Siapa sangka, di tengah upaya pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos) untuk menopang kehidupan masyarakat yang membutuhkan, sebuah fakta mengejutkan terungkap. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) baru-baru ini menemukan bahwa lebih dari 100 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bansos teridentifikasi terlibat dalam kegiatan pendanaan terorisme. Kabar ini tentu saja langsung menjadi sorotan publik dan memicu kekhawatiran serius.
Ilustrasi untuk artikel tentang Terkuak: **Lebih dari 100 Penerima Bansos Terlibat Pendanaan Terorisme**, Sistem Bantuan Sosial Jadi Sorotan Tajam!
Tak hanya itu, temuan PPATK juga mengungkap adanya ratusan ribu penerima bansos yang terindikasi terlibat dalam judi online (judol), bahkan ada pula yang terkait dengan tindak pidana korupsi dan narkotika. Ini bukan sekadar angka, melainkan cermin adanya celah serius dalam sistem penyaluran bansos yang harus segera dibenahi. Mari kita telusuri lebih dalam bagaimana fakta ini terungkap dan apa langkah pemerintah selanjutnya.
Penemuan Mengejutkan dari PPATK: Dana Bansos yang Menyimpang
Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa hasil analisis lembaganya menunjukkan adanya penyalahgunaan dana bantuan sosial secara masif. Ini bukan hanya tentang jumlah uang, tetapi juga tentang potensi ancaman keamanan nasional.
“Lebih dari 100 orang itu NIK-nya teridentifikasi terlibat mengenai kegiatan pendanaan terorisme,” tegas Ivan Yustiavandana di Gedung DPR, Kamis (10/7/2025), seperti dikutip dari berbagai sumber.
Angka ini tentu saja sangat mengkhawatirkan. Bayangkan, dana yang seharusnya menjadi jaring pengaman bagi masyarakat rentan, justru berpotensi mengalir ke jaringan terlarang yang membahayakan negara.
Selain keterlibatan dalam pendanaan terorisme, PPATK juga menemukan:
- 571.410 NIK penerima bansos terindikasi bermain judi online (judol). Angka ini setara dengan sekitar 2% dari total penerima bansos di tahun 2024.
- Total transaksi judi online di kalangan penerima bansos mencapai hampir Rp 1 triliun, tepatnya Rp 957 miliar, hanya dari data satu bank BUMN.
- Ada juga NIK penerima bansos yang terdeteksi terlibat dalam tindak pidana korupsi dan narkotika, meskipun jumlahnya tidak disebutkan secara rinci.
Yang lebih mengejutkan, temuan ini baru berasal dari satu bank BUMN. PPATK masih akan melakukan pencocokan data dengan empat bank lainnya yang juga menyalurkan bantuan sosial. Ini mengindikasikan bahwa skala masalah bisa jadi jauh lebih besar.
Reaksi dan Langkah Pemerintah: Memastikan Bansos Tepat Sasaran
Temuan PPATK ini sontak memicu reaksi dari berbagai pihak, mulai dari Kementerian Sosial (Kemensos), Istana, hingga anggota DPR. Semua pihak sepakat bahwa masalah ini harus diusut tuntas dan sistem harus diperbaiki agar bantuan sosial benar-benar tepat sasaran.
Respon dari Kementerian Sosial
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau akrab disapa Gus Ipul, menyatakan bahwa pihaknya telah mencocokkan 28,4 juta NIK penerima bansos dengan 9,7 juta data pemain judol milik PPATK.
Gus Ipul menegaskan bahwa Kemensos akan mendalami temuan ini. “Kalau memang terbukti bahwa mereka benar-benar itu judol, dan sengaja bansos itu digunakan untuk keperluan judol maka kita akan coret, dan kita alihkan kepada mereka yang lebih berhak,” ujarnya. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang terlibat dalam pendanaan terorisme dan tindak pidana lainnya.
Kemensos akan berdiskusi lebih lanjut dengan PPATK untuk memastikan apakah penyalahgunaan ini dilakukan langsung oleh penerima bansos atau ada penyalahgunaan identitas (NIK) oleh pihak lain.
Tanggapan dari Istana dan DPR
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan komitmen pemerintah untuk memerangi kejahatan seperti judi online, narkoba, penyelundupan, dan korupsi. Ia menyatakan pemerintah akan memanfaatkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (SEN) untuk memperbaiki ketepatan penyaluran bantuan sosial.
“Alhamdulillah hari ini kita punya yang namanya data SEN, Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional, yang sudah menyatukan seluruh data yang kita miliki. Dari situlah betapa pentingnya penyatuan data ini untuk memastikan penerima manfaat itu benar-benar tepat sasaran,” jelas Prasetyo.
Anggota DPR juga menyuarakan desakan untuk investigasi mendalam. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, H. Abidin Fikri, menilai temuan ini menunjukkan “kelemahan serius dalam sistem penyaluran dan pengawasan bansos.” Ia menekankan pentingnya validasi data akurat agar masyarakat miskin tidak menjadi korban akibat penyalahgunaan NIK.
Senada, anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka dari Fraksi Gerindra mendesak aparat penegak hukum untuk tidak hanya memblokir rekening, tetapi juga menelusuri aliran dana, mengidentifikasi sindikat, dan memberikan sanksi hukum kepada pelaku. “Negara tidak boleh kalah oleh sindikat. Penegakan hukum harus berjalan sampai ke akarnya, tanpa pandang bulu,” tegas Martin.
Ketua DPR Puan Maharani juga mengingatkan agar validasi data dilakukan dengan hati-hati. Ia mewanti-wanti adanya modus jual beli rekening dan penyalahgunaan identitas di kasus judol, sehingga perlu penelusuran tuntas dan berkeadilan.
Analisis dan Rekomendasi: Menuju Sistem Bansos yang Lebih Kuat
Para ahli ekonomi dan pengamat sosial turut memberikan analisis dan rekomendasi terkait temuan ini. Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, menyarankan tiga langkah penting:
- Verifikasi data ulang secara berkala: Memastikan penerima bansos benar-benar sesuai dengan kondisi terkini.
- Penghentian bansos dan sanksi tegas: Jika terbukti ada penyalahgunaan bansos untuk judol atau tujuan ilegal lain, bantuan harus dihentikan dan diberikan sanksi.
- Evaluasi bentuk bansos: Pertimbangkan apakah bansos dalam bentuk uang tunai paling efektif atau perlu diubah menjadi bantuan non-tunai seperti voucher digital untuk kebutuhan pokok, atau bahkan program pelatihan keterampilan.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, juga menyoroti adanya “moral hazard” di mana penerima bansos merasa aman karena ada jaring pengaman dari negara, sehingga kurang bijak dalam mengelola bantuan. Ia menyarankan pendekatan yang lebih adil dan bertingkat, dimulai dengan edukasi keuangan dan pendampingan, sebelum akhirnya mempertimbangkan pencabutan bantuan jika pelanggaran terus terjadi.
Menurutnya, masalah ini bukan hanya soal minimnya pendapatan, tetapi juga rendahnya literasi keuangan, lemahnya kontrol sosial, dan pola konsumsi yang keliru. Oleh karena itu, perlu peran pendamping sosial yang lebih kuat di lapangan dan integrasi bansos dengan program pemberdayaan ekonomi agar masyarakat tidak terus bergantung pada bantuan.
Kesimpulan
Terungkapnya lebih dari 100 penerima bansos terlibat pendanaan terorisme, ditambah dengan ratusan ribu yang terindikasi judi online dan korupsi, adalah alarm keras bagi pemerintah. Ini adalah momen krusial untuk mengevaluasi dan mereformasi sistem bantuan sosial secara menyeluruh.
Langkah-langkah seperti pemanfaatan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (SEN), investigasi mendalam terhadap NIK yang terindikasi, dan penegakan hukum yang tegas, adalah kunci untuk memastikan bantuan sosial benar-benar sampai kepada yang berhak dan tidak disalahgunakan untuk kegiatan ilegal. Dengan sistem yang lebih transparan, akuntabel, dan tepat sasaran, diharapkan kepercayaan publik terhadap program bantuan sosial dapat pulih dan dana negara benar-benar menjadi penopang kesejahteraan, bukan pembiaya kejahatan.