Yogyakarta, zekriansyah.com – Halo, Sahabat Pembaca! Kabar mengejutkan datang dari Boyolali yang sempat membuat heboh publik. Kasus penemuan empat bocah yang mengalami kekerasan, bahkan ada yang kakinya dirantai, kini memasuki babak baru. Pemilik rumah bocah dirantai di Boyolali, Siswono Putro (SP), kini telah resmi jadi tersangka dan ditahan oleh pihak kepolisian.
Pemilik rumah di Boyolali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan terhadap empat bocah yang salah satunya ditemukan dirantai, menambah panjang daftar kasus kekerasan anak yang meresahkan masyarakat.
Kejadian ini tentu saja menyayat hati kita semua. Bagaimana tidak, anak-anak yang seharusnya mendapat kasih sayang dan perlindungan justru mengalami perlakuan yang tidak manusiawi. Artikel ini akan mengupas tuntas kronologi, kondisi terkini para korban, hingga perkembangan hukum kasus yang menghebohkan Boyolali ini. Mari kita selami lebih dalam agar kita semua bisa lebih peduli terhadap perlindungan anak di sekitar kita.
Awal Mula Terungkapnya Kisah Pilu di Andong, Boyolali
Kisah pilu ini terungkap pada Minggu dini hari, 13 Juli 2025, di Desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Semuanya bermula ketika seorang anak berinisial MAF (11) ketahuan warga mengambil uang dari kotak amal masjid di Desa Kacangan. Jumlahnya tak seberapa, hanya Rp20.000, namun alasan di baliknya sungguh memilukan: ia nekat karena adik-adiknya kelaparan.
Warga yang prihatin kemudian mengantar MAF pulang ke rumahnya. Betapa terkejutnya mereka saat tiba di lokasi. Di dalam rumah tersebut, ditemukan dua anak lainnya dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, kakinya terikat rantai besi. Tak hanya itu, keempat bocah ini—MAF (11), VMR (6), SAW (14), dan IAR (11)—terlihat lemas, lusuh, dan sangat kelaparan. Penemuan ini segera dilaporkan ke perangkat desa dan kemudian ke Polsek Andong.
Siapa Sosok SP, Pemilik Rumah yang Kini Tersangka?
Sosok di balik kasus kekerasan ini adalah Siswono Putro (SP), seorang pria berusia 65 tahun yang merupakan pemilik rumah tempat ditemukannya anak-anak tersebut. SP dikenal sebagai “tokoh agama” atau “guru ngaji” di Desa Mojo. Ironisnya, orang tua para korban menitipkan anak-anak mereka kepada SP dengan harapan akan mendapatkan pendidikan agama dan pengajaran informal yang baik.
Namun, kenyataan pahit justru menimpa anak-anak ini. Warga sekitar mengenal SP sebagai pribadi yang tertutup dan jarang berinteraksi. Bahkan, rumahnya yang disebut-sebut berkedok yayasan atau penampungan anak yatim piatu, ternyata tidak memiliki izin resmi. Ini menimbulkan pertanyaan besar tentang motif dan kegiatan yang sebenarnya dilakukan SP di rumahnya.
Kondisi Mengerikan Para Korban dan Bukti Kekerasan
Hasil pemeriksaan medis menemukan beberapa luka lebam di tubuh para korban, yang diduga berasal dari pukulan. Mereka mengaku sering dipukuli, bahkan dengan bekas antena radio, jika tidak menurut atau melakukan kesalahan. Lebih parahnya, anak-anak ini menceritakan bahwa mereka sudah sebulan tidur di teras tanpa alas dan selimut, serta hanya makan singkong yang tidak layak konsumsi selama 7-10 hari.
Dua dari empat anak yang ditemukan, yaitu VMR (6) dan IAR (11), adalah yang kakinya dirantai dengan rantai besi dan gembok. Barang bukti seperti rantai, gembok, dan bekas antena radio telah diamankan polisi. Pengakuan anak-anak ini sungguh menyayat hati; mereka sangat ketakutan dan meminta agar warga tidak memberitahu SP karena takut akan dianiaya lagi.
- Identitas Korban:
- MAF (11) & VMR (6): Kakak adik dari Batang, tinggal di rumah SP sekitar 2 tahun.
- SAW (14) & IAR (11): Kakak adik dari Kabupaten Semarang, tinggal di rumah SP sekitar 1 tahun.
- Barang Bukti yang Diamankan:
- Rantai besi
- Gembok
- Bekas antena radio
Pemilik Rumah Bocah Dirantai Boyolali Resmi Jadi Tersangka dan Ditahan
Setelah serangkaian penyelidikan dan gelar perkara, Polres Boyolali akhirnya menetapkan SP sebagai tersangka kekerasan terhadap anak pada Senin, 14 Juli 2025. SP langsung ditahan di Rutan Mapolres Boyolali. Kasat Reskrim Polres Boyolali, AKP Joko Purwadi, menjelaskan bahwa penetapan ini didasarkan pada dua alat bukti dan barang bukti yang kuat, serta keterangan para korban.
SP disangkakan melanggar Pasal 77B Jo 76B dan/atau Pasal 80 ayat 1 Jo Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman untuk perbuatannya ini adalah 5 tahun dan 3 tahun 6 bulan penjara. Dalih SP bahwa tindakan merantai adalah “bentuk cara pengajaran” tentu saja tidak bisa dibenarkan dan sangat bertentangan dengan prinsip perlindungan anak.
Pemulihan dan Harapan Baru untuk Anak-Anak Korban
Kabar baiknya, kondisi keempat anak korban kekerasan ini sudah semakin membaik. Dinas Sosial (Dinsos) Boyolali dan DP2KBP3A Boyolali telah bergerak cepat memberikan pendampingan. Setelah sempat ditempatkan di rumah aman, kini mereka dititipkan di sebuah pondok pesantren di Boyolali. Di sana, mereka mendapat perawatan dan pengasuhan yang lebih baik, bahkan bisa kembali belajar mengaji. Luar biasa, ada yang hafal 13 juz, 3 juz, dan 2 juz Al-Quran!
Pendampingan psikologis juga terus diberikan untuk membantu anak-anak melupakan masa kelam mereka. Wakil Bupati Batang bahkan datang langsung menjenguk dua anak yang berasal dari wilayahnya, berjanji akan membawa mereka pulang dan menyekolahkan di Batang agar lebih dekat dan terkontrol. Semoga dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, anak-anak ini bisa pulih sepenuhnya dan memiliki masa depan yang cerah.
Kasus ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya pengawasan terhadap lingkungan sekitar, terutama terkait perlindungan anak. Terungkapnya pemilik rumah bocah dirantai di Boyolali yang kini jadi tersangka adalah langkah awal menuju keadilan. Mari kita bersama-sama menjadi mata dan telinga bagi mereka yang rentan, memastikan tidak ada lagi anak yang mengalami kekerasan dan penelantaran. Setiap anak berhak tumbuh dalam kasih sayang dan lingkungan yang aman.