Ursula von der Leyen Selamat dari Mosi Tidak Percaya di Parlemen Eropa: Apa Artinya bagi Uni Eropa?

Dipublikasikan 10 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, baru-baru ini berhasil melewati mosi tidak percaya yang diajukan di Parlemen Eropa. Peristiwa ini, yang jarang terjadi, sempat menjadi sorotan dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang stabilitas kepemimpinan di Uni Eropa.

Ursula von der Leyen Selamat dari Mosi Tidak Percaya di Parlemen Eropa: Apa Artinya bagi Uni Eropa?

Ilustrasi: Ketegangan mereda di Parlemen Eropa seiring Ursula von der Leyen berhasil bertahan dari mosi tidak percaya, menegaskan posisinya di tengah sorotan.

Nah, artikel ini akan membantu Anda memahami apa sebenarnya mosi tidak percaya itu, mengapa diajukan, bagaimana hasilnya, dan yang terpenting, apa dampaknya bagi masa depan kepemimpinan Von der Leyen dan arah Uni Eropa ke depan. Dengan membaca artikel ini, Anda akan mendapatkan gambaran yang jelas tentang dinamika politik di salah satu blok kekuatan dunia ini.

Mosi Tidak Percaya yang Langka: Apa yang Terjadi?

Pada Kamis, 10 Juli 2025, Parlemen Eropa di Strasbourg menjadi saksi upaya mosi tidak percaya terhadap Ursula von der Leyen. Mosi ini diajukan oleh kelompok anggota parlemen yang didominasi sayap kanan jauh, dengan anggota parlemen Rumania, Gheorghe Piperea, sebagai penggagas utamanya.

Mosi tidak percaya adalah langkah politik serius yang bisa membuat seorang pemimpin Komisi Eropa beserta seluruh timnya mundur dari jabatan. Ini adalah peristiwa yang sangat langka; terakhir kali hal serupa terjadi pada tahun 2014, ketika Presiden Komisi Eropa saat itu, Jean-Claude Juncker, juga berhasil melewatinya.

Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa mosi tersebut gagal total. Dari total 720 anggota parlemen, hanya 175 yang mendukung mosi, sementara 360 menolak, dan 18 lainnya abstain. Mosi ini membutuhkan dukungan dua pertiga mayoritas untuk bisa lolos, sehingga hasilnya sudah bisa diperkirakan.

Berikut adalah rincian hasil pemungutan suara:

Pilihan Suara Jumlah Anggota Parlemen
Mendukung Mosi 175
Menolak Mosi 360
Abstain 18
Tidak Memilih 167
Total MEPs 720

Tuduhan di Balik Mosi: Isu Transparansi hingga ‘Pfizergate’

Mosi tidak percaya ini tidak muncul begitu saja. Ada berbagai tuduhan yang dilayangkan terhadap Von der Leyen dan Komisi Eropanya. Tuduhan utama berpusat pada kurangnya transparansi, terutama terkait negosiasi kontrak vaksin COVID-19 dengan produsen Pfizer. Isu ini sering disebut sebagai “Pfizergate”.

Gheorghe Piperea secara spesifik mengkritik penolakan Komisi untuk mengungkapkan pesan teks antara Von der Leyen dan CEO Pfizer selama pandemi COVID-19.

“Pengambilan keputusan menjadi tidak jelas dan diskresioner, serta menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan dan korupsi. Biaya birokrasi obsesif Uni Eropa seperti (penanganan) perubahan iklim sangat besar,” ujar Piperea saat debat di parlemen.

Selain itu, Von der Leyen juga dituduh:

  • Merosotnya kepercayaan terhadap Uni Eropa melalui tindakan yang dianggap melanggar hukum.
  • Penyalahgunaan dana Uni Eropa.
  • Campur tangan dalam pemilihan umum di Rumania dan Jerman (meskipun klaim ini tidak didukung bukti kuat).
  • Gaya kepemimpinan yang terpusat dan tidak transparan.
  • Bergesernya agenda Komisi ke arah sayap kanan, termasuk upaya untuk membatalkan aturan lingkungan.

Tuduhan-tuduhan ini menunjukkan adanya ketidakpuasan yang mendalam dari berbagai pihak, tidak hanya dari kelompok sayap kanan.

Pembelaan Von der Leyen dan Reaksi Sekutunya

Menghadapi serbuan kritik, Ursula von der Leyen gigih membela rekam jejaknya. Dalam sesi debat, ia menolak semua tuduhan, terutama terkait penanganan pandemi. Ia menegaskan bahwa pendekatannya telah memastikan akses vaksin yang merata di seluruh Uni Eropa. Von der Leyen bahkan menyebut inisiatif mosi tidak percaya ini sebagai “upaya yang sarat teori konspirasi untuk memecah belah Eropa”.

“Di saat volatilitas dan ketidakpastian global, Uni Eropa membutuhkan kekuatan, visi, dan kapasitas untuk bertindak,” tulis Von der Leyen di platform X (sebelumnya Twitter) setelah pemungutan suara, meskipun ia tidak hadir langsung di parlemen saat itu. “Karena kekuatan eksternal berusaha untuk menggoyahkan dan memecah belah kita, adalah tugas kita untuk merespons sesuai dengan nilai-nilai kita. Terima kasih, dan jayalah Eropa.”

Von der Leyen berhasil selamat berkat dukungan dari partai-partai politik besar yang mendukungnya, termasuk partai sayap kanan-tengahnya sendiri, Partai Rakyat Eropa (EPP), serta kelompok Sosialis & Demokrat (S&D) dan kelompok liberal Renew.

Namun, dukungan ini tidak datang tanpa catatan. Banyak sekutunya menggunakan momen pemungutan suara ini untuk menyuarakan kekhawatiran mereka. Kelompok S&D dan Renew, misalnya, meskipun menolak mosi tidak percaya, menyatakan bahwa dukungan mereka untuk Von der Leyen “tidak tanpa syarat”.

Isu utama yang menjadi keluhan adalah kecenderungan kamp sayap kanan-tengah Von der Leyen yang semakin sering bekerja sama dengan sayap kanan untuk memajukan agendanya, terutama dalam hal pengurangan aturan lingkungan. Bahkan, ada kabar bahwa S&D awalnya mempertimbangkan untuk abstain, namun akhirnya setuju untuk menolak mosi setelah Von der Leyen dilaporkan memberikan konsesi terkait anggaran sosial Uni Eropa.

Apa Dampak dan Makna Mosi Ini bagi Uni Eropa?

Meskipun Ursula von der Leyen berhasil melewati rintangan ini, mosi tidak percaya yang langka ini tetap menjadi “sakit kepala politik” baginya. Peristiwa ini menyoroti sejumlah dinamika penting dalam politik Uni Eropa:

  1. Pergeseran Politik: Parlemen Eropa telah bergeser secara signifikan ke arah kanan setelah pemilihan umum setahun yang lalu. Hal ini menciptakan lanskap politik yang lebih menantang bagi kepemimpinan Komisi.
  2. Ketegangan Internal: Mosi ini mengungkap adanya gesekan dan keluhan terkait gaya kepemimpinan Von der Leyen yang dianggap terlalu terpusat dan kurang transparan, bahkan dari sekutu tradisionalnya. Ini menunjukkan bahwa meskipun selamat, Von der Leyen perlu memperbaiki hubungan dan gaya kepemimpinannya.
  3. “Perang Proksi”: Beberapa analis menyebut mosi ini sebagai “perang proksi” yang digunakan oleh berbagai kelompok untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap arah kebijakan Uni Eropa, terlepas dari isu “Pfizergate” itu sendiri.
  4. Tantangan Masa Depan: Penggagas mosi, Gheorghe Piperea, menyatakan bahwa meskipun mosi ini gagal, ia “membuka kotak Pandora” dan menunjukkan bahwa menantang Presiden Komisi adalah hal yang mungkin. Ia bahkan memperkirakan akan ada lebih banyak upaya mosi serupa di masa depan.

Secara keseluruhan, meskipun Von der Leyen berhasil mempertahankan posisinya, insiden ini menjadi pengingat bahwa kepemimpinannya akan terus diawasi ketat dan ia harus menavigasi kompleksitas politik Uni Eropa yang semakin terfragmentasi.

Kesimpulan

Ursula von der Leyen telah berhasil melewati mosi tidak percaya yang diajukan kepadanya di Parlemen Eropa, sebuah tantangan politik yang jarang terjadi. Meskipun ia selamat dengan suara mayoritas, mosi ini telah menyoroti isu-isu penting seperti transparansi, gaya kepemimpinan, dan pergeseran dinamika politik di Uni Eropa.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa politik Uni Eropa sangat dinamis dan penuh tantangan. Para pemimpinnya tidak hanya harus menghadapi isu-isu global, tetapi juga ketidakpuasan dan perpecahan di dalam tubuh lembaga itu sendiri. Penting bagi kita untuk terus mengikuti perkembangan ini, karena keputusan-keputusan yang diambil di Uni Eropa seringkali memiliki dampak luas yang memengaruhi banyak aspek kehidupan global.