Yogyakarta, zekriansyah.com – Sebuah insiden tragis kembali mengguncang Jalur Gaza pada Kamis, 10 Juli 2025. Setidaknya 15 warga Palestina, termasuk delapan anak-anak dan dua perempuan, tewas dalam serangan Israel saat mereka sedang mengantre untuk mendapatkan suplemen gizi. Peristiwa memilukan ini terjadi di depan sebuah klinik kesehatan di Deir al-Balah, pusat Gaza.
Ilustrasi: Kesedihan membayangi Gaza saat anak-anak dan warga sipil menjadi korban dalam antrean bantuan suplemen yang mematikan akibat serangan Israel.
Artikel ini akan mengupas lebih dalam kronologi kejadian, dampak kemanusiaan yang parah, serta respons dari berbagai pihak, agar kita bisa memahami betapa rentannya kehidupan warga sipil di tengah konflik bersenjata yang tak kunjung usai di Gaza.
Detik-detik Mencekam Saat Warga Antre Bantuan
Kejadian nahas ini terjadi pada Kamis pagi, 10 Juli 2025, di depan klinik kesehatan Altayara di Deir al-Balah, Gaza tengah. Klinik ini dioperasikan oleh kelompok bantuan asal Amerika Serikat, Project Hope. Saat itu, puluhan orang, kebanyakan perempuan dan anak-anak, sedang berjejer mengantre untuk mendapatkan suplemen gizi. Suplemen ini sangat vital mengingat kondisi gizi buruk yang melanda banyak warga Gaza akibat blokade dan konflik berkepanjangan.
Seorang saksi mata, Yousef Al-Aydi (30), menceritakan momen mengerikan itu. “Tiba-tiba, kami mendengar suara drone mendekat, lalu ledakan terjadi,” katanya kepada AFP. “Tanah bergetar di bawah kaki kami, dan segala sesuatu di sekitar kami berubah menjadi darah dan jeritan memekakkan telinga.”
Mohammed Abu Ouda (35), saksi lain yang juga mengantre, menambahkan kesaksian yang memilukan.
“Saya melihat seorang ibu memeluk anaknya di tanah, keduanya tak bergerak – mereka tewas seketika.”
— Mohammed Abu Ouda, saksi mata
Video dan rekaman grafis dari Rumah Sakit Al-Aqsa Martyrs di Deir al-Balah menunjukkan jasad beberapa anak-anak dan korban lainnya tergeletak di lantai, sementara tim medis berjuang menyelamatkan mereka yang terluka. Intisar, seorang perempuan yang kehilangan kerabatnya, mengatakan bahwa keponakannya yang sedang hamil, Manal, dan putrinya, Fatima, termasuk di antara korban tewas. Anak laki-laki Manal kini masih dirawat intensif.
“Dia sedang mengantre untuk mendapatkan suplemen untuk anak-anak ketika insiden itu terjadi,”
— Intisar, kerabat korban
Korban Berjatuhan: Mayoritas Anak dan Perempuan
Menurut laporan dari Rumah Sakit Al-Aqsa Martyrs dan Project Hope, serangan udara Israel ini menewaskan sedikitnya 15 warga Palestina. Dari jumlah tersebut, delapan di antaranya adalah anak-anak dan dua perempuan. Puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Angka korban jiwa ini menambah panjang daftar penderitaan warga sipil di Gaza. Sejak konflik pecah pada 7 Oktober 2023, puluhan ribu warga Palestina, sebagian besar adalah warga sipil, telah menjadi korban dalam perang Israel Hamas ini.
Penjelasan Israel dan Kecaman Organisasi Kemanusiaan
Militer Israel (IDF) menyatakan bahwa serangan di Deir al-Balah menargetkan seorang militan Hamas dari unit Nukhba yang diduga terlibat dalam serangan 7 Oktober 2023. IDF juga menyampaikan penyesalan atas jatuhnya korban sipil.
“IDF menyesali segala kerugian terhadap individu yang tidak terlibat dan beroperasi untuk meminimalkan kerugian sebisa mungkin,”
— Pernyataan IDF
Mereka menambahkan bahwa insiden tersebut sedang dalam peninjauan.
Namun, Project Hope, organisasi yang mengelola klinik tersebut, membantah klaim IDF. Rabih Torbay, Presiden dan CEO Project Hope, menegaskan bahwa tidak ada militan di dekat klinik. Ia menyebut serangan itu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum kemanusiaan internasional.
“Klinik kami adalah tempat perlindungan di Gaza di mana orang-orang membawa anak-anak kecil mereka, perempuan mengakses perawatan kehamilan dan pascapersalinan, orang-orang menerima perawatan untuk malnutrisi, dan banyak lagi,” kata Torbay. “Namun, pagi ini, keluarga-keluarga tak berdosa diserang tanpa ampun saat mereka berbaris menunggu pintu dibuka.”
Torbay juga menambahkan bahwa “tidak ada seorang pun dan tidak ada tempat yang aman di Gaza,” sebuah pernyataan yang menggambarkan keputusasaan di wilayah tersebut.
Kondisi Kemanusiaan di Gaza yang Memburuk Drastis
Perang yang telah berlangsung lebih dari 21 bulan ini telah menciptakan kondisi kemanusiaan yang sangat mengerikan bagi lebih dari dua juta penduduk Jalur Gaza. Blokade yang ketat dan serangan yang terus-menerus telah menghancurkan infrastruktur dasar di wilayah tersebut.
- Kerusakan Infrastruktur: Lebih dari 90% rumah diperkirakan rusak atau hancur. Sistem layanan kesehatan lumpuh total dan tidak mampu menangani jumlah korban yang terus meningkat.
- Krisis Pangan dan Air: Kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan telah mendorong wilayah ini ke ambang kelaparan. Antrean panjang untuk mendapatkan bantuan, seperti suplemen gizi, menjadi pemandangan umum yang berbahaya dan rawan menjadi target.
- Korban Bantuan: Sejak akhir Mei, ketika Israel mulai mengizinkan pasokan bantuan masuk dalam jumlah kecil, lebih dari 600 orang telah tewas di sekitar distribusi dan konvoi bantuan di Gaza, menurut PBB. Ini menunjukkan betapa berbahayanya upaya untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan di Gaza.
Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas melaporkan bahwa setidaknya 57.680 warga Palestina telah tewas di Gaza sejak 7 Oktober 2023, sebagian besar adalah warga sipil. Angka ini dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Negosiasi Gencatan Senjata yang Tak Kunjung Ada Titik Terang
Tragedi di Deir al-Balah terjadi di tengah upaya mediasi yang terus berlangsung untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata. Delegasi Israel dan Hamas masih mengadakan pembicaraan tidak langsung di Doha, yang dimediasi oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir.
Meskipun ada optimisme dari beberapa pihak, termasuk Presiden AS Donald Trump (sebagaimana dilaporkan sumber pada saat itu), belum ada terobosan signifikan. Hamas menyatakan bersedia membebaskan 10 sandera, namun menuntut gencatan senjata “komprehensif” yang mengakhiri serangan Israel sepenuhnya. Sementara itu, seorang pejabat senior Israel menegaskan bahwa gencatan senjata permanen tidak akan mungkin tanpa penghapusan total Hamas. Jika Hamas menolak untuk melucuti senjata, Israel akan melanjutkan operasi militernya.
Insiden ini sekali lagi menyoroti pentingnya perlindungan korban sipil dan fasilitas bantuan di tengah konflik bersenjata.
Insiden memilukan di Deir al-Balah ini menjadi pengingat yang menyakitkan akan harga yang harus dibayar oleh warga sipil dalam konflik bersenjata. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dan bermain, justru tewas saat mengantre untuk sekadar bertahan hidup. Situasi kemanusiaan di Gaza berada di titik kritis, menuntut perhatian dan tindakan nyata dari komunitas internasional. Perlindungan terhadap warga sipil dan fasilitas bantuan harus menjadi prioritas utama, agar tragedi serupa tidak terulang dan harapan akan perdamaian dapat benar-benar terwujud.