Pernahkah Anda mendengar tentang tepuk tepung tawar? Lebih dari sekadar ritual, ini adalah sebuah tradisi yang sarat makna, doa, dan harapan dalam budaya Melayu. Baru-baru ini, tradisi luhur ini menjadi sorotan dalam prosesi anugerah adat yang sangat istimewa, yaitu saat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dianugerahi gelar “Ingatan Budi” oleh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) di Pekanbaru.
Kapolri dianugerahi gelar adat kehormatan di Bumi Melayu melalui ritual khidmat tepuk tepung tawar sebagai bentuk anugerah dan doa keberkahan.
Artikel ini akan mengajak Anda menyelami lebih dalam arti dan pentingnya momen khidmat tepuk tepung tawar prosesi anugerah ini. Anda akan memahami mengapa tradisi ini begitu dijunjung tinggi, apa saja simbol di baliknya, dan bagaimana nilai-nilai luhur budaya Melayu terus relevan di tengah kemajuan zaman. Mari kita telusuri bersama!
Apa Itu Tepuk Tepung Tawar? Memahami Esensi Tradisi Melayu
Bagi masyarakat Melayu, tepuk tepung tawar bukanlah sekadar seremonial biasa. Ini adalah sebuah ritual adat yang mendalam, berfungsi sebagai ungkapan rasa syukur, permohonan doa restu, serta simbol penyucian dan pembersihan. Tradisi ini sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Islam masuk ke tanah Melayu, dan kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai keislaman, menjadikannya warisan budaya yang kaya.
Ritual ini sering dilakukan dalam berbagai momen penting kehidupan, seperti pernikahan, kelahiran, khitanan, syukuran rumah baru, hingga penyambutan tamu kehormatan atau pemberian anugerah. Intinya, setiap ada peristiwa yang patut disyukuri atau saat seseorang memasuki fase baru dalam hidupnya, tepuk tepung tawar hadir sebagai penanda.
Berbagai perlengkapan yang digunakan dalam prosesi ini juga memiliki makna filosofisnya sendiri:
- Air percung atau wewangian: Digunakan untuk merenjis (memercikkan), melambangkan kesejukan dan kesucian.
- Beras kunyit, beras basuh, dan bertih: Ditaburkan sebagai simbol kegembiraan, kemakmuran, dan harapan baik.
- Dedaunan (seperti daun sedingin, setawar, gandarusa, ati-ati): Melambangkan kesejukan, ketenangan, kehati-hatian, kewaspadaan, dan kebaikan.
- Bunga rampai: Melambangkan keharuman hidup dan doa-doa yang baik.
- Inai: Dioleskan pada telapak tangan sebagai penanda status atau fase baru.
Prosesinya dilakukan oleh sejumlah orang dalam hitungan ganjil (biasanya 3, 5, 7, atau 13 orang), dimulai dengan merenjis air, menabur beras dan bunga, dan diakhiri dengan doa selamat. Setiap gerakan mengandung pesan, seperti renjisan di kening yang mengingatkan untuk selalu berpikir sebelum bertindak, atau renjisan di punggung tangan sebagai simbol ketangguhan dalam mencari rezeki.
Anugerah Adat Ingatan Budi: Penghormatan Mendalam dari Bumi Lancang Kuning
Pada Sabtu, 12 Juli 2025, Balai Adat Melayu Riau di Pekanbaru menjadi saksi bisu momen khidmat ketika Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerima Anugerah Adat Ingatan Budi dari Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR). Anugerah ini bukan sekadar gelar kehormatan, melainkan bentuk penghormatan adat yang mendalam terhadap nilai “budi” yang menjadi inti dari budaya Melayu.
Menurut Ketua Umum DPH LAMR Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, “Ingatan Budi” adalah konsep “menebar dan membalas budi” dalam masyarakat Melayu. Ini adalah kesadaran moral yang melahirkan empati, penghargaan, dan perilaku terpuji. Singkatnya, anugerah ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas kontribusi nyata Kapolri yang dinilai telah “bertanam budi” bagi masyarakat, khususnya di Riau.
Dalam prosesi ini, Kapolri tidak hanya menerima gelar, tetapi juga dikenakan beberapa simbol kehormatan Melayu:
- Tanjak: Tanda kehormatan.
- Selempang: Simbol keagungan dan perlindungan.
- Keris: Simbol kekuatan.
- Kalung Pingat: Tanda pengikat persaudaraan.
Semua ini melengkapi prosesi adat Melayu yang kaya akan makna.
Momen Khidmat Tepuk Tepung Tawar Kapolri: Lebih dari Sekadar Ritual
Puncak dari prosesi anugerah ini adalah tepuk tepung tawar. Dalam momen khidmat tersebut, Jenderal Sigit dan istri duduk di peterakna (kursi kebesaran), membuka kedua tangan ke atas. Para tokoh adat seperti Gubernur Riau Abdul Wahid, Datuk Seri H. Marjohan Yusuf, dan Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, memercikkan air serta menaburkan dedaunan dan bertih ke tangan Kapolri dan istri.
Salah satu daun yang digunakan adalah Daun Ati-ati, yang secara spesifik melambangkan sikap penuh kehati-hatian, waspada, dan cermat dalam setiap tindakan. Ini adalah doa dan harapan agar dalam menjalankan tugas dan amanah, Kapolri senantiasa diliputi kebijaksanaan dan kebaikan. Prosesi ini menegaskan bahwa setiap detail dalam tepuk tepung tawar mengandung simbol kebaikan dan doa tulus.
Amanah dan Komitmen: Pesan dari Balai Adat Melayu
Pemberian Anugerah Adat Ingatan Budi ini dilandasi oleh pengakuan LAMR terhadap berbagai inovasi dan tindakan profesional Kapolri yang berdampak positif bagi masyarakat Indonesia, khususnya Riau. Penanganan kebakaran hutan dan lahan, pendekatan penegakan hukum yang humanis, serta kebijakan strategis yang dieksekusi secara presisi oleh jajaran Polda Riau, termasuk sinergi dengan lembaga dan komunitas adat, menjadi alasan utama anugerah ini diberikan.
Dalam sambutannya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan rasa syukur dan apresiasi yang mendalam. Beliau memaknai anugerah ini sebagai amanah moral dan pengingat bahwa pengabdian Polri harus senantiasa berpijak pada nilai-nilai luhur dan keikhlasan.
“Bagi saya, anugerah adat ini mengandung makna mendalam sebagai harapan, tanggung jawab moral, dan amanah yang semakin meneguhkan semangat Polri untuk terus memberikan layanan terbaik kepada masyarakat,” ujar Jenderal Sigit.
Kapolri juga menekankan pentingnya peran budaya Melayu sebagai “jangkar” yang menjaga jati diri bangsa dan penuntun arah dalam menghadapi berbagai tantangan global. Beliau berharap LAMR terus menjadi garda terdepan dalam memupuk semangat kerukunan, toleransi, dan gotong royong, serta menjadi simpul perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
Gubernur Riau Abdul Wahid juga menambahkan bahwa penghormatan adat kepada Kapolri ini adalah cerminan hubungan erat antara institusi negara dan kearifan lokal, menunjukkan bahwa adat dan negara dapat berjalan seiring dalam menjaga kehormatan, keamanan, dan kedamaian.
Kesimpulan
Momen khidmat tepuk tepung tawar prosesi anugerah kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo adalah cerminan kekayaan budaya Melayu yang tak lekang oleh waktu. Ritual ini, dengan segala simbol dan doanya, menunjukkan bagaimana tradisi luhur dapat menyatu dengan nilai-nilai modern, membentuk jembatan antara masa lalu dan masa depan.
Anugerah “Ingatan Budi” dan tepuk tepung tawar adalah pengingat bahwa kekuatan sebuah bangsa tidak hanya dibangun oleh kekuasaan dan kebijakan, tetapi juga oleh nilai budi dan kearifan lokal yang hidup di tengah masyarakat. Semoga momen ini terus memperkuat sinergi antara institusi negara dan masyarakat adat, demi terwujudnya persatuan dan kesatuan serta kemajuan Indonesia.