Terkuak: Di Balik Angka Rp325 Triliun, Kisah Tekor Israel Akibat Konflik 12 Hari yang Mengguncang

Dipublikasikan 26 Juni 2025 oleh admin
Sosial Politik

Dalam lanskap geopolitik yang terus bergejolak, setiap konflik bersenjata tak hanya merenggut nyawa dan merusak peradaban, tetapi juga meninggalkan jejak kehancuran ekonomi yang mendalam. Israel, sebagai salah satu aktor kunci di Timur Tengah, baru-baru ini menghadapi realitas pahit ini. Sebuah data mengejutkan terungkap: apesnya Israel tekor lebih Rp325 triliun akibat perang intensif selama 12 hari melawan Iran. Angka yang fantastis ini lebih dari sekadar deretan digit; ia adalah cerminan dari kompleksitas pengeluaran militer, kerusakan infrastruktur, hingga beban sosial yang harus ditanggung sebuah negara di tengah pusaran konflik.

Terkuak: Di Balik Angka Rp325 Triliun, Kisah Tekor Israel Akibat Konflik 12 Hari yang Mengguncang

Artikel ini akan mengupas tuntas mengapa angka kerugian ini begitu membengkak, merinci setiap aspek pengeluaran dan dampak yang ditimbulkan, serta menganalisis bagaimana kondisi ini memengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial Israel. Mari kita telusuri lebih dalam implikasi finansial dari ketegangan yang tak kunjung usai ini, memahami bahwa di balik setiap konflik ada harga yang harus dibayar, dan kali ini, Israel menanggung beban yang tak main-main.

Anatomi Kerugian Finansial: Angka-angka yang Membengkak

Konflik yang berlangsung singkat, hanya 12 hari, nyatanya mampu melumpuhkan sebagian besar sendi perekonomian Israel. Berdasarkan laporan media Zionis dan analisis ekonomi, total kerugian yang diderita Israel diperkirakan mencapai USD20 miliar, atau setara dengan lebih dari Rp325 triliun. Angka ini mencakup kerugian langsung sebesar USD12 miliar, yang membuktikan betapa cepatnya biaya perang melonjak.

Pengeluaran Militer yang Membengkak Drastis

Sektor militer menjadi penyumbang terbesar kerugian ini. Untuk mempertahankan diri dan melancarkan serangan balasan, Israel harus menggelontorkan dana yang masif. Beberapa poin penting terkait pengeluaran militer meliputi:

  • Biaya Operasional Harian: Perang ini menelan biaya harian rata-rata USD725 juta (sekitar Rp11,7 triliun). Dari jumlah tersebut, sekitar USD593 juta dialokasikan untuk operasi serangan, sementara USD132 juta digunakan untuk pertahanan dan mobilisasi militer.
  • Kebutuhan Amunisi dan Pencegat: Perbendaharaan Israel telah menyerap kerugian sebesar 22 miliar shekel (sekitar USD6,46 miliar). Selain itu, militer Israel mengajukan permintaan dana tambahan sebesar 40 miliar shekel (USD11,7 miliar). Dana ini sangat krusial untuk mengisi kembali persediaan senjata, memperoleh lebih banyak sistem pencegat rudal, dan amunisi ofensif, serta mempertahankan pasukan cadangan yang telah dimobilisasi. Ini adalah permintaan yang melonjak drastis setelah sebelumnya hanya meminta 10 miliar dan kemudian 30 miliar shekel sebelum perang dimulai.
  • Sistem Pertahanan Udara: Sistem pertahanan antirudal Israel, yang sangat vital dalam menghadapi serangan Iran, memerlukan biaya harian yang bervariasi, antara USD10 juta hingga USD200 juta (triliunan rupiah). Biaya operasional dan pemeliharaan sistem kompleks ini tentu saja menambah beban keuangan negara secara signifikan.
  • Mobilisasi Pasukan Cadangan: Sekitar 450.000 tentara cadangan dimobilisasi secara besar-besaran selama konflik. Biaya untuk personel militer ini, termasuk gaji, logistik, dan akomodasi, menjadi komponen pengeluaran yang substansial.

Jika perang berlangsung selama satu bulan penuh, Lembaga Aaron Institute for Economic Policy di Israel memperkirakan total anggaran yang dibutuhkan bisa menembus angka USD12 miliar (sekitar Rp195 triliun), namun dampak ekonomi yang ditimbulkan bisa jauh lebih besar.

Kompensasi dan Kerusakan Infrastruktur

Selain pengeluaran militer, biaya kompensasi dan kerusakan infrastruktur juga menyumbang angka kerugian yang signifikan:

  • Kompensasi Bisnis dan Warga: Sekitar 5 miliar shekel (USD1,5 miliar) dialokasikan untuk kompensasi bagi bisnis, pekerja, dan sekitar 15.000 penduduk yang mengungsi. Ini mencerminkan dampak langsung perang terhadap kehidupan sehari-hari warga dan aktivitas ekonomi.
  • Kerusakan Bangunan dan Infrastruktur: Serangan rudal Iran menyebabkan kerusakan parah pada bangunan dan infrastruktur, dengan estimasi kerugian mencapai 5 miliar shekel (USD1,5 miliar). Angka ini belum termasuk biaya berkelanjutan seperti akomodasi hotel sementara dan perumahan alternatif bagi penduduk yang dievakuasi. Bahkan, kerusakan yang belum terselesaikan pada sekitar sepertiga properti yang terkena dampak bisa menambah 1 hingga 1,5 miliar shekel lagi (antara USD294 juta hingga USD440 juta) untuk rehabilitasi.
  • Produksi Dalam Negeri Terganggu: Aktivitas produksi dalam negeri juga mengalami gangguan serius, yang secara tidak langsung merugikan perekonomian. Adam Bloomberg, wakil direktur ekonomi federasi buruh Histadrut Israel, menyebutkan bahwa penutupan ekonomi yang dipicu perang merugikan ekonomi Israel sekitar 1,5 miliar shekel (USD294 juta) per hari, yang berarti bisnis telah kehilangan lebih dari USD3,5 miliar selama konflik 12 hari tersebut.

Dampak Multi-Sektor pada Perekonomian Israel

Kerugian finansial akibat perang 12 hari ini merambat ke berbagai sektor, menciptakan gelombang kejut yang mengancam stabilitas ekonomi jangka panjang Israel.

Tekanan Anggaran Negara dan Defisit yang Membengkak

Konflik ini secara langsung membebani kas negara. Israel diperkirakan akan meningkatkan defisit anggaran nasionalnya, yang sebelumnya sudah membengkak akibat perang di Gaza, menjadi sekitar enam persen. Hal ini terjadi bersamaan dengan proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi setidaknya 0,2 persen, yang otomatis akan menurunkan penerimaan pajak negara.

Kementerian Keuangan Israel sendiri mengakui bahwa cadangan keuangan negara mulai menipis. Mereka bahkan meminta tambahan dana sebesar USD857 juta untuk Kementerian Pertahanan, sambil memangkas anggaran sebesar USD200 juta dari sektor kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial. Ini menunjukkan dilema sulit yang dihadapi pemerintah dalam menyeimbangkan kebutuhan pertahanan dengan kesejahteraan sosial.

Gejolak Pasar Keuangan

Pasar keuangan Israel juga tak luput dari hantaman. Nilai tukar shekel sempat anjlok ke 3,7 per dolar AS, meskipun kemudian pulih ke 3,5. Pelemahannya ini sebagian besar dipicu oleh pelemahan dolar secara global dan aktivitas spekulatif di pasar.

Serangan rudal Iran yang menghantam Bursa Berlian Israel —sektor yang menyumbang sekitar 8 persen ekspor negara itu— memicu kepanikan di Bursa Efek Tel Aviv. Investor ramai-ramai melakukan aksi jual besar-besaran, menciptakan gejolak pasar yang berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi dalam jangka pendek. Para pakar memperingatkan, jika konflik berlanjut, pertumbuhan ekonomi Israel bisa melambat drastis, dan angka pengangguran serta kemiskinan diprediksi akan meroket.

Kerugian Tambahan Akibat Gangguan Infrastruktur Penting

Serangan balasan Iran juga menyasar infrastruktur penting di kota-kota besar Israel, menambah daftar panjang kerugian:

  • Kilang Minyak Bazan: Kilang minyak terbesar Israel, Bazan, mengalami kerugian sekitar USD3 juta (sekitar Rp48,9 miliar) per hari akibat serangan.
  • Bandara Ben Gurion: Bandara internasional utama Israel, Ben Gurion, sempat lumpuh total. Bandara yang biasanya melayani 300 penerbangan dan 35.000 penumpang per hari itu hanya dibuka sebagian pada Minggu untuk evakuasi warga. Gangguan ini jelas menambah daftar kerugian ekonomi.
  • Maskapai Penerbangan El Al: Maskapai nasional Israel, El Al, terpaksa mengubah rute penerbangan untuk menghindari risiko, dengan biaya operasional akibat gangguan ini diperkirakan mencapai USD6 juta. Beberapa penerbangan bahkan harus dialihkan, seperti penerbangan ke Paris yang dialihkan ke Siprus Yunani, dan penerbangan ke Bangkok yang mendarat di Roma.

Beban Sosial dan Humaniter

Di balik angka-angka ekonomi, ada dampak sosial dan humaniter yang tidak kalah penting. Konflik ini memaksa ribuan warga mengungsi dan menimbulkan kerugian pribadi yang besar.

Warga yang Mengungsi dan Klaim Kompensasi

Otoritas Pajak Israel mencatat bahwa lebih dari 10.000 warga terpaksa mengungsi selama minggu pertama konflik. Sebanyak 36.465 orang telah mengajukan klaim kompensasi atas kerugian yang dialami. Ini menunjukkan skala penderitaan individu dan keluarga yang secara langsung terdampak oleh perang, kehilangan tempat tinggal, mata pencarian, atau properti mereka. Biaya akomodasi sementara dan perumahan alternatif bagi mereka yang dievakuasi masih menjadi beban berkelanjutan yang belum sepenuhnya diperhitungkan dalam total kerugian.

Dampak Psikologis dan Sosial

Meskipun tidak terukur dalam satuan mata uang, dampak psikologis dan sosial dari konflik yang berkepanjangan ini sangatlah besar. Ketidakpastian, trauma, dan dislokasi sosial dapat memiliki efek jangka panjang pada kesehatan mental penduduk dan kohesi sosial. Peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan yang diprediksi juga akan memperburuk kondisi sosial di masa mendatang.

Strategi Mitigasi dan Tantangan ke Depan

Untuk menutupi defisit anggaran yang membengkak dan memulihkan perekonomian, pemerintah Israel dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit. Naser Abdelkarim, asisten profesor keuangan di Universitas Amerika Palestina, mengemukakan tiga opsi utama:

  1. Memangkas Anggaran Sektor Vital: Memotong pengeluaran untuk sektor kesehatan dan pendidikan, yang dapat berdampak negatif pada layanan publik dan kualitas hidup warga.
  2. Menaikkan Pajak: Meningkatkan beban pajak bagi warga dan bisnis, yang berpotensi menghambat pemulihan ekonomi dan mengurangi daya beli masyarakat.
  3. Mengajukan Pinjaman Baru: Menerbitkan pinjaman baru yang berisiko menaikkan rasio utang publik terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga di atas 75 persen, yang dapat membahayakan stabilitas keuangan negara dalam jangka panjang.

Selain itu, Israel juga mempertimbangkan untuk mencari dukungan keuangan tambahan dari Amerika Serikat, baik melalui bantuan langsung maupun jaminan pinjaman, untuk membantu mengimbangi biaya perang dan mengatasi kebutuhan pertahanan yang mendesak. Harapan akan bantuan internasional menjadi salah satu tumpuan di tengah krisis finansial ini.

Dinamika Konflik dan Gencatan Senjata

Kerugian ekonomi ini tidak lepas dari dinamika konflik yang kompleks. Perang 12 hari ini dimulai setelah Israel menyerang Iran pada 13 Juni. Ketegangan semakin memuncak ketika Amerika Serikat menghantam tiga fasilitas nuklir Iran pada Minggu, 22 Juni 2025, sebagai bagian dari dukungan terhadap kampanye militer Israel. Iran membalas dengan meluncurkan rudal ke Pangkalan Udara Al Udeid milik militer AS di Qatar pada Senin, 23 Juni 2025.

Di tengah eskalasi, Presiden AS Donald Trump pada Senin, 23 Juni 2025, mengumumkan bahwa Israel dan Iran telah menyepakati gencatan senjata “penuh dan total” yang berlaku mulai Selasa, 24 Juni 2025, pukul 04.00 GMT (11.00 WIB). Trump menyerukan kedua pihak untuk mematuhi kesepakatan tersebut.

Namun, drama kembali terjadi. Hanya beberapa jam setelah gencatan senjata diberlakukan, Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, justru memerintahkan serangan besar-besaran ke Teheran, menuduh Iran telah melanggar kesepakatan. Pemerintah Iran membantah tudingan tersebut dan bersumpah akan memberikan respons keras jika diserang kembali. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya diplomatik, ketegangan militer masih sangat rapuh dan dapat memicu eskalasi sewaktu-waktu.

Tak hanya kerugian finansial, konflik ini juga menelan korban jiwa. Otoritas Israel melaporkan sedikitnya 25 warganya tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan rudal Iran. Di pihak Iran, Kementerian Kesehatan setempat menyatakan bahwa korban tewas telah mencapai 430 orang, dengan lebih dari 3.500 orang luka-luka akibat serangan Israel. Angka-angka ini menjadi pengingat pedih akan harga kemanusiaan yang harus dibayar dalam setiap konflik bersenjata.

Kesimpulan

Angka Rp325 triliun yang menjadi kerugian Israel akibat perang 12 hari melawan Iran adalah manifestasi nyata dari betapa destruktifnya konflik bersenjata, bahkan dalam durasi yang relatif singkat. Dari pengeluaran militer yang membengkak, kerusakan infrastruktur vital, hingga beban kompensasi bagi warga terdampak, setiap aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat terancam. Defisit anggaran yang melonjak dan gejolak pasar keuangan menjadi tantangan serius bagi stabilitas ekonomi Israel di masa depan.

Kisah “apesnya Israel tekor lebih Rp325 triliun akibat” konflik ini bukan sekadar catatan finansial, melainkan sebuah peringatan tentang biaya sebenarnya dari ketegangan geopolitik. Diperlukan upaya serius dan berkelanjutan, baik di tingkat domestik maupun internasional, untuk meredakan ketegangan, membangun kembali fondasi ekonomi, dan yang terpenting, mencegah terulangnya tragedi yang menelan begitu banyak sumber daya dan kehidupan. Semoga dari setiap krisis, ada pelajaran berharga yang dapat dipetik demi masa depan yang lebih damai dan stabil.

Bagikan pandangan Anda mengenai dampak konflik ini di kolom komentar, atau ikuti terus perkembangan analisis ekonomi dan geopolitik lainnya di blog kami untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam.

FAQ

Berikut adalah beberapa pertanyaan dan jawaban singkat untuk bagian FAQ artikel “Terkuak: Di Balik Angka Rp325 Triliun, Kisah Tekor Israel Akibat Konflik 12 Hari yang Mengguncang”:

  • Apa penyebab utama kerugian finansial Israel sebesar Rp325 triliun akibat konflik 12 hari?

    • Penyebab utamanya adalah kerusakan infrastruktur, biaya militer, dan terhentinya aktivitas ekonomi akibat konflik.
  • Sektor ekonomi mana yang paling terdampak oleh konflik tersebut?

    • Sektor pariwisata, properti, dan industri manufaktur mengalami dampak paling signifikan.
  • Apakah angka Rp325 triliun hanya mencakup kerugian langsung, atau juga kerugian tidak langsung?

    • Angka tersebut mencakup kerugian langsung seperti kerusakan fisik, serta kerugian tidak langsung seperti penurunan investasi dan hilangnya pendapatan.
  • **