Yogyakarta, zekriansyah.com – Kesehatan ibu dan anak adalah cerminan kemajuan suatu bangsa. Di Indonesia, upaya untuk menekan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) terus menjadi prioritas utama. Kabar baiknya, di banyak daerah, kita sudah melihat tren positif: AKI dan AKB menurun secara signifikan. Ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari kerja keras, kolaborasi, dan komitmen luar biasa dari berbagai pihak.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam mengapa penurunan ini sangat penting, strategi apa saja yang diterapkan, hingga kisah-kisah sukses di berbagai wilayah. Mari kita pahami bersama bagaimana setiap langkah kecil berkontribusi pada masa depan yang lebih sehat bagi generasi penerus kita.
Mengapa Penurunan AKI dan AKB Begitu Penting?
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian perempuan saat hamil atau dalam 42 hari setelah melahirkan, yang disebabkan oleh kehamilan atau pengelolaannya. Sementara itu, Angka Kematian Bayi (AKB) merujuk pada kematian bayi berusia 0-11 bulan. Keduanya adalah indikator krusial dalam menilai kualitas sistem pelayanan kesehatan dan kesejahteraan sosial di suatu negara.
Secara global, Angka Kematian Ibu masih mencapai 295.000 jiwa per tahun, dan Angka Kematian Bayi juga sangat tinggi, yakni 2,4 juta kematian bayi baru lahir setiap tahun. Mayoritas kasus ini terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, penurunan AKI dan AKB menjadi salah satu agenda utama Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus kita capai bersama.
Strategi Jitu di Balik Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi
Pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat bahu-membahu merancang serta mengimplementasikan berbagai strategi untuk memastikan penurunan AKI dan AKB terus berlanjut. Pendekatan yang dilakukan sangat komprehensif, mencakup berbagai aspek.
Penguatan Layanan Kesehatan dari Hulu ke Hilir
Salah satu kunci utama adalah memastikan setiap ibu dan bayi memiliki akses ke pelayanan kesehatan yang berkualitas. Konsep “Continuum of Care” menjadi pedoman, di mana layanan diberikan secara berkesinambungan mulai dari masa pra-konsepsi, kehamilan, persalinan, hingga pascapersalinan.
- Pelayanan Ibu Hamil: Kementerian Kesehatan terus berupaya memastikan ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal care (ANC) yang memadai, termasuk imunisasi tetanus, pemberian tablet tambah darah, hingga pemeriksaan HIV dan Hepatitis B. Standar pemeriksaan kehamilan kini ditingkatkan dari minimal 4 kali menjadi 6 kali, bahkan dilengkapi pemeriksaan USG.
- Pertolongan Persalinan: Pentingnya persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih (dokter, bidan) di fasilitas kesehatan menjadi fokus utama untuk mengurangi risiko komplikasi.
- Perawatan Pascapersalinan: Baik ibu maupun bayi harus mendapatkan perawatan masa nifas yang optimal, termasuk pelayanan KB, serta penanganan khusus dan rujukan cepat jika terjadi komplikasi.
Peran Vital Kolaborasi Lintas Sektor dan Masyarakat
Upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi tidak bisa hanya dibebankan pada satu pihak. Kolaborasi adalah kunci. Pemerintah daerah, puskesmas, rumah sakit, organisasi profesi (seperti POGI, IDAI, IBI, PPNI), bahkan TNI-Polri dan organisasi masyarakat, semuanya terlibat aktif.
Di Jawa Barat, misalnya, ada program “Gawe Rancage” yang menjadi forum strategis antara pemerintah provinsi dan daerah dalam menangani isu sosial, termasuk penurunan AKI dan AKB. Di Kabupaten Gorontalo Utara, dibentuk Tim Percepatan Penurunan AKI dan AKB yang melibatkan tiga satuan tugas: Pelayanan Dasar, Pelayanan Rujukan, dan Pemberdayaan Masyarakat.
Yang tak kalah penting adalah peran kader posyandu dan keluarga. Para kader menjadi “agen” di tengah masyarakat, aktif melakukan edukasi, promosi kesehatan, dan deteksi dini risiko. Sementara itu, peran keluarga melalui “pendekatan keluarga” sangat esensial dalam memantau dan mendukung kesehatan ibu hamil dan bayi.
Optimalisasi Data dan Teknologi untuk Deteksi Dini
Untuk memahami akar masalah dan merumuskan intervensi yang tepat, data yang akurat sangat dibutuhkan. Salah satu terobosan penting adalah implementasi Audit Maternal Perinatal Surveillance Response (AMPSR) yang didukung oleh aplikasi Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) dari Kementerian Kesehatan.
Melalui sistem ini, pemantauan dan pelaporan data kematian ibu dan bayi dapat dilakukan secara transparan dan komprehensif, memungkinkan analisis mendalam dan respon yang cepat terhadap setiap kasus.
Kisah Sukses Penurunan AKI-AKB di Berbagai Daerah
Komitmen dan strategi yang terintegrasi telah membuahkan hasil positif di beberapa wilayah:
- Kabupaten Tangerang menunjukkan keberhasilan yang nyata. Angka Kematian Ibu (AKI) mereka berhasil menurun dari 39 kasus pada tahun 2023 menjadi 34 kasus pada tahun 2024. Demikian pula, Angka Kematian Bayi (AKB) juga menurun dari 256 kasus menjadi 214 kasus pada periode yang sama.
- Di Kabupaten Serang, AKI dan AKB juga menurun tajam selama tiga tahun terakhir, bahkan di bawah tingkat nasional. Pada tahun 2024 (hingga Oktober), hanya ada 21 ibu meninggal dunia pasca persalinan, jauh menurun dari 54 kasus di tahun 2022. Angka kematian bayi juga menunjukkan penurunan yang sangat signifikan, dari 200 bayi di 2023 menjadi 106 bayi di 2024. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran aktif para kader posyandu.
- Provinsi Jawa Barat mencatat penurunan AKB yang signifikan hingga 90% dalam rentang 50 tahun (1971-2022). Angka ini bahkan lebih rendah dari AKB rata-rata nasional. Kesadaran orang tua untuk memeriksakan kehamilan dan kesehatan bayi secara rutin turut menjadi faktor penting.
- Kabupaten Sumedang juga melaporkan AKI dan AKB menurun pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, menunjukkan upaya penekanan kasus yang terus dilakukan.
- Kota Pekalongan berhasil menekan AKI secara signifikan, dari 11 kasus di tahun sebelumnya menjadi hanya 3 kasus hingga hampir akhir tahun berjalan.
Tantangan yang Masih Ada dan Komitmen Berkelanjutan
Meskipun banyak daerah menunjukkan bahwa AKI dan AKB menurun, perjalanan untuk mencapai target ideal masih panjang. Secara nasional, AKI masih berada di kisaran 305 per 100.000 kelahiran hidup, belum mencapai target SDGs sebesar 183 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2024.
Beberapa daerah, seperti Kabupaten Rembang, bahkan sempat mengalami kenaikan AKI di tahun 2020 meskipun AKB mereka menunjukkan tren penurunan. Penyebab kematian ibu dan bayi juga bervariasi, mulai dari pendarahan, hipertensi dalam kehamilan, penyakit penyerta, hingga berat badan lahir rendah (BBLR) dan asfiksia pada bayi.
Ini menunjukkan bahwa tantangan masih ada dan setiap kasus memiliki kompleksitasnya sendiri. Pentingnya edukasi ibu hamil untuk rutin memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan, setidaknya 4 kali selama kehamilan, menjadi kunci yang tak boleh diabaikan. Program seperti “Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng” di Jawa Tengah, yang mendorong Posyandu dan ketua RT/RW untuk memantau kondisi ibu hamil, adalah contoh nyata bagaimana komunitas bisa berperan aktif.
Menuju Generasi Indonesia yang Lebih Sehat
Kabar baik bahwa AKI dan AKB menurun di banyak wilayah adalah angin segar dan bukti bahwa upaya kolektif kita membuahkan hasil. Ini adalah pencapaian yang patut kita apresiasi, yang menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat untuk mewujudkan generasi yang lebih sehat.
Perjalanan belum usai. Tantangan masih menanti, namun dengan sinergi yang terus diperkuat, peningkatan kualitas layanan kesehatan, serta partisipasi aktif dari setiap individu dan keluarga, kita optimis dapat terus menekan angka kematian ibu dan bayi. Mari bersama-sama melanjutkan perjuangan ini demi masa depan Indonesia yang lebih cerah, di mana setiap ibu dapat melahirkan dengan aman dan setiap bayi dapat tumbuh kembang dengan sehat.