Yogyakarta, zekriansyah.com – Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana rasanya hidup di tempat di mana setiap gerak-gerik diawasi? Di Tibet, wilayah yang kini dikuasai Tiongkok, kehidupan sehari-hari sebagian besar warganya diwarnai oleh pengawasan ketat. Artikel ini akan membawa Anda memahami lebih dalam mengapa Tibet seolah “membisu” dan bagaimana penduduknya menjalani hari di tengah realitas yang penuh tantangan, terutama menjelang ulang tahun ke-90 pemimpin spiritual mereka, Dalai Lama.
Ilustrasi: Ketenangan Tibet yang menyimpan kisah perjuangan warga di bawah bayang-bayang pengawasan Beijing.
Membaca artikel ini akan membantu Anda memahami kompleksitas situasi di Tibet, dari pengawasan pemerintah hingga ancaman terhadap budaya dan bahasa asli, serta bagaimana isu suksesi Dalai Lama menjadi sorotan global. Mari kita selami lebih jauh.
Pengawasan Ketat di Biara Kirti: Setiap Sudut Terpantau
Di provinsi Sichuan, Tiongkok barat daya, terdapat Biara Kirti. Tempat ini telah menjadi pusat perlawanan Tibet selama beberapa dekade. Bahkan, pada akhir 2000-an, biara ini menjadi saksi bisu sejumlah aksi bakar diri sebagai bentuk penolakan terhadap aturan Tiongkok.
Kini, hampir dua dekade berlalu, tanda-tanda kekhawatiran Beijing terhadap Biara Kirti masih sangat jelas. Sebuah kantor polisi dibangun tepat di dalam pintu masuk utama. Kamera pengawas bertebaran di setiap sudut kompleks, memindai setiap gerakan. Seorang biarawan yang berani berbicara kepada wartawan BBC mengungkapkan kekhawatirannya:
“Hal-hal di sini tidak baik bagi kami. Mereka (pemerintah) tidak punya hati yang baik; semua orang bisa melihatnya.”
Ia bahkan memberikan peringatan, “Hati-hati, orang-orang mengawasi Anda.” Peringatan ini bukan tanpa alasan, mengingat ada delapan pria tak dikenal yang terus membuntuti para wartawan.
Hidup di Bawah Bayang-Bayang Beijing: Hilangnya Kebebasan Berkeyakinan
Tiongkok telah menguasai Tibet selama hampir 75 tahun sejak menganeksasinya pada tahun 1950. Meskipun Beijing mengklaim telah berinvestasi besar-besaran untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan dan kereta api, banyak warga Tibet yang melarikan diri mengatakan bahwa pembangunan ekonomi ini juga membawa lebih banyak pasukan dan pejabat, yang secara perlahan mengikis kebebasan beragama dan berkeyakinan mereka.
Beijing menganggap Tibet sebagai bagian integral dari Tiongkok dan melabeli pemimpin spiritual Tibet yang diasingkan, Dalai Lama, sebagai separatis. Akibatnya, mereka yang menampilkan gambarnya atau memberikan dukungan publik kepadanya bisa berakhir di penjara.
Meskipun demikian, beberapa warga di Aba (Ngaba dalam bahasa Tibet), tempat Biara Kirti berada, telah melakukan tindakan ekstrem untuk menentang pembatasan ini. Aba adalah lokasi pecahnya protes besar pada tahun 2008 yang berujung pada bentrokan dan penembakan. Dalam beberapa tahun setelahnya, lebih dari 150 kasus bakar diri terjadi di atau sekitar Aba, menuntut kembalinya Dalai Lama, hingga jalan utamanya dijuluki “Jalur Martir.”
Bahasa dan Identitas Terancam: Anak-Anak Tibet Wajib Berbahasa Mandarin
Salah satu kekhawatiran terbesar bagi komunitas Tibet adalah ancaman terhadap bahasa dan identitas budaya mereka. Undang-undang baru mengharuskan semua anak di bawah 18 tahun untuk bersekolah di sekolah negeri Tiongkok dan belajar bahasa Mandarin. Mereka tidak diizinkan belajar kitab suci Buddha di kelas biara sampai mereka berusia 18 tahun, dan mereka harus “mencintai negara dan agama serta mengikuti hukum dan peraturan nasional.”
Ini adalah perubahan besar bagi komunitas di mana biarawan sering direkrut sejak kecil dan biara berfungsi ganda sebagai sekolah bagi sebagian besar anak laki-laki. Seorang biarawan berusia 60-an di Aba menceritakan dengan emosional:
“Salah satu institusi Buddha di dekat sini dihancurkan oleh pemerintah beberapa bulan lalu. Itu adalah sekolah pengajaran.”
Aturan baru ini mengikuti perintah tahun 2021 yang mewajibkan semua sekolah di wilayah Tibet, termasuk taman kanak-kanak, untuk mengajar dalam bahasa Tiongkok. Beijing berdalih ini untuk memberi anak-anak Tibet peluang kerja yang lebih baik, namun para ahli khawatir hal ini akan berdampak besar pada masa depan Buddhisme Tibet dan bahasa mereka.
Perjuangan Suksesi Dalai Lama: Dua Dunia di Bawah Satu Langit
Isu masa depan Tibet semakin mendesak seiring dengan ulang tahun ke-90 Dalai Lama. Ratusan pengikut berkumpul di Dharamshala, India, untuk menghormatinya. Dalai Lama sendiri telah mengumumkan rencana suksesi yang telah lama dinanti, menegaskan kembali bahwa Dalai Lama berikutnya akan dipilih setelah kematiannya oleh yayasan yang ia dirikan, dan “tidak ada orang lain yang memiliki wewenang untuk ikut campur dalam masalah ini.”
Namun, Beijing telah menyatakan dengan lantang dan jelas: reinkarnasi Dalai Lama berikutnya akan berada di Tiongkok dan disetujui oleh Partai Komunis Tiongkok. Ini menyiapkan panggung untuk konfrontasi besar. Beijing bahkan telah melakukan persiapan propaganda untuk meyakinkan warga Tibet tentang “peraturan baru” dalam memilih Dalai Lama.
Sejarah mencatat, ketika Panchen Lama, otoritas tertinggi kedua dalam Buddhisme Tibet, meninggal pada tahun 1989, Dalai Lama mengidentifikasi seorang penerus di Tibet. Namun, anak itu menghilang, dan Beijing dituduh menculiknya. Beijing kemudian menyetujui Panchen Lama yang berbeda.
Situasi ini menciptakan dua dunia di bawah satu langit Himalaya, di mana warisan dan keyakinan bertabrakan dengan tuntutan persatuan dan kontrol Partai Komunis.
Kesimpulan
Kehidupan di Tibet, terutama di wilayah seperti Aba, adalah gambaran nyata bagaimana pengawasan dan kontrol pemerintah dapat memengaruhi setiap aspek kehidupan warganya, mulai dari kebebasan berkeyakinan, pendidikan, hingga masa depan identitas budaya. Meskipun ada pembangunan ekonomi, hal itu seringkali disertai dengan pengikisan hak-hak dasar dan kebebasan.
Kisah dari para biarawan yang berani berbicara, meski dalam bisikan, adalah pengingat penting akan perjuangan yang terus berlangsung di Tibet. Dengan memahami situasi ini, kita dapat lebih menghargai pentingnya kebebasan berkeyakinan dan hak asasi manusia di mana pun di dunia. Mari terus mencari tahu dan menyebarkan informasi tentang isu-isu kemanusiaan yang penting ini.
FAQ
Tanya: Mengapa Biara Kirti menjadi fokus pengawasan ketat pemerintah Tiongkok?
Jawab: Biara Kirti telah lama menjadi pusat perlawanan Tibet dan menjadi saksi aksi bakar diri sebagai bentuk penolakan terhadap aturan Tiongkok.
Tanya: Bagaimana bentuk pengawasan yang diterapkan di Biara Kirti?
Jawab: Pengawasan meliputi pembangunan kantor polisi di pintu masuk utama dan pemasangan kamera pengawas di setiap sudut kompleks biara.
Tanya: Apa yang menjadi kekhawatiran utama para biarawan di Biara Kirti terkait pengawasan tersebut?
Jawab: Para biarawan merasa khawatir karena pemerintah tidak memiliki niat baik dan pengawasan yang ketat ini berdampak negatif pada kehidupan mereka.