Yogyakarta, zekriansyah.com – Awal tahun 2025 membawa kabar yang kurang menyenangkan bagi warga Tanjungpinang. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) kembali menunjukkan taringnya, dengan kasus DBD di Tanjungpinang naik 10 persen sepanjang 2025. Angka peningkatan ini tentu saja patut kita waspadai bersama. Artikel ini akan membahas seberapa parah peningkatan ini, apa penyebabnya, dan yang terpenting, bagaimana kita bisa berperan aktif dalam mencegah penyebaran DBD di lingkungan kita. Mari kita pahami bersama agar keluarga dan tetangga kita tetap aman!
Angka Mengkhawatirkan: Seberapa Parah Kenaikan Kasus DBD di Tanjungpinang?
Data terbaru dari Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk dan KB) Kota Tanjungpinang menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sepanjang Januari hingga Juli 2025, tercatat 196 kasus DBD. Angka ini, menurut Kepala Dinkesdalduk dan KB Kota Tanjungpinang, Rustam, menunjukkan peningkatan kasus sekitar 10 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Bahkan, dalam sebulan terakhir saja, yaitu hingga 25 Juni 2025, ada lonjakan signifikan dengan 40 kasus baru yang dilaporkan, naik dari 32 kasus pada bulan Mei. Ini menandakan penyebaran virus dengue yang cukup cepat di beberapa wilayah. Sebagai perbandingan, sepanjang tahun 2024 lalu, total kasus DBD di Tanjungpinang adalah 277 jiwa.
Menariknya, kasus DBD di Tanjungpinang kali ini lebih banyak menyerang orang dewasa dibandingkan anak-anak. Orang dewasa seringkali tertular di lingkungan kerja atau tempat umum seperti pasar dan tempat ibadah. Sementara itu, anak-anak umumnya terjangkit dari lingkungan rumah atau sekolah mereka.
Mengapa DBD Meningkat? Akar Masalah yang Perlu Kita Tahu
Peningkatan kasus DBD ini bukan tanpa sebab. Salah satu pemicu utamanya adalah kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti, si pembawa virus. Curah hujan yang tinggi menciptakan banyak genangan air, yang menjadi “kolam renang” ideal bagi jentik nyamuk.
Kepala Dinkesdalduk dan KB Tanjungpinang, Rustam, mengungkapkan bahwa hasil penyelidikan di lapangan menunjukkan Angka Bebas Jentik (ABJ) di lokasi kasus hanya sekitar 50 persen. Padahal, standar minimalnya adalah 95 persen. Angka ini seperti membiarkan pintu rumah terbuka lebar untuk nyamuk masuk dan bersarang. Banyak tempat penampungan air, baik di rumah maupun di tempat umum, tidak terawat dan menjadi sarang empuk bagi jentik.
Selain itu, kelalaian masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan, seperti tidak menutup rapat penampungan air hujan, serta kondisi rumah yang lembap dan kurang pencahayaan, juga turut berkontribusi. Ingat, nyamuk sangat suka tempat yang gelap dan lembap!
Langkah Cepat Pemerintah: Fogging Bukan Solusi Satu-Satunya
Merespons lonjakan ini, Dinas Kesehatan, bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Balai Karantina Kesehatan (BKK), telah bergerak cepat melakukan penyemprotan (fogging) di sejumlah wilayah terdampak. Kelurahan Kampung Bugis, yang mencatat lima kasus dalam waktu berdekatan, menjadi salah satu prioritas.
Selain fogging, Dinkes juga melakukan abatisasi selektif, yaitu menaburkan larvasida pada tempat penampungan air. Ini bertujuan untuk menghambat siklus hidup nyamuk sejak fase jentik.
Namun, penting untuk diingat bahwa fogging hanyalah solusi sementara. Ibarat memadamkan api, fogging hanya membunuh nyamuk dewasa yang sudah beterbangan. Jika sumber jentik tidak diberantas, nyamuk-nyamuk baru akan terus bermunculan. Keberhasilan pengendalian DBD sangat bergantung pada keterlibatan warga dalam menjaga rumah dan sekitarnya tetap bersih.
Peran Kita Semua: Kunci Utama Pencegahan DBD Ada di Tangan Masyarakat
Keberhasilan menekan peningkatan kasus DBD sangat bergantung pada partisipasi aktif kita semua. Kepala Dinkes, Rustam, berulang kali menegaskan bahwa masalah penyakit ini tidak bisa hanya mengandalkan petugas kesehatan.
Gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus adalah jurus paling ampuh:
- Menguras tempat penampungan air seperti bak mandi, vas bunga, atau ember secara rutin (minimal seminggu sekali).
- Menutup rapat semua tempat penampungan air agar nyamuk tidak bisa masuk dan bertelur.
- Mendaur ulang barang-barang bekas yang bisa menampung air, seperti ban bekas atau kaleng kosong.
- Plus, gunakan lotion anti nyamuk, pasang kelambu saat tidur, pasang kasa nyamuk di ventilasi, dan kenali gejala DBD agar bisa segera mencari pertolongan medis.
Ayo, jadikan diri kita “Jumantik” (Juru Pemantau Jentik) mandiri di rumah masing-masing! Bersihkan lingkungan secara gotong-royong seminggu sekali. Buka jendela dan ventilasi rumah di pagi hari agar sinar matahari masuk dan nyamuk tidak betah bersarang.
Jika Anda atau anggota keluarga mengalami gejala DBD seperti demam tinggi mendadak, nyeri otot, mual, atau muncul bintik merah di kulit, jangan tunda! Segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan lebih awal.
Kesimpulan
Peningkatan kasus DBD di Tanjungpinang sepanjang 2025 ini adalah peringatan bagi kita semua. Dengan data 196 kasus hingga Juli dan lonjakan di bulan Juni, kewaspadaan harus ditingkatkan. Pemerintah sudah bergerak dengan fogging dan abatisasi, tetapi pondasi pencegahan yang paling kuat ada di tangan masyarakat melalui Gerakan 3M Plus dan menjaga kebersihan lingkungan. Mari bersama-sama, dengan kesadaran dan tindakan nyata, kita wujudkan Tanjungpinang yang bebas dari ancaman Demam Berdarah Dengue. Kesehatan kita, tanggung jawab kita!