Dugaan Penganiayaan Atasan Terhadap Brigadir Nurhadi: IPW Desak Polda NTB Usut Tuntas

Dipublikasikan 11 Juli 2025 oleh admin
Kriminal

Kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi, seorang anggota Bidpropam Polda Nusa Tenggara Barat (NTB), terus menjadi sorotan publik. Ditemukan tak bernyawa di kolam Villa Tekek, Gili Trawangan, Lombok Utara, pada 16 April 2025, kematian Brigadir Nurhadi menyisakan banyak pertanyaan. Terlebih, dugaan kuat mengarah pada keterlibatan dua atasannya.

Dugaan Penganiayaan Atasan Terhadap Brigadir Nurhadi: IPW Desak Polda NTB Usut Tuntas

Ilustrasi untuk artikel tentang Dugaan Penganiayaan Atasan Terhadap Brigadir Nurhadi: IPW Desak Polda NTB Usut Tuntas

Indonesia Police Watch (IPW) mendesak keras Polda NTB untuk mengusut tuntas kasus ini dengan transparan dan profesional. Mengapa kasus ini begitu penting untuk diikuti? Karena ia menyoroti akuntabilitas aparat penegak hukum dan komitmen Polri dalam menjaga integritas anggotanya. Mari kita selami lebih dalam fakta-fakta yang terungkap.

Sorotan Tajam IPW: Desakan Usut Tuntas Dua Atasan

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, meyakini bahwa Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra adalah dua perwira yang diduga memiliki peran penting dalam insiden tragis ini. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka bersama seorang wanita berinisial Misri Puspita Sari.

“Sekarang siap pelakunya? Ini tergantung dari keterangan yang ada di sana, tiga orang (tersangka) itu, karena mereka ini sekarang menolak semua (mengakui penganiayaan),” kata Sugeng kepada detikBali.

IPW juga menyoroti gerak-gerik mencurigakan Ipda Haris Chandra dan menduga kuat keterlibatan kedua perwira tersebut. Misri Puspita Sari, yang berprofesi sebagai pemandu karaoke (LC), disebut sebagai saksi kunci yang keterangannya harus digali secara mendalam.

IPW menekankan pentingnya penyelidikan secara ilmiah (scientific crime investigation). Mereka meminta penyidik untuk tidak lengah dan setengah hati dalam menelisik bukti, termasuk rekaman CCTV di sekitar Villa Tekek yang bisa menjadi petunjuk penting.

Peran Kompolnas dan Komitmen Kapolri

Kasus kematian Brigadir Nurhadi tak luput dari perhatian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Ketua Harian Kompolnas, Arief Wicaksono Sudiutomo, memastikan bahwa pihaknya telah mendatangi Polda NTB untuk mengawasi penanganan kasus ini.

“Jadi, banyak hal yang kami temukan. Kami mendengarkan keterangan dari saksi ahli dari kedokteran, forensik penyebab kematian (Brigadir Nurhadi),” ujar Arief. Temuan Kompolnas ini diharapkan dapat memperkuat alat bukti yang sah untuk penetapan tersangka dan proses hukum selanjutnya. Arief juga menegaskan tidak ada rekayasa atau intervensi dalam proses penyidikan, meskipun dua tersangka adalah anggota polisi aktif.

Tak hanya itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga angkat bicara. Ia memastikan akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melanggar. “Apabila terbukti, proses, pecat, dipidanakan,” tegas Kapolri, menunjukkan komitmen Polri dalam memberantas oknum yang mencoreng nama baik institusi. Dua perwira polisi tersebut bahkan telah dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) atau pemecatan sebelum berstatus tersangka secara pidana.

Bukti Autopsi dan Status Hukum Tersangka

Peristiwa ini bermula dari pesta di sebuah vila privat. Brigadir Nurhadi, Kompol Yogi, Ipda Haris, seorang wanita berinisial M (Misri), dan satu saksi lain berinisial P, berada di lokasi kejadian. Pihak keluarga yang mencurigai kematian Nurhadi tidak wajar, mendorong dilakukannya ekshumasi atau pembongkaran makam untuk autopsi pada 1 Mei 2025.

Hasil autopsi dokter forensik sangat mengejutkan: ditemukan patah tulang lidah korban yang diduga kuat akibat cekikan. Selain itu, ada luka memar di kepala, leher, wajah, serta bercak darah, dan cairan air kolam di organ dalam tubuh, mengindikasikan kematian terjadi dalam keadaan pingsan yang disertai penganiayaan.

Saat ini, tiga tersangka, yakni Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Ipda Haris Chandra, dan Misri Puspita Sari, telah ditahan di Rutan Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Dittahti) Polda NTB. Mereka dijerat dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian dan/atau Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian, serta Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang turut serta. Penyidik juga mendalami kemungkinan penerapan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Menanti Keadilan dalam Kasus Brigadir Nurhadi

Kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi adalah ujian bagi transparansi dan akuntabilitas institusi Polri. Desakan dari IPW, pengawasan dari Kompolnas, dan komitmen tegas Kapolri menunjukkan bahwa kasus ini tidak akan dibiarkan begitu saja. Kita semua berharap agar kebenaran segera terungkap, para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal, dan keadilan dapat ditegakkan. Mari terus ikuti perkembangan kasus ini untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang menyalahgunakan wewenang dan mencoreng nama baik aparat penegak hukum.