Dunia hukum kembali menyorot perhatian publik dengan perkembangan terbaru kasus dugaan korupsi impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong. Dalam persidangan lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 11 Juli 2025, terungkap sebuah fakta menarik yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Meski Tom Lembong diyakini tidak menerima keuntungan pribadi sepeser pun dari kasus ini, perbuatannya justru dinilai telah memperkaya pihak lain.
Ilustrasi untuk artikel tentang Jaksa Akui Tom Lembong Tidak Untung dalam Kasus Impor Gula, Namun Perkaya Pihak Lain
Artikel ini akan mengupas tuntas duduk perkara di balik pengakuan jaksa tersebut, siapa saja pihak yang diuntungkan, serta bagaimana implikasi hukumnya bagi Tom Lembong. Mari kita selami lebih dalam agar kita semua bisa memahami kompleksitas kasus ini dengan lebih jelas.
Fakta Persidangan: Tom Lembong Tak Diperkaya, Tapi Melanggar Hukum
Dalam sesi pembacaan replik, atau tanggapan jaksa atas pleidoi (nota pembelaan) Tom Lembong, JPU secara terang-terangan mengakui bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, terdakwa tidak mendapatkan keuntungan materi pribadi.
“Bahwa dalam perkara a quo berdasarkan fakta persidangan, terdakwa tidak diperkaya ataupun diuntungkan,” ujar Jaksa dalam persidangan.
Namun, pengakuan ini datang dengan “tapi” yang besar. Jaksa menegaskan bahwa meskipun Tom Lembong tidak untung dalam kasus ini secara langsung, perbuatannya dalam kapasitas sebagai Mendag telah melanggar hukum dan memberikan keuntungan besar kepada pihak lain atau korporasi. Ini berarti, meski tangannya tidak langsung menerima uang, kebijakan yang dibuatnya berujung pada kerugian negara dan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
Bagaimana Pihak Lain Diperkaya oleh Kebijakan Tom Lembong?
Jaksa menjelaskan bahwa keuntungan bagi pihak lain ini berasal dari tindakan Tom Lembong yang memberikan penugasan kepada beberapa entitas, seperti PT PPI, INKOPKAR, INKOPPOL, dan PUSKOPPOL. Selain itu, pemberian persetujuan impor kepada delapan pabrik gula rafinasi dan PT Kebun Tebu Mas juga dinilai dilakukan secara melawan hukum.
Tindakan-tindakan inilah yang kemudian disinyalir memperkaya sejumlah individu dan perusahaan. Berikut adalah beberapa pihak yang disebut-sebut diuntungkan, beserta estimasi jumlahnya:
- Tony Wijaya Ng melalui PT Angels Products: Rp 144,11 miliar
- Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene: Rp 31,19 miliar
- Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya: Rp 36,87 miliar
- Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry: Rp 64,55 miliar
- Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama: Rp 26,16 miliar
- Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo: Rp 42,87 miliar
- Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International: Rp 41,22 miliar
- Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur: Rp 74,58 miliar
- Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas: Rp 47,86 miliar
- Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses: Rp 5,97 miliar
Jumlah total kerugian keuangan negara yang timbul dari kasus impor gula ini diperkirakan mencapai angka fantastis, yaitu Rp 578,1 miliar.
Tuntutan Berat di Balik Pengakuan Jaksa
Meskipun jaksa mengakui Tom Lembong tak untung kasus secara pribadi, hal itu tidak lantas membebaskannya dari jeratan hukum. Sebelumnya, JPU telah menuntut Tom Lembong dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Penting untuk dicatat, jaksa tidak menuntut Tom Lembong untuk membayar uang pengganti kerugian negara. Ini konsisten dengan pengakuan bahwa ia tidak menikmati hasil korupsi secara pribadi, melainkan perbuatannya yang memperkaya pihak lain.
Menanggapi tuntutan ini, Tom Lembong sempat menyatakan kekecewaannya. Ia merasa surat tuntutan jaksa mengabaikan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, termasuk sikap kooperatif yang telah ia tunjukkan selama proses hukum berlangsung.
Alasan Jaksa Tetap Menuntut dan Menolak Pleidoi
Dalam repliknya, jaksa juga meminta majelis hakim untuk menolak pleidoi atau nota pembelaan yang diajukan oleh Tom Lembong dan tim kuasa hukumnya. Jaksa tetap pada tuntutannya yang meyakini bahwa Tom Lembong terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang tindakan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri atau orang lain, yang merugikan keuangan negara.
Jaksa beralasan bahwa penunjukan alat bukti berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar penghitungan kerugian negara, adalah kewenangan penuntut umum. Meskipun demikian, jaksa mengklaim telah menunjukkan itikad baik dengan menyerahkan salinan LHP BPKP kepada kubu Tom Lembong seminggu sebelum ahli BPKP dihadirkan di persidangan.
Kesimpulan
Kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong ini memberikan gambaran kompleksitas penegakan hukum di Indonesia. Pengakuan jaksa bahwa Tom Lembong tidak untung dalam kasus ini secara pribadi, namun perbuatannya justru memperkaya pihak lain dan merugikan negara, menjadi poin penting yang patut dicermati. Tuntutan 7 tahun penjara dan denda yang dijatuhkan menunjukkan keseriusan jaksa dalam melihat dampak dari kebijakan seorang pejabat, terlepas dari apakah ada keuntungan pribadi yang didapat atau tidak.
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi setiap pejabat publik akan tanggung jawab besar yang diemban. Setiap kebijakan yang diambil haruslah berdasarkan prosedur hukum yang benar dan semata-mata demi kepentingan negara dan rakyat, bukan untuk menguntungkan segelintir pihak. Mari kita terus ikuti perkembangan kasus ini dan berharap keadilan sejati dapat ditegakkan.