Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda membayangkan bagaimana sebuah kota yang padat seperti Yogyakarta bisa tetap menjaga ketersediaan pangannya? Atau bagaimana usaha kecil di sana bisa terus berkembang dan bahkan menjadi penopang ekonomi daerah? Artikel ini akan mengupas tuntas berbagai upaya kolaboratif di Kota Jogja untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Yuk, simak bagaimana Jogja berinovasi demi perut kenyang dan dompet tebal warganya!
Ilustrasi: Aktivitas UMKM di Jogja berdenyut, mewujudkan ketahanan pangan lokal dan ekonomi sirkular yang inovatif.
Sinergi Kuat: Pemerintah, Komunitas, dan Masyarakat Dukung Pangan Lokal
Di tengah hiruk pikuk Kota Jogja yang kian padat, semangat untuk bertani dan berwirausaha tak pernah padam. Berbagai pihak kini bersatu padu, menciptakan ekosistem yang mendukung ketahanan pangan dan UMKM.
Salah satu inisiatif terbaru adalah Kodim Jogja Fest, yang diresmikan oleh Pemkot Jogja pada Sabtu (28/6/2025). Acara ini digagas oleh Kodim 0734/Jogja, berawal dari inisiasi masyarakat, khususnya para pegiat pertanian di Kota Jogja.
“Ternyata masih ada kelompok-kelompok tani yang masih semangat untuk melakukan pertanian dengan lahan terbatas di Kota Jogja ini,” jelas Dandim 0734/Jogja, Kolonel Inf Arif Setiyono.
Kodim Jogja Fest dirancang sebagai wujud nyata kolaborasi antara Kodim, masyarakat, pelaku urban farming (pertanian perkotaan), dan UMKM. Sebanyak 43 tenant ikut memeriahkan acara ini, mulai dari pelaku pertanian, UMKM fesyen, hingga partisipasi Bulog yang menyediakan bahan pokok dengan harga bersaing. Inisiatif ini juga selaras dengan program pemerintah pusat yang menekankan kemandirian pangan, serta program unggulan Pemkot Jogja, Lumbung Mataraman Kota Jogja.
Tak hanya itu, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY juga terus mendorong keterlibatan UMKM dan masyarakat dalam mendukung keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Sekda DIY, Beny Suharsono, menegaskan bahwa MBG bukan sekadar program pemberian makanan, tetapi strategi jangka panjang untuk membangun ketahanan pangan, memberdayakan ekonomi lokal, dan memperkuat sistem pangan berkelanjutan.
“Ketika UMKM lokal dan masyarakat terlibat aktif, maka kita membangun sistem yang mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan. Ini sejalan dengan prinsip ekonomi sirkular yang kita dorong dalam program MBG,” ujar Beny.
Program ini membuka peluang besar bagi UMKM lokal seperti peternak telur, petani sayur, hingga pedagang ayam, bahkan direncanakan 80% dana akan dibelanjakan di tingkat desa.
UMKM Pangan Lokal Jadi Ujung Tombak Diversifikasi dan Ekonomi Desa
Meskipun nasi adalah makanan pokok, diversifikasi pangan atau mencoba sumber makanan lain itu penting. Badan Pangan Nasional (Bapanas) terus memperkuat upaya ini sebagai strategi ketahanan pangan nasional sekaligus penggerak ekonomi pedesaan. Salah satu langkah konkretnya adalah mendukung UMKM yang mengembangkan produk pangan berbahan baku non-beras, seperti singkong atau mocaf (tepung singkong termodifikasi).
Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menekankan peran vital UMKM:
“Pemberdayaan UMKM merupakan peluang emas untuk membangun ekonomi pedesaan yang mandiri. Meningkatkan konsumsi pangan lokal non-beras bukan hanya memperkuat ketahanan pangan nasional, tapi juga menciptakan lapangan kerja dan menambah nilai ekonomi di desa.”
Data menunjukkan konsumsi beras masih sangat tinggi (92 kg per kapita per tahun), sementara pangan lokal lain seperti singkong baru 8,5 kg. Ini berarti peluang UMKM untuk mengembangkan pangan lokal masih sangat besar.
Salah satu contoh sukses adalah UMKM KWT Putri 21 di Kabupaten Gunungkidul. UMKM binaan Bapanas ini mengolah singkong menjadi produk turunan berbasis mocaf, seperti mi mocaf dan beras analog. Berkat bantuan peralatan pengolahan dari Bapanas, kapasitas produksi mereka meningkat pesat.
“Alhamdulillah, kapasitas produksi kami meningkat pesat. Dari hanya 600 pcs per produksi, kini bisa mencapai 1.500 pcs. Produk kami juga lebih bervariasi dan berkualitas, termasuk mie mocaf dan beras analog yang kini bisa tahan hingga dua tahun berkat mesin vakum,” ungkap Wiwit, Sekretaris KWT Putri 21.
Pelatihan dan Pendampingan: UMKM Naik Kelas dan Siap Hadapi Tantangan
Dukungan untuk UMKM di Jogja datang dari berbagai lini, termasuk legislatif dan akademisi. DPRD DIY menyatakan komitmennya, bahkan sekitar 60 persen dari program pemerintah DIY difokuskan pada pemberdayaan UMKM, meliputi aspek pemodalan, pemasaran, dan manajemen. Sementara itu, DPRD Kota Yogyakarta juga terus mendorong UMKM dan ekonomi kreatif sebagai langkah strategis pascapandemi.
Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPKM) juga aktif menggelar UMKM Class Series. Salah satu kelas terbaru yang diikuti 50 pelaku UMKM pangan DIY bertema “Pengolahan Pangan yang Aman dan Berjaminan Halal.”
“Ini melanjutkan kesinambungan dari UMKM Class Series di tahun sebelumnya, sebagai bagian komitmen UGM dalam memperkuat kapasitas UMKM melalui pendampingan dan edukasi yang konsisten,” ujar Sekretaris DPKM UGM, Dr. Djarot Heru Santosa.
Pelatihan ini tidak hanya memberikan teori, tetapi juga tips praktis, seperti cara membuat produk makanan lebih tahan lama tanpa pengawet kimia. Selain itu, UMKM juga dibekali agar tangguh menghadapi risiko, termasuk bencana. PT PLN (Persero) melalui Rumah BUMN Gunungkidul mengadakan sosialisasi mitigasi bencana untuk UMKM, mengingat Gunungkidul rawan bencana alam.
Urban Farming: Solusi Pangan di Lahan Terbatas Kota
Keterbatasan lahan di perkotaan tidak menjadi halangan untuk produksi pangan. Dinas Pertanian Kota Yogyakarta bersama Polri, melalui Bhabinkamtibmas, aktif mendampingi pengembangan pertanian perkotaan (urban farming).
Salah satu contohnya adalah di Kebun Sayur Ronodigdayan, Kelurahan Bausasran. Berbagai inovasi pertanian perkotaan diperkenalkan dan didampingi, seperti:
- “Nanduri Tembok”: memanfaatkan dinding vertikal secara kreatif untuk menanam.
- “Lorong Sayur”: mengubah gang-gang sempit menjadi lahan produktif.
- “Kampung Sayur”: melibatkan seluruh komunitas dalam bercocok tanam.
Langkah-langkah ini bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan lahan pekarangan yang terbatas agar menjadi lebih produktif dan berkelanjutan. Tujuannya tak hanya mencukupi kebutuhan pangan, tetapi juga mempercantik lingkungan, memberikan edukasi, hingga membuka potensi wisata baru di tingkat kampung.
Kesimpulan
Kota Yogyakarta membuktikan bahwa keterbatasan lahan bukan penghalang untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kuat. Melalui sinergi antara pemerintah, akademisi, komunitas, dan masyarakat, berbagai program inovatif terus digulirkan. Mulai dari festival pangan, dukungan diversifikasi produk UMKM, pelatihan keamanan dan mutu produk, hingga pengembangan urban farming di gang-gang sempit, semua bergerak demi satu tujuan: memastikan ketersediaan pangan yang berkelanjutan dan memajukan ekonomi lokal.
Mari terus dukung UMKM pangan di sekitar kita dan manfaatkan setiap lahan yang ada untuk bercocok tanam. Dengan begitu, kita turut berkontribusi pada ketahanan pangan dan kesejahteraan bersama di Kota Jogja yang istimewa ini.
FAQ
Tanya: Apa tujuan utama dari inisiatif seperti Kodim Jogja Fest?
Jawab: Kodim Jogja Fest bertujuan untuk mendorong ketahanan pangan lokal dan mendukung pelaku UMKM di Kota Jogja melalui kolaborasi berbagai pihak. Acara ini juga menjadi wadah bagi semangat pertanian di lahan terbatas.
Tanya: Siapa saja yang terlibat dalam penyelenggaraan Kodim Jogja Fest?
Jawab: Kodim Jogja Fest merupakan hasil kolaborasi antara Kodim 0734/Jogja, Pemerintah Kota Jogja, masyarakat, pegiat urban farming, dan UMKM. Bulog juga turut berpartisipasi dalam acara ini.
Tanya: Apa saja jenis UMKM yang berpartisipasi dalam Kodim Jogja Fest?
Jawab: Acara ini diikuti oleh berbagai jenis UMKM, termasuk pelaku pertanian, UMKM fesyen, dan penyedia bahan pokok. Terdapat total 43 tenant yang memeriahkan acara tersebut.