Subsidi LPG 3 Kg Dipangkas Jadi Rp 68,7 T: Harga Gas Melon Bisa Berubah?

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar penting datang dari pemerintah terkait anggaran subsidi. Untuk tahun 2025, Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memangkas total belanja subsidi, termasuk di dalamnya subsidi untuk gas melon atau LPG 3 kilogram. Nah, apa sebenarnya arti pemangkasan ini buat kita sebagai masyarakat? Apakah harga gas melon yang sering kita pakai sehari-hari akan ikut berubah? Mari kita bedah lebih lanjut agar Anda paham betul dampak dan rencana pemerintah ke depan.

Subsidi LPG 3 Kg Dipangkas Jadi Rp 68,7 T: Harga Gas Melon Bisa Berubah?

Ilustrasi: Warga menatap penuh harap tabung gas melon, mengkhawatirkan potensi kenaikan harga pasca pemangkasan subsidi energi 2025.

Anggaran Subsidi Energi 2025: Fokus pada Gas Melon

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menetapkan perkiraan belanja subsidi pada tahun 2025 sebesar Rp288,1 triliun. Angka ini lebih rendah dari target awal yang sempat dipatok Rp307,9 triliun.

Penurunan paling signifikan terlihat pada subsidi LPG 3 kilogram. Semula, anggaran subsidi gas melon ini ditargetkan sebesar Rp87 triliun. Namun, kini dipangkas cukup tajam menjadi Rp68,7 triliun, atau turun sekitar 21,03 persen.

Lalu, apa yang menjadi dasar pemangkasan ini? Kemenkeu menjelaskan bahwa beberapa faktor memengaruhi keputusan ini, antara lain:

  • Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro: Seperti perkiraan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang stabil di kisaran US$68-82 per barel.
  • Nilai Tukar Rupiah: Kurs diperkirakan bergerak di angka Rp16.300-16.800 per dolar AS.
  • Realisasi Volume Penyaluran: Serta upaya perbaikan proses administrasi dan verifikasi dalam penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran.

Selain LPG, subsidi energi lain seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan listrik juga mengalami penyesuaian, meskipun tidak sebesar LPG 3 kg.

Volume Gas Melon Membengkak, Kok Subsidi Dipangkas?

Di tengah pemangkasan anggaran subsidi LPG 3 kg, muncul fakta menarik lainnya. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, realisasi volume penyaluran LPG 3 kg hingga Mei 2025 sudah mencapai 3,49 juta metrik ton (MTon). Yang lebih mengejutkan, volume ini diprediksi akan membengkak hingga 8,36 juta MTon sampai akhir 2025, melebihi target awal APBN 2025 sebesar 8,17 juta MTon.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat. Peneliti Energy Shift Institute (ESI), Putra Adhiguna, menyoroti kejanggalan ini.

“Jika anggaran turun, sementara volume naik, maka hanya ada dua kemungkinan: distribusi dibatasi atau harga disesuaikan,” ujar Putra. Ia menambahkan bahwa dirinya lebih memprediksi pembatasan volume penyaluran LPG bersubsidi yang akan lebih diperketat.

Sementara itu, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Luky Alfirman, hanya menegaskan bahwa subsidi akan tetap dibayarkan sesuai dengan realisasi yang ada di lapangan. Kemenkeu akan terus memantau pergerakan realisasi subsidi energi, termasuk LPG 3 kg, untuk menyesuaikan besaran anggaran.

Menuju Subsidi Lebih Tepat Sasaran: Jaringan Gas & Harga Tunggal LPG

Pemerintah menyadari bahwa subsidi LPG 3 kg yang selama ini berjalan masih menyimpan banyak celah kebocoran dan belum sepenuhnya tepat sasaran. Hal ini terlihat dari data bahwa mayoritas LPG masih berasal dari impor, di mana rasio biaya impor LPG mencapai 77% dari total subsidi LPG periode 2019-2023.

Untuk mengatasi permasalahan ini, ada dua wacana besar yang sedang digodok:

  1. Pengalihan ke Jaringan Gas (Jargas):
    Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, sangat berharap pemerintahan Prabowo-Gibran dapat mengalihkan penggunaan subsidi LPG 3 kg ke pembangunan jaringan gas kota. Menurut KPPU, subsidi LPG 3 kg selama lima tahun terakhir (2019-2024) telah menghabiskan Rp 837 triliun. Angka ini bisa membengkak dua kali lipat dalam lima tahun ke depan jika tidak diantisipasi.

    • Potensi Hemat APBN: Dengan mengalihkan sebagian subsidi ke jargas, pemerintah bisa membangun jutaan sambungan rumah baru dan menghemat devisa negara dari impor LPG.
    • Contoh Sukses: KPPU mencontohkan keberhasilan era SBY-JK dalam mengkonversi subsidi minyak tanah ke LPG. Hal serupa diharapkan bisa dilakukan untuk jargas.
    • Tantangan Jargas: Meski jargas adalah Program Strategis Nasional, realisasinya masih jauh dari target. KPPU mengkritik kebijakan monopoli yang tidak melibatkan BUMD dan swasta dalam investasi jargas.
  2. Penerapan Harga Tunggal LPG 3 Kg:
    Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana untuk menerapkan kebijakan satu harga untuk LPG 3 kg di seluruh Indonesia, meniru skema BBM Satu Harga. Kebijakan ini rencananya akan mulai berlaku pada tahun 2026 dan saat ini sedang dibahas revisi Peraturan Presiden (Perpres) terkait penyediaan, pendistribusian, dan penetapan harga LPG tertentu.

    • Tujuan: Untuk menutup celah kebocoran distribusi yang selama ini menyebabkan harga eceran di lapangan melonjak drastis, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Selama ini, HET yang seharusnya Rp16.000-Rp19.000 per tabung, bisa mencapai Rp50.000 di beberapa wilayah.
    • Mekanisme: Akan diatur secara komprehensif berdasarkan biaya logistik, menyederhanakan rantai pasok, dan memastikan subsidi benar-benar sampai ke masyarakat yang membutuhkan.

Kesimpulan

Pemangkasan anggaran subsidi LPG 3 kilogram menjadi Rp68,7 triliun adalah langkah pemerintah untuk mengoptimalkan penggunaan APBN di tengah dinamika ekonomi makro. Meskipun volume penyaluran gas melon diprediksi membengkak, pemerintah menegaskan komitmen untuk membayarkan subsidi sesuai realisasi.

Di sisi lain, wacana jangka panjang seperti pengembangan jaringan gas kota dan penerapan harga tunggal LPG 3 kg menjadi harapan baru. Kebijakan ini diharapkan tidak hanya menghemat anggaran negara, tetapi juga memastikan subsidi lebih tepat sasaran, mengurangi praktik penyelewengan, dan pada akhirnya, memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Mari kita ikuti terus perkembangan kebijakan energi nasional ini demi kesejahteraan bersama.