Tragedi mengerikan kembali mengguncang Jombang. Seorang istri berinisial FP (47) tega menghabisi nyawa suami sirinya, LK (44/45), dan menyimpan jasadnya di rumah kontrakan selama 42 hari. Motif di balik perbuatan keji ini terungkap: FP mengaku sudah lelah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya bertahun-tahun.
Kisah pilu dari Dusun Karangtengah, Desa Johowinong, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang ini menjadi pengingat betapa seriusnya dampak KDRT yang tersembunyi. Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi kejadian, motif di baliknya, hingga pelajaran penting yang bisa kita ambil dari kasus ini. Mari kita pahami bersama agar kejadian serupa tidak terulang dan kita bisa lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Kronologi Pilu: Dari KDRT Hingga Pembunuhan Terencana
Fauziah Priati Ningsih (FP) dan Lukman Haqim (LK) telah menikah siri sejak tahun 2014. Namun, keharmonisan rumah tangga mereka mulai retak sejak tahun 2019. Sejak saat itu, Lukman disebut kerap melakukan kekerasan fisik maupun verbal terhadap Fauziah.
“Motif terlapor menghabisi korban adalah sakit hati karena terus menjadi korban KDRT. Pelaku sudah sabar bertahun-tahun melayani korban,” ungkap Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Margono Suhendra.
Rasa lelah dan sakit hati yang menumpuk selama bertahun-tahun inilah yang mendorong Fauziah merencanakan pembunuhan. Berikut kronologi tragisnya:
- 11 Mei 2025: Fauziah membeli racun tikus dan potas di sebuah toko pertanian.
- 13 Mei 2025: Fauziah menyiapkan 4 butir potas yang sudah dilarutkan ke dalam air minum yang biasa diminum Lukman setiap pagi.
- 14 Mei 2025:
- Sekitar pukul 08.00 WIB, Lukman meminum air tersebut. Ia langsung bereaksi keracunan hebat dan pingsan.
- Fauziah sempat meminta bantuan seorang teman berinisial SY (51) untuk memindahkan Lukman dari dapur ke kamar. SY tidak curiga karena Fauziah beralasan suaminya sedang mabuk.
- Setelah SY pulang, Fauziah melanjutkan aksinya. Ia mengambil pisau dapur dan menikam dada korban sebanyak dua kali.
- Tak berhenti di situ, ia memukul kepala Lukman dari belakang dengan balok kayu berukuran 4×6 cm, lalu menghantam wajah korban berkali-kali hingga dipastikan tak bernyawa.
Hasil autopsi dokter forensik mengonfirmasi bahwa Lukman tewas akibat pukulan balok kayu di kepala belakang dan dua luka tusuk di dada bawah sebelah kanan. Racun potas hanya menyebabkan korban pingsan.
42 Hari Misteri Terungkap: Upaya Fauziah Menutupi Jejak
Setelah memastikan Lukman tewas, Fauziah berusaha keras menutupi perbuatannya. Ia menutup tubuh korban dengan tikar, kasur, bantal, dan selimut di kamar tidur untuk mengurangi bau busuk. Pintu rumah kontrakan pun dikunci dari luar.
Selama kurang lebih satu minggu, Fauziah masih tinggal bersama jasad suaminya di rumah kontrakan tersebut. Ketika tetangga mulai mencium bau busuk yang menyengat, Fauziah punya alibi yang cukup rapi:
“Dia ngomongnya selalu bau dari bangkai tikus,” ujar Mudiono, salah seorang tetangga. Fauziah beralasan ia baru saja meracuni tikus dan banyak tikus yang mati. Ia bahkan sempat membeli racun tikus lagi untuk menguatkan alibinya.
Kepada keluarga korban, Fauziah berdalih Lukman sedang bekerja di Palembang. Ia juga membakar botol air minum bekas racun dan membuang sisa potas untuk menghilangkan barang bukti. Tiga hari setelah pembunuhan, ia bahkan menjual semua perabotan rumah kontrakan tanpa ada yang curiga.
Meski demikian, Fauziah akhirnya tidak tahan dengan bau busuk mayat dan pindah ke rumah saudaranya di Desa Carangrejo. Namun, ia beberapa kali masih mengunjungi rumah kontrakan tersebut untuk memantau situasi.
Mengapa Fauziah Akhirnya Menyerahkan Diri?
Setelah 42 hari menyimpan rahasia kelam tersebut, Fauziah akhirnya menyerahkan diri ke Polres Jombang pada Rabu (25/6/2025) pagi. Pengakuannya sontak mengejutkan banyak pihak, terutama para tetangga yang mengenal pasangan ini biasa saja dan tak pernah mendengar keributan.
Lantas, apa yang membuat Fauziah akhirnya menyerah? Kasat Reskrim Polres Jombang AKP Margono Suhendra menjelaskan beberapa alasannya:
- Penyesalan Mendalam: Fauziah merasa sangat menyesal atas perbuatannya dan dihantui perasaan bersalah setiap hari.
- Kesadaran Tak Bisa Berbohong Selamanya: Ia menyadari bahwa kejahatannya pasti akan terungkap cepat atau lambat.
- Ketakutan: Rasa takut yang terus-menerus menghantui akhirnya mendorongnya untuk mengakui semua perbuatannya kepada polisi.
“Dia (Fauziah) merasa menyesal sehingga dengan sadar datang ke Polres Jombang untuk menyerahkan diri,” jelas Margono.
Kini, Fauziah harus mendekam di sel tahanan. Ia dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana subsider Pasal 338 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal mati atau seumur hidup.
Refleksi Kasus Jombang: Bahaya KDRT dan Pentingnya Bantuan
Kasus Fauziah dan Lukman di Jombang adalah pengingat yang getir bahwa kekerasan dalam rumah tangga bisa berujung pada tragedi memilukan jika dibiarkan terus-menerus. KDRT sering kali terjadi di balik pintu tertutup, tanpa disadari oleh lingkungan sekitar.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa korban KDRT, seperti yang dialami Fauziah, bisa merasa tertekan, terisolasi, dan putus asa hingga melakukan tindakan ekstrem. Lingkungan yang tidak mendukung atau kurangnya akses terhadap bantuan bisa memperparah situasi.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya:
- Mengenali tanda-tanda KDRT: Tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga verbal, emosional, hingga ekonomi.
- Keberanian melaporkan: Bagi korban, mencari bantuan dari pihak berwenang atau lembaga perlindungan adalah langkah krusial.
- Dukungan lingkungan: Tetangga, keluarga, dan teman memiliki peran penting untuk peka dan menawarkan bantuan jika mencurigai adanya KDRT.
Semoga tragedi ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua untuk lebih peduli dan berani bertindak jika mengetahui atau mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Jangan biarkan rasa lelah dan sakit hati berujung pada hal yang tidak diinginkan. Ada banyak pihak yang siap membantu, jangan ragu untuk mencari pertolongan.