Yayasan Amal Inggris Diberi Peringatan Keras Usai Khotbah Kontroversial Pasca Serangan 7 Oktober

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Sebuah yayasan amal di Inggris, Nottingham Islam Information Point, baru-baru ini mendapat teguran keras dan salah satu pengurusnya dicabut izinnya. Hal ini terjadi setelah yayasan tersebut menyelenggarakan sebuah khotbah yang dianggap “menghasut” dan “memecah belah” tak lama setelah serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu.

Yayasan Amal Inggris Diberi Peringatan Keras Usai Khotbah Kontroversial Pasca Serangan 7 Oktober

Ilustrasi: Suasana tegang menyelimuti yayasan amal Inggris yang mendapat teguran keras atas khotbah kontroversial pasca tragedi 7 Oktober.

Kasus ini menjadi sorotan penting karena menunjukkan bagaimana lembaga amal, yang seharusnya menjadi pemersatu, justru bisa terseret dalam isu-isu sensitif. Artikel ini akan membahas detail kejadian, tindakan yang diambil oleh regulator, dan pelajaran penting bagi semua organisasi amal. Mari kita pahami bersama agar kita bisa lebih bijak dalam mendukung atau berinteraksi dengan lembaga-lembaga sosial.

Khotbah Kontroversial yang Memicu Peringatan

Pada 13 Oktober 2023, hanya enam hari setelah serangan Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan menyandera 251 orang, Nottingham Islam Information Point (NIIP) mengadakan sebuah khotbah. Khotbah ini disampaikan oleh salah satu pengurus mereka, Harun Abdur Rashid Holmes, yang diketahui bukan seorang imam terlatih.

Isi khotbah tersebut, menurut Charity Commission (regulator amal di Inggris dan Wales), mengandung bahasa yang sangat provokatif. Beberapa kutipan yang disorot antara lain:

“Kiamat tidak akan dimulai sampai kaum Muslim memerangi orang Yahudi, dan kaum Muslim akan membunuh mereka sampai seorang Yahudi bersembunyi di balik batu atau pohon.”

Selain itu, para hadirin juga didorong untuk tidak “menyibukkan diri dengan politik dan pemilu.”

Charity Commission menilai bahwa khotbah tersebut:

  • Tidak sejalan dengan tujuan yayasan, termasuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
  • Tidak demi kepentingan terbaik yayasan.
  • Merupakan bentuk pelanggaran dan/atau salah urus.

Meskipun Charity Commission mengakui bahwa sebagian isi khotbah berasal dari hadis tertentu (narasi peristiwa sejarah yang dikaitkan dengan Nabi Muhammad), konteks yang tepat tidak diberikan. Ini menyebabkan khotbah menjadi “menghasut dan memecah belah,” apalagi disampaikan di tengah situasi konflik yang sangat sensitif.

Tindakan Tegas Komisi Amal Inggris

Menanggapi khotbah tersebut, Charity Commission bergerak cepat dan tegas. Harun Abdur Rashid Holmes, sang pengkhotbah, telah dicabut izinnya sebagai pengurus sejak Juli tahun lalu. Ia dilarang memegang posisi manajerial senior di organisasi amal mana pun di Inggris dan Wales selama tiga tahun. Charity Commission juga mencatat bahwa Holmes tidak memiliki penilaian yang baik yang diharapkan dari seorang pengurus. Holmes sendiri, dengan melihat ke belakang, mengakui bahwa hadis yang ia sampaikan sangat sensitif dan ia tidak memberikan konteks yang cukup.

Stephen Roake, Asisten Direktur Investigasi dan Kepatuhan Charity Commission, menyatakan:

“Di masa konflik, masyarakat berharap lembaga amal dapat menyatukan orang, bukan memicu perpecahan. Dalam kasus ini, kami menemukan bahwa pertimbangan yang semestinya tidak diberikan pada kata-kata dan retorika yang digunakan.”

Ia menambahkan bahwa tindakan tegas diambil dengan mendiskualifikasi pengurus yang memberikan khotbah dan memberikan peringatan resmi kepada yayasan.

Pentingnya Tata Kelola dan Kebijakan yang Jelas bagi Amal

Kasus Nottingham Islam Information Point menjadi contoh nyata betapa pentingnya tata kelola dan kebijakan yang kuat dalam sebuah organisasi amal. Setelah intervensi Charity Commission, pengurus yayasan yang tersisa telah mengambil langkah positif untuk meningkatkan tata kelola mereka, termasuk memperkenalkan “kebijakan acara yang lebih ketat.”

Ini adalah pelajaran penting bagi semua organisasi amal:

  • Wajib melakukan uji tuntas (due diligence) yang memadai terhadap pembicara atau pengkhotbah yang diundang.
  • Memastikan semua kegiatan dan pesan yang disampaikan sejalan dengan tujuan utama yayasan dan tidak memicu kebencian atau perpecahan.
  • Memiliki kebijakan yang jelas terkait konten acara dan penggunaan media sosial.

Lebih dari 300 Kasus Terkait Konflik Timur Tengah

Kasus NIIP bukanlah satu-satunya. Sejak akhir tahun 2023, Charity Commission telah meninjau lebih dari 300 kasus yang melibatkan organisasi amal terkait konflik di Timur Tengah. Dari jumlah tersebut, sekitar sepertiga telah menghasilkan panduan hukum formal, dan lebih dari 70 kasus telah dirujuk ke polisi karena diduga melibatkan pelanggaran pidana.

David Holdsworth, Kepala Eksekutif Charity Commission, menegaskan bahwa ada pihak-pihak yang menyalahgunakan potensi kebaikan dari lembaga amal:

“Selama beberapa tahun terakhir, dan terutama sejak eskalasi konflik di Timur Tengah pada Oktober 2023, kami telah melihat lembaga amal disalahgunakan untuk mempromosikan pandangan pribadi mereka yang terkait dengan amal, dalam beberapa kasus menghasut kebencian, atau membenarkan kekerasan.”

Ia juga menambahkan bahwa tidak ada tempat bagi mereka yang berusaha menggunakan lembaga amal untuk mempromosikan kebencian atau bahaya bagi orang lain. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sektor amal yang lebih luas.

Contoh lain, pada Januari lalu, sebuah yayasan amal di London juga diberi peringatan resmi karena mengumpulkan dana untuk seorang tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Charity Commission menegaskan bahwa meskipun yayasan di Inggris dan Wales dapat mengumpulkan dana untuk mendukung angkatan bersenjata Inggris, mereka tidak dapat secara legal menyediakan bantuan atau pasokan militer kepada angkatan bersenjata asing mana pun.

Kesimpulan

Insiden yang menimpa Nottingham Islam Information Point menjadi pengingat penting bagi seluruh organisasi amal di mana pun. Lembaga amal memiliki peran krusial dalam menyatukan masyarakat dan memberikan bantuan, terutama di masa-masa sulit. Oleh karena itu, integritas, tata kelola yang baik, dan komitmen untuk tidak menyebarkan kebencian atau perpecahan adalah hal yang mutlak. Dengan memastikan semua kegiatan sejalan dengan tujuan mulia mereka, lembaga amal dapat terus membangun kepercayaan dan memberikan dampak positif yang maksimal bagi masyarakat.