UU Reformasi Kesejahteraan ‘Pahit Manis’ Disahkan: Apa Dampaknya bagi Penerima Bantuan?

Dipublikasikan 1 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Jakarta – Sebuah drama politik sengit baru saja terjadi di Parlemen Inggris. Sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) reformasi kesejahteraan yang krusial, dikenal sebagai RUU Universal Credit dan Personal Independence Payment (PIP), akhirnya disahkan setelah melalui perdebatan panas dan serangkaian konsesi di menit-menit terakhir.

UU Reformasi Kesejahteraan 'Pahit Manis' Disahkan: Apa Dampaknya bagi Penerima Bantuan?

Ilustrasi: Potret warga Inggris penerima bantuan, sebagian tersenyum lega, sebagian lainnya tampak cemas menanti perubahan kebijakan kesejahteraan.

Bagi Anda yang peduli dengan isu kesejahteraan sosial, terutama bantuan bagi penyandang disabilitas dan masyarakat rentan, artikel ini akan membantu Anda memahami apa sebenarnya yang terjadi. Kami akan mengupas tuntas mengapa pengesahan RUU ini disebut “pahit manis”, perubahan apa saja yang dibawa, serta bagaimana nasib para penerima bantuan di masa depan. Mari kita simak!

Drama di Parlemen: Detik-detik Pengesahan RUU Tunjangan

Pada 2 Juli 2025, Parlemen Inggris menjadi saksi bisu pertarungan politik yang intens. Pemerintah akhirnya memenangkan pemungutan suara untuk RUU tunjangan mereka dengan selisih 75 suara (335 mendukung berbanding 260 menolak). Kemenangan ini didapat setelah pemerintah menawarkan konsesi besar-besaran di menit-menit terakhir kepada sejumlah anggota parlemen oposisi dari Partai Buruh yang sebelumnya menentang.

Pengesahan RUU ini menjadi sorotan karena substansinya yang menyangkut hajat hidup jutaan penerima tunjangan disabilitas (Personal Independence Payment/PIP) dan Universal Credit di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara. Prosesnya yang berliku dan penuh ketegangan membuat banyak pihak menyebutnya sebagai “pertunjukan yang paling tidak menyenangkan” di mata publik.

Awalnya Ketat, Kini Melonggar: Perubahan Aturan Tunjangan Disabilitas (PIP) dan Universal Credit

Sejak Maret lalu, pemerintah telah mengumumkan rencana untuk merombak sistem tunjangan. Tujuannya adalah untuk membatasi kelayakan PIP dan membekukan elemen terkait kesehatan dari Universal Credit. Pemerintah berargumen bahwa perubahan ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan sistem di tengah lonjakan klaim, serta untuk mendorong para penerima bantuan agar bisa kembali bekerja. Mereka juga menjanjikan paket dukungan £1 miliar untuk membantu penyandang disabilitas dan mereka yang memiliki kondisi jangka panjang untuk mencari pekerjaan.

Namun, rencana ini memicu gelombang kekhawatiran, terutama dari internal Partai Buruh. Lebih dari 120 anggota parlemen mengancam akan memblokir RUU tersebut, khawatir perubahan itu akan mendorong lebih banyak orang ke jurang kemiskinan.

Tekanan ini membuahkan hasil. Pemerintah pun mulai melunak:

  • Konsesi Pertama (Minggu Lalu): Pemerintah membatalkan pemotongan Universal Credit dan melindungi penerima PIP yang sudah ada dari aturan kelayakan yang lebih ketat. Aturan baru yang lebih ketat hanya akan berlaku bagi pemohon baru setelah November 2026.
  • Konsesi Menit Terakhir (Sebelum Voting): Kurang dari dua jam sebelum pemungutan suara final, Menteri Disabilitas Sir Stephen Timms mengumumkan kompromi lebih lanjut. Bagian dari RUU yang akan memperkenalkan aturan kelayakan PIP baru dihapus. Ini berarti perubahan aturan PIP tidak akan berlaku sampai kesimpulan dari tinjauan yang lebih luas selesai dipertimbangkan.

Perubahan pada detik-detik terakhir ini membuat RUU Universal Credit dan Personal Independence Payment “terkuras” dari sebagian besar langkah-langkah signifikannya.

Dampak dan Reaksi: Dari Kegembiraan hingga Kekecewaan

Pengesahan RUU dengan banyak konsesi ini tentu saja menimbulkan beragam reaksi.

Dampak Finansial:
Konsesi ini berarti potensi penghematan sekitar £5 miliar yang diharapkan pemerintah akan tertunda atau hilang sama sekali. Hal ini menempatkan tekanan pada rencana belanja Menteri Keuangan, Rachel Reeves, dan menimbulkan spekulasi tentang potensi kenaikan pajak di masa depan.

Kredibilitas Pemerintah:
Banyak pihak, termasuk anggota parlemen dari partai pemerintah sendiri, mempertanyakan kredibilitas pemerintah. Proses yang “kacau” dan “tidak koheren” ini dianggap merusak kepercayaan.

Reaksi Beragam:

  • Pemerintah:
    > Liz Kendall, Menteri Pekerjaan dan Pensiun, menyatakan, “Saya berharap kami mencapai titik ini dengan cara yang berbeda.” Namun, ia membela RUU tersebut, mengatakan bahwa itu menerapkan “reformasi yang sangat penting” untuk membantu mereka yang bisa, kembali bekerja.
  • Anggota Parlemen Buruh (yang menentang):
    > Paula Barker, anggota parlemen Buruh, mengungkapkan kekecewaannya: “Meskipun bersyukur atas konsesi, ini semakin menyingkap sifat yang tidak koheren dan kacau dari proses ini – ini adalah tontonan yang paling tidak menyenangkan yang pernah saya lihat.” Ia berharap ini akan memicu “penataan ulang” dalam hubungan pemerintah dengan anggota parlemennya.
    > Mary Kelly Foy, anggota parlemen Buruh lainnya, menggambarkan kebingungannya: “Saya keluar sebentar untuk mengambil pisang, dan ketika saya kembali, semuanya sudah berubah lagi. Jadi saya semakin tidak jelas tentang apa yang saya pilih.”
    > Ian Lavery, anggota parlemen Buruh, menyebutnya “benar-benar kacau.”
  • Partai Lain:
    Baik Liberal Demokrat maupun Konservatif mengkritik proses tersebut dan menyerukan agar RUU itu ditarik sepenuhnya.
  • Organisasi Disabilitas:
    • MS Society (organisasi penderita Multiple Sclerosis) mengatakan: “Kami pikir konsesi yang disebut-sebut minggu lalu sudah menit terakhir. Tetapi perubahan panik pada menit ke-11 ini masih tidak memperbaiki RUU yang terburu-buru dan tidak dipikirkan dengan baik.”
    • Mencap (yayasan disabilitas pembelajaran) melalui CEO-nya, Jon Sparkes, justru menyambut baik: “Perubahan itu terdengar positif… Kami senang pemerintah telah mendengarkan.”

Apa Selanjutnya? Pengawasan Ketat Menanti

Meskipun RUU telah disahkan, perjalanan belum berakhir. Anggota parlemen akan terus mengawasi RUU tersebut dengan ketat saat kembali ke House of Commons pada 9 Juli mendatang.

Beberapa anggota parlemen yang awalnya mendukung RUU berkat konsesi PIP, mengancam akan menentangnya di tahap selanjutnya jika pemerintah tidak menepati janjinya. Ini menunjukkan adanya keretakan kepercayaan yang mendalam antara pemerintah dan anggota parlemennya. Richard Burgon, salah satu penentang, menegaskan bahwa jika pemerintah tidak memenuhi janjinya terkait PIP dan Universal Credit, RUU ini masih bisa digagalkan.

Singkatnya, RUU reformasi kesejahteraan ini lolos dengan label “pahit manis”. Pahit karena prosesnya yang kacau dan hilangnya sebagian tujuan reformasi awal, namun manis karena adanya perlindungan tambahan bagi para penerima tunjangan yang rentan berkat perjuangan keras dari berbagai pihak. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan pengawasan ketat terhadap RUU ini.