupayakan untuk dirujuk ke RSUD agar ditangani dokter spesialis anak.
- Situs Web Stunting: Pemprov DKI juga memfasilitasi pembuatan website stunting.jakarta.go.id sebagai dashboard stunting untuk pemantauan.
Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, melaporkan bahwa dari 22 ribu kasus stunting di Jakarta pada tahun 2023, sebanyak 9 ribu kasus di antaranya sudah dituntaskan. Ini menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan ada yang berhasil. Data dari Dinas Kesehatan DKI juga menunjukkan bahwa hingga November 2023, 19,64% balita yang stunting berhasil “lulus stunting” setelah intervensi.
Tantangan dan Rekomendasi dari Berbagai Pihak
Kenaikan angka stunting Jakarta ini memicu berbagai masukan dan rekomendasi dari berbagai pihak:
- Kaji Ulang Kepgub 1337/2016: Anggota DPRD Elva Farhi Qolbina mendesak Dinas Kesehatan untuk mengkaji ulang Keputusan Gubernur Nomor 1337 Tahun 2016 terkait jenis pangan dan kebutuhan kalori dalam program PMT, serta penghitungan ulang anggarannya agar lebih tepat sasaran.
- Evaluasi Subsidi PMT: Anggota Banggar DPRD DKI, Israyani, menyoroti besaran subsidi PMT sebesar Rp 10.000 per porsi yang dinilai perlu dievaluasi.
- Fokus 1.000 Hari Pertama Kehidupan: Pentingnya fokus pada pengasuhan di 1.000 hari pertama kehidupan anak sebagai periode emas untuk perkembangan otak dan fisik.
- Peningkatan Anggaran dan Sinergi: Anggota DPRD Basri Baco mendorong peningkatan anggaran khusus stunting dan sinergi lintas SKPD untuk pemerataan PMT dan vitamin.
- Atasi Akar Masalah: William Aditya Sarana mendesak Pemprov DKI untuk mengatasi masalah kualitas air bersih dan sanitasi yang buruk, karena anggaran PMT sebesar apapun akan percuma jika faktor lingkungan tidak diperbaiki.
- Literasi Gizi: Para ahli juga menekankan pentingnya sosialisasi dan literasi gizi dalam keluarga, karena pengetahuan yang kurang sering memperburuk kondisi stunting.
Pentingnya Penanganan Stunting untuk Jakarta sebagai Kota Global
Upaya Jakarta meraih status kota global tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusianya. Peneliti Dicky Budiman menegaskan bahwa stunting adalah salah satu indikator kunci kualitas kehidupan dan kesehatan masyarakat. Jika Pemprov DKI berhasil mengatasi stunting, ini akan menunjukkan komitmen pada pembangunan manusia yang berkelanjutan, sejalan dengan visi Jakarta sebagai kota global yang maju dan sejahtera.
Kesimpulan
Kenaikan angka stunting Jakarta dalam beberapa tahun terakhir adalah alarm bagi kita semua. Meskipun Pemprov DKI telah melakukan berbagai upaya, data menunjukkan bahwa tantangan masih besar dan perlu evaluasi mendalam. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
Dengan kolaborasi multisektoral, peningkatan efektivitas program, alokasi anggaran yang tepat sasaran, serta edukasi gizi yang masif, kita berharap prevalensi stunting di DKI Jakarta dapat segera ditekan. Mari bersama-sama wujudkan generasi muda Jakarta yang sehat, cerdas, dan bebas stunting demi masa depan Ibu Kota yang lebih baik!
FAQ
Tanya: Apa itu stunting dan mengapa ini menjadi masalah serius?
Jawab: Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, yang dapat menghambat perkembangan fisik dan kognitif permanen.
Tanya: Berapa angka prevalensi stunting di Jakarta berdasarkan data terbaru?
Jawab: Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, prevalensi stunting di Jakarta tercatat sebesar 17,2%.
Tanya: Siapa saja yang menyoroti kenaikan angka stunting di Jakarta?
Jawab: Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina, dan Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, William Aditya Sarana, menyoroti peningkatan angka stunting ini.