Yogyakarta, zekriansyah.com – Siapa sangka, sebuah konser musik bisa memicu perbincangan hangat di mana-mana? Baru-baru ini, nama grup musik Hindia dan Kota Tasikmalaya menjadi sorotan utama. Pasalnya, rencana penampilan Hindia di festival musik “Ruang Bermusik” di Tasikmalaya mendadak jadi buah bibir karena mendapat penolakan keras dari sejumlah pihak. Di tengah keramaian ini, muncul suara bijak dari Wakil Wali Kota Tasikmalaya sekaligus artis senior, Dicky Chandra, yang berharap adanya solusi win-win solution. Namun, bagaimana kelanjutan kisahnya? Mari kita kupas tuntas polemik ini.
Dicky Chandra mencari solusi damai pasca pembatalan konser Hindia di Tasikmalaya akibat polemik simbol kontroversial.
Artikel ini akan membawa Anda memahami duduk perkara penolakan konser Hindia, bagaimana Dicky Chandra mencoba menengahi, dan akhirnya, apa keputusan yang diambil. Anda akan mendapatkan gambaran jelas tentang dinamika antara kreativitas seni dan norma sosial yang berlaku.
Kenapa Konser Hindia Jadi Sorotan di Tasikmalaya?
Festival musik “Ruang Bermusik” yang seharusnya digelar di Lanud Wiriadinata, Tasikmalaya, pada 19-20 Juli 2025, memang sudah lama dinanti. Deretan nama besar seperti Nadin Amizah, Maliq & D’Essentials, hingga Hindia dijadwalkan akan memeriahkan acara. Namun, euforia itu sedikit terganggu dengan munculnya penolakan konser Hindia dari beberapa organisasi masyarakat (ormas) di Tasikmalaya, salah satunya Al Mumtaz.
Tudingan “Melenceng” dari Norma Agama
Pangkal permasalahannya cukup sensitif. Menurut Ustaz Hilmi Afwan, Ketua Al Mumtaz Kota Tasikmalaya, grup musik Hindia dianggap “melenceng” dari nilai-nilai syariat Islam. Tudingan ini berpusat pada dugaan keterkaitan Hindia dengan simbol-simbol dan ajaran yang diidentifikasi sebagai “satanic,” seperti simbol Dajjal dan Baphomet. Isu ini dengan cepat menyebar dan memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama terkait dampak pada generasi muda.
Peran Dicky Chandra: Mencari Jalan Tengah
Sebagai figur publik yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Dicky Chandra tentu tak tinggal diam melihat polemik ini. Ia mencoba menjembatani dua kutub yang berseberangan, yaitu antara pihak ormas yang khawatir dan pihak penyelenggara (EO) serta musisi yang ingin berekspresi.
Dalam pernyataannya, Dicky Chandra minta win-win solution. Ia berharap ada keputusan terbaik yang bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Ia juga menekankan pentingnya menjaga citra Kota Tasikmalaya, namun di sisi lain, ia juga ingin ruang kreasi tetap terbuka.
Antara Citra Kota dan Kreativitas Seniman
Dicky Chandra memahami bahwa situasi ini memang pelik. “Ini jadi pelik. Di satu sisi kita harus melindungi image kota Tasik, di sisi lain juga harus mengikuti kesepakatan atau aturan yang sudah dibuat,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa ormas tidak anti-konser, melainkan lebih peduli pada moral generasi bangsa. Di sisi lain, ia juga yakin bahwa teman-teman EO tidak memiliki niat buruk, apalagi Hindia sendiri sebelumnya pernah tampil di Tasikmalaya tanpa masalah.
Ia juga menyoroti pentingnya komunikasi yang lebih baik antara penyelenggara acara dan masyarakat. “Mohon diselesaikan dengan kepala dingin, bahwasanya tidak ada niat buruk dari dua belah pihak, tinggal menemukan solusi yang terbaik,” tambah Dicky.
Keputusan Akhir: Konser Hindia Batal Manggung
Setelah serangkaian diskusi dan rapat yang melibatkan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI), PCNU, Muhammadiyah, tokoh agama, organisasi Islam, perwakilan Al-Mumtaz, serta pihak penyelenggara konser, akhirnya ada kejelasan. Kewenangan penuh atas izin konser ini berada di tangan Polda Jawa Barat.
Dan pada akhirnya, kabar terbaru mengonfirmasi bahwa konser Hindia di Tasikmalaya dibatalkan. Keputusan ini menjadi penutup dari polemik konser musik yang sempat menghebohkan.
Pelajaran dari Sebuah Polemik
Peristiwa ini menjadi cerminan bahwa dalam setiap acara publik, khususnya yang melibatkan seni dan budaya, dialog dan pemahaman terhadap nilai-nilai lokal sangatlah krusial. Harapan Dicky Chandra untuk sebuah win-win solution mungkin tidak sepenuhnya terwujud dalam bentuk konser yang tetap berjalan, namun semangat untuk mencari jalan tengah dan menjaga harmoni tetap relevan. Semoga kejadian ini bisa menjadi pembelajaran berharga bagi semua pihak agar ke depan, kreativitas dapat terus berkembang selaras dengan norma dan nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.