Yogyakarta, zekriansyah.com – “Gas melon” atau LPG 3 kilogram adalah kebutuhan pokok bagi jutaan rumah tangga di Indonesia. Belakangan ini, ada kabar penting dari pemerintah yang bisa memengaruhi ketersediaan dan harga gas ini di pasaran. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana memangkas anggaran subsidi untuk LPG 3 kg di tahun 2025, padahal di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan gas ini justru diperkirakan membengkak.
Ilustrasi: Warga mengantre panjang di pangkalan LPG 3 kg, mengantisipasi kelangkaan pasca-pemangkasan subsidi.
Apa artinya ini bagi Anda sebagai pengguna gas melon? Artikel ini akan menjelaskan secara gamblang mengapa anggaran subsidi dipangkas, apa saja kemungkinan dampaknya, dan langkah-langkah pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Jadi, Anda bisa lebih siap menghadapi perubahan yang mungkin terjadi di kemudian hari.
Anggaran Subsidi LPG 3 Kg Dipangkas, Kenapa?
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), memutuskan untuk mengurangi alokasi anggaran subsidi untuk LPG 3 kg pada tahun 2025. Angka yang dipatok kini hanya sekitar Rp 68,7 triliun. Angka ini jauh lebih rendah, sekitar 21,03 persen dari target awal yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar Rp 87 triliun.
Anehnya, pemangkasan anggaran ini terjadi di tengah proyeksi kenaikan volume konsumsi “gas melon” oleh masyarakat. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, hingga Mei 2025, realisasi volume LPG 3 kg sudah mencapai 3,49 juta metrik ton (MTon). Diprediksi, angka ini akan terus membengkak hingga 8,36 juta MTon sampai akhir tahun 2025, melampaui proyeksi awal di APBN 2025 yang hanya 8,17 juta MTon.
Singkatnya, dana yang disediakan lebih sedikit, tapi kebutuhan di lapangan justru makin besar. Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana pemerintah akan menyeimbangkan kondisi ini.
Apa Dampaknya bagi Masyarakat Pengguna Gas Melon?
Dengan kondisi anggaran subsidi yang dipangkas namun volume kebutuhan meningkat, ada dua skenario utama yang mungkin terjadi, menurut Peneliti Energy Shift Institute (ESI), Putra Adhiguna.
“Pilihannya, distribusi LPG 3 kg akan diperketat atau harga jualnya yang disesuaikan alias naik. Tapi ini semua keputusan politis,” ujar Putra Adhiguna kepada Kontan, Kamis (3/7/2025).
Putra Adhiguna lebih condong memprediksi bahwa distribusi volume LPG subsidi yang akan lebih diperketat. Ini berarti, masyarakat mungkin akan merasakan beberapa dampak, seperti:
- Ketersediaan yang Lebih Sulit: Pembatasan volume penyaluran bisa membuat gas melon lebih sulit ditemukan di pasaran, terutama di daerah-daerah tertentu.
- Harga Jual yang Melonjak: Meski pemerintah mengklaim akan memperketat distribusi, pengalaman di lapangan menunjukkan harga di tingkat pengecer bisa melambung tinggi. Contohnya, di Kabupaten Tanahbumbu, harga gas melon sempat tembus Rp 60.000 per tabung, padahal Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah berkisar Rp 16.000-Rp 19.000.
- Pembatasan Stok di Pangkalan: Informasi dari lapangan juga menyebutkan adanya pembatasan stok di pangkalan resmi Pertamina, misalnya maksimal 200 tabung per hari, padahal kebutuhan masyarakat bisa jauh lebih besar.
- Penyalahgunaan Makin Marak: Sudah menjadi rahasia umum bahwa gas melon yang seharusnya untuk masyarakat miskin dan usaha mikro, seringkali juga dibeli oleh masyarakat mampu. Jika distribusi makin ketat, potensi penyalahgunaan ini bisa semakin terasa.
- Harga Global yang Fluktuatif: Harga LPG di pasar internasional yang terus bergejolak akibat konflik di Timur Tengah juga menjadi faktor yang membuat penyesuaian anggaran subsidi ini terasa janggal jika tanpa ada penyesuaian harga atau pembatasan volume.
Upaya Pemerintah untuk Distribusi LPG 3 Kg yang Lebih Tepat Sasaran
Pemerintah bukannya tinggal diam. Berbagai upaya sedang dan akan terus dilakukan untuk memastikan subsidi LPG 3 kg benar-benar sampai ke tangan yang berhak dan menekan kebocoran di lapangan.
Salah satu kebijakan besar yang sedang dimatangkan adalah penetapan harga LPG 3 kg menjadi satu harga di seluruh Indonesia, mirip dengan program BBM Satu Harga. Rencananya, kebijakan ini akan mulai diterapkan pada tahun 2026.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pemerintah sedang merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 dan Perpres Nomor 38 Tahun 2019. Tujuan revisi ini adalah:
- Menyederhanakan Rantai Pasok: Dengan satu harga, diharapkan rantai distribusi gas melon bisa lebih pendek dan tidak ada lagi “gerakan tambahan di bawah” yang membuat harga melambung.
- Memastikan Subsidi Tepat Sasaran: Aturan baru ini akan lebih jelas mengatur siapa saja yang berhak menerima LPG bersubsidi, sehingga masyarakat mampu tidak lagi ikut menikmati subsidi yang seharusnya untuk yang membutuhkan.
- Menekan Praktik Jual di Atas HET: Dengan mekanisme satu harga, diharapkan tidak ada lagi pengecer yang menjual gas melon jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan.
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menambahkan bahwa model penyeragaman harga ini akan dievaluasi untuk setiap provinsi.
Sebelumnya, pemerintah juga sudah mulai mewajibkan pengecer gas LPG 3 kg untuk mendaftarkan diri menjadi pangkalan resmi Pertamina sejak 1 Februari 2025. Langkah ini juga bagian dari upaya untuk memperketat pengawasan distribusi.
Kesimpulan
Anggaran subsidi LPG 3 kg yang dipangkas di tengah lonjakan kebutuhan menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Kemungkinan besar, kita akan melihat distribusi gas melon yang makin diperketat, yang bisa berdampak pada ketersediaan dan harga di pasaran. Namun, pemerintah tidak tinggal diam. Dengan rencana penerapan “LPG 3 kg satu harga” mulai tahun 2026 dan revisi aturan yang sedang berjalan, diharapkan distribusi gas melon bisa lebih efisien dan tepat sasaran. Mari kita pantau bersama bagaimana kebijakan ini akan diimplementasikan dan dampaknya bagi kita semua.
FAQ
Tanya: Mengapa anggaran subsidi LPG 3 kg dipangkas pada tahun 2025?
Jawab: Pemerintah, melalui Kemenkeu, memangkas anggaran subsidi LPG 3 kg menjadi Rp 68,7 triliun pada tahun 2025. Pemangkasan ini dilakukan meskipun ada proyeksi kenaikan volume konsumsi gas melon oleh masyarakat.
Tanya: Bagaimana proyeksi konsumsi LPG 3 kg pada tahun 2025?
Jawab: Hingga Mei 2025, realisasi konsumsi LPG 3 kg sudah mencapai 3,49 juta metrik ton. Diprediksi, angka ini akan membengkak hingga 8,36 juta metrik ton pada akhir tahun 2025, melebihi proyeksi awal APBN.
Tanya: Apa implikasi dari pemangkasan anggaran subsidi LPG 3 kg terhadap pengguna?
Jawab: Pemangkasan anggaran subsidi ini berpotensi memengaruhi ketersediaan dan harga gas melon di pasaran. Detail mengenai langkah pemerintah untuk mengatasi persoalan ini akan dijelaskan lebih lanjut.