Jerat Keadilan di Balik Gemerlap Dapur: Bagaimana Kasus Finalis MasterChef Malaysia Bunuh ART Indonesia Terungkap?

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Kriminal

Kasus pembunuhan Asisten Rumah Tangga (ART) asal Indonesia, Nur Afiyah Daeng Damin, yang melibatkan Etiqah Siti Noorashikeen Mohd Sulong, mantan finalis MasterChef Malaysia, dan mantan suaminya, Mohammad Ambree Yunos, telah mengguncang publik di Malaysia dan Indonesia. Insiden tragis ini, yang berujung pada vonis 34 tahun penjara bagi kedua pelaku, bukan sekadar berita kriminal biasa; ia adalah cerminan kompleksitas perlindungan pekerja migran dan sisi gelap kemanusiaan yang tersembunyi di balik citra publik. Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana kasus finalis masterchef malaysia bunuh art indonesia terungkap, menelusuri kronologi kejadian, bukti-bukti kunci, perjalanan hukum, hingga implikasinya yang lebih luas bagi kita semua.

Jerat Keadilan di Balik Gemerlap Dapur: Bagaimana Kasus Finalis MasterChef Malaysia Bunuh ART Indonesia Terungkap?

Baca juga: Di Balik Jeruji Besi: Mengurai Tragedi Pembunuhan ART oleh Eks Finalis MasterChef Malaysia

Awal Mula Tragedi: Penemuan Jasad dan Klaim Palsu yang Mencurigakan

Tragedi memilukan ini bermula antara tanggal 8 hingga 11 Desember 2021, ketika jasad Nur Afiyah Daeng Damin, seorang wanita berusia 28 tahun yang bekerja sebagai ART, ditemukan tak bernyawa di apartemen Amber Tower, Lido Avenue, Penampang, Sabah. Apartemen tersebut adalah kediaman majikannya, Etiqah Siti Noorashikeen Mohd Sulong dan Mohammad Ambree Yunos.

Pada mulanya, pasangan Etiqah dan Ambree mencoba mengecoh pihak berwenang dengan klaim bahwa mereka menemukan Nur Afiyah dalam kondisi tidak sadar setelah kembali dari liburan di Kundasang. Laporan awal ini, yang disampaikan kepada polisi, mengesankan seolah-olah kematian Nur Afiyah adalah insiden tak terduga atau kecelakaan. Namun, kejanggalan dalam cerita mereka segera tercium oleh aparat penegak hukum.

Penyelidikan awal dan laporan forensik mendapati adanya luka-luka mencurigakan pada tubuh korban yang tidak mungkin disebabkan oleh kecelakaan biasa. Kecurigaan ini menguatkan dugaan adanya kekerasan. Berdasarkan temuan awal ini, Etiqah dan Ambree ditahan oleh pihak berwenang pada 14 Desember 2021, hanya beberapa hari setelah jasad Nur Afiyah ditemukan. Penahanan ini menjadi titik balik penting yang mulai membuka tabir kejahatan yang mengerikan. Meskipun sempat dibebaskan dengan jaminan pada 21 Desember 2021, penahanan kembali mereka tak terhindarkan seiring dengan terkumpulnya bukti yang lebih kuat.

Misteri Terkuak: Hasil Autopsi dan Bukti Tak Terbantahkan

Kunci utama terkuaknya kejahatan sadis ini terletak pada hasil autopsi yang dilakukan oleh dr. Norhayati Jaffar dari Rumah Sakit Queen Elizabeth pada 16 Desember 2021. Pemeriksaan pasca-kematian tersebut secara gamblang mengungkap tingkat penyiksaan parah yang dialami Nur Afiyah sebelum meninggal dunia. Temuan forensik mencatat detail luka yang mengerikan:

  • Delapan luka jaringan lunak di bagian dalam mulut dan bibir.
  • Trauma parah pada enam gigi depan, dengan beberapa gigi, termasuk gigi insisivus kiri, tampak seperti dicabut paksa menggunakan alat non-medis, seperti tang.
  • Tingkat rasa sakit yang dialami korban digambarkan mencapai “10 dari 10”, dan diyakini dilakukan tanpa anestesi.
  • Luka-luka tersebut terbilang segar, mengindikasikan bahwa penyiksaan terjadi dalam waktu yang sangat dekat dengan kematiannya.

Bukti medis ini, ditambah dengan keterangan saksi, menunjukkan bahwa Nur Afiyah menderita luka fatal akibat penganiayaan yang disengaja. Wakil Jaksa Penuntut Umum Dacia Jane Romanus menegaskan bahwa luka-luka yang dialami korban bersifat disengaja dan dilakukan bersama-sama, menguatkan dakwaan niat bersama (common intention) antara Etiqah dan Ambree.

Yang lebih mengguncang adalah fakta bahwa kedua pelaku bahkan sempat merekam aksi penyiksaan biadab tersebut dengan ponsel mereka. Bukti video ini menjadi penunjang tak terbantahkan atas kekejaman yang mereka lakukan.

Jejak Brutal Penyiksaan: Pola Kekerasan dan Kondisi Korban

Seiring berjalannya persidangan, fakta-fakta kelam mengenai perlakuan terhadap Nur Afiyah semakin terkuak. Jaksa penuntut umum menyampaikan bahwa korban mengalami penyiksaan setiap hari, sebuah pola kekerasan jangka panjang yang dibuktikan melalui bukti medis dan keterangan saksi. Kekejaman yang dialaminya tidak hanya sebatas fisik, tetapi juga mencakup pelanggaran hak-hak dasarnya sebagai pekerja:

  • Tidak menerima upah selama bekerja.
  • Tidak diberi hak untuk pulang ke kampung halaman.
  • Terjadi berbagai bentuk kekerasan fisik yang sistematis dan terencana.

Kondisi jasad Nur Afiyah saat ditemukan sangat memprihatinkan. Saking parahnya penyiksaan, tubuhnya bahkan tak lagi bisa dikenali oleh suaminya sendiri. Identitas Nur Afiyah hanya dapat dipastikan melalui sebuah gelang yang masih terikat di pergelangan tangannya. Ini adalah gambaran nyata dari tingkat kebrutalan dan dehumanisasi yang dialami oleh korban. Nur Afiyah, seorang wanita muda yang hanya ingin bekerja secara jujur di tengah pandemi untuk menghidupi keluarganya, justru kehilangan nyawa di tempat ia seharusnya menemukan keamanan dan penghidupan.

Perjalanan Hukum Menuju Vonis: Persidangan dan Argumentasi Pembelaan

Dengan bukti yang kuat dan mengerikan, kasus ini resmi masuk ke persidangan pada 29 Desember 2021. Proses hukum yang panjang dan penuh drama berlangsung selama lebih dari dua tahun. Pada 17 November 2022, baik Ambree maupun Etiqah menyatakan tidak bersalah di bawah Pasal 302 KUHP Malaysia, dibaca bersama Pasal 34, yang menyangkut niat bersama.

Selama persidangan pada Juni 2025, kedua terdakwa saling menyalahkan satu sama lain. Jaksa penuntut umum Dacia Jane Romanus mendesak agar hukuman maksimal dijatuhkan, bahkan menuntut hukuman mati, mengingat tingkat kebrutalan tindakan mereka yang “telah mengejutkan negara.”

Di sisi lain, tim pembela mengajukan argumen untuk meringankan hukuman:

  • Pengacara Ambree mengusulkan penjara 30 tahun dengan 4 cambukan, dengan alasan kliennya menyesal dan akan meminta maaf pada keluarga Afiyah.
  • Pengacara Etiqah, Datuk Seri Rakhbir Singh, menyatakan bahwa kliennya memiliki riwayat gangguan kesehatan mental dan masih menjalani pengobatan. Etiqah juga mengaku menyesali tindakannya dan masih harus mengurus anak-anaknya yang masih kecil. Ia juga disebut tidak memiliki catatan kriminal sebelumnya.

Namun, permohonan banding dan argumen pembelaan tersebut ditolak oleh pengadilan. Pada Jumat, 20 Juni 2025, Hakim Lim Hock Leng di Pengadilan Tinggi Kota Kinabalu membacakan putusan yang menyatakan pasangan tersebut bersalah. Hakim menegaskan bahwa “pihak pembela gagal untuk mengajukan keraguan yang wajar. Jaksa penuntut telah berhasil membuktikan bahwa cedera yang dialami korban bersifat disengaja dan dilakukan bersama-sama.”

Vonis yang dijatuhkan adalah hukuman 34 tahun penjara bagi Etiqah Siti Noorashikeen Mohd Sulong (37) dan Mohammad Ambree Yunos (44). Selain hukuman penjara, Ambree juga dikenakan 12 kali cambukan, sementara Etiqah dibebaskan dari hukuman cambukan karena pertimbangan jenis kelaminnya, sesuai aturan Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Malaysia. Meskipun dakwaan awalnya memungkinkan hukuman mati di bawah Pasal 302 KUHP Malaysia, pengadilan memilih menjatuhkan hukuman penjara antara 30 hingga 40 tahun.

Siapa Etiqah Siti Noorashikeen?: Profil di Balik Citra Publik

Etiqah Siti Noorashikeen Mohd Sulong, yang kini dikenal sebagai terpidana kasus pembunuhan, sebelumnya adalah sosok yang cukup dikenal di Malaysia. Ia merupakan mantan finalis MasterChef Malaysia musim kedua pada tahun 2012. Saat itu, Etiqah berusia 24 tahun dan berhasil mencapai 10 besar, bahkan terhenti di perjalanan Top 4, mengesankan banyak orang dengan keahliannya di dapur. Ia digambarkan sebagai lulusan universitas yang menjanjikan dengan gelar pascasarjana di bidang geologi dari Sabah dan juga seorang insinyur di Petronas.

Citra publiknya sebagai koki berbakat dan profesional berbanding terbalik dengan kekejaman yang terungkap dalam kasus ini. Pernikahannya dengan Mohammad Ambree Yunos, seorang kontraktor dan mantan pejabat perusahaan penerbangan, menghasilkan tiga anak. Ironisnya, terungkap pula bahwa Etiqah dan Ambree telah resmi bercerai pada Juli 2024, di tengah proses hukum yang masih berjalan. Profil ini menyoroti bagaimana kekejaman bisa terselubung di balik gemerlap nama dan citra publik.

Debat Kewarganegaraan dan Implikasi Lintas Negara

Salah satu aspek yang sempat menimbulkan kebingungan dan perdebatan dalam kasus ini adalah status kewarganegaraan Nur Afiyah Daeng Damin. Beberapa sumber awal menyebutnya sebagai ART asal Indonesia, sementara sumber lain atau klarifikasi kemudian menunjukkan informasi yang sedikit berbeda.

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, melalui Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia, Judha Nugraha, mengklarifikasi bahwa pada tahun 2022, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kota Kinabalu telah mendapat konfirmasi dari kepolisian dan mahkamah di Kota Kinabalu bahwa Nur Afiyah adalah Warga Negara Malaysia keturunan Bugis. Dengan demikian, Kemlu menegaskan bahwa kewenangan penanganan kasus sepenuhnya berada di tangan otoritas Malaysia, karena yang bersangkutan bukan WNI.

Namun, perlu dicatat bahwa sebagian besar pemberitaan, terutama dari media Indonesia, secara konsisten menyebut Nur Afiyah sebagai ART asal Indonesia, khususnya dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. Terlepas dari perbedaan ini, kasus Nur Afiyah secara luas telah memicu kembali keprihatinan lintas negara mengenai perlindungan pekerja migran, khususnya perempuan, yang kerap menjadi isu sensitif dalam relasi kerja domestik di Asia Tenggara. Tragedi ini menjadi pengingat keras akan kerapuhan posisi pekerja migran dan pentingnya pengawasan serta diplomasi yang lebih kuat untuk menjamin keselamatan mereka.

Refleksi Kasus: Pengingat Pahit Kemanusiaan dan Perlindungan Pekerja Migran

Terkuaknya kasus pembunuhan Nur Afiyah Daeng Damin oleh mantan finalis MasterChef Malaysia ini adalah sebuah narasi yang kompleks, menguak lapisan-lapisan kekejaman, keadilan yang tertunda, dan isu sosial yang mendalam. Dari penemuan jasad yang mencurigakan, autopsi yang mengungkap penyiksaan brutal, hingga perjalanan hukum yang panjang menuju vonis, setiap tahapannya adalah bukti dari upaya keras untuk menegakkan keadilan.

Kasus ini tidak hanya mengejutkan Malaysia dan Indonesia karena keterlibatan seorang figur publik, tetapi juga karena tingkat kebrutalan dan tidak manusiawinya tindakan yang dilakukan. Nur Afiyah adalah simbol dari ribuan pekerja migran yang rentan, yang mencari penghidupan di negeri orang namun justru menghadapi eksploitasi dan kekerasan.

Vonis 34 tahun penjara bagi Etiqah dan Ambree, meski tidak sepenuhnya menghapus luka, setidaknya memberikan sedikit ketenangan bagi keluarga korban dan menegaskan bahwa keadilan, pada akhirnya, akan ditegakkan. Namun, di balik vonis tersebut, ada pertanyaan yang lebih besar yang menggantung: Bagaimana kekuasaan dan popularitas bisa menyembunyikan sisi gelap kemanusiaan? Dan yang terpenting, bagaimana kita dapat mencegah terulangnya tragedi serupa, memastikan bahwa tidak ada lagi Nur Afiyah lainnya yang harus kehilangan nyawa demi mencari nafkah?

Kasus ini adalah pengingat pahit bagi kita semua akan pentingnya empati, pengawasan ketat terhadap hak-hak pekerja migran, dan komitmen berkelanjutan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bermartabat bagi setiap individu, di mana pun mereka berada. Mari kita jadikan kisah ini sebagai pelajaran untuk terus menyuarakan keadilan dan memperkuat perlindungan bagi mereka yang paling rentan.


FAQ

Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban singkat dalam format FAQ untuk artikel tersebut:

  • Apa yang menjadi inti permasalahan dalam kasus ini?

    • Inti permasalahan adalah kematian seorang Asisten Rumah Tangga (ART) asal Indonesia yang diduga dibunuh oleh seorang finalis MasterChef Malaysia.
  • Siapa saja yang terlibat dalam kasus ini?

    • Terlibat adalah finalis MasterChef Malaysia sebagai tersangka, ART asal Indonesia sebagai korban, serta pihak kepolisian dan pengadilan yang menangani kasus ini.
  • Bagaimana kasus ini terungkap?

    • Kasus ini terungkap melalui penyelidikan polisi setelah ditemukannya korban dan bukti-bukti yang mengarah pada tersangka.
  • Apa yang menjadi tantangan dalam mengungkap kasus ini?

    • Tantangan bisa berupa pengumpulan bukti yang kuat, pembuktian motif pembunuhan, dan kemungkinan adanya upaya untuk menutupi kejahatan.
  • **Apa yang bisa dipelajari dari kasus ini

Jerat Keadilan di Balik Gemerlap Dapur: Bagaimana Kasus Finalis MasterChef Malaysia Bunuh ART Indonesia Terungkap? - zekriansyah.com