Kacau Balau SPMB SMA Jalur Afirmasi DIY: Ratusan Siswa Dicoret, Ada Dugaan Manipulasi Data!

Dipublikasikan 3 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun ajaran 2025/2026 sedang jadi sorotan. Khususnya untuk jalur afirmasi, kabarnya terjadi “kekacauan” yang bikin pusing banyak pihak. Ratusan calon siswa yang sudah dinyatakan lolos tiba-tiba dicoret dari daftar.

Kacau Balau SPMB SMA Jalur Afirmasi DIY: Ratusan Siswa Dicoret, Ada Dugaan Manipulasi Data!

Ilustrasi: Kekacauan penerimaan siswa baru jalur afirmasi di DIY: Ratusan calon siswa dicoret, dugaan manipulasi data memicu polemik.**.

Kenapa ini bisa terjadi? Ada apa dengan data siswa miskin di DIY? Artikel ini akan mengupas tuntas polemik SPMB jalur afirmasi di Yogyakarta agar Anda, sebagai orang tua, calon siswa, atau masyarakat umum, bisa memahami duduk perkaranya. Mari kita selami lebih dalam masalah yang bikin heboh dunia pendidikan di Kota Pelajar ini.

Ratusan Siswa Dicoret Mendadak, Ada Apa Sebenarnya?

Awalnya, banyak calon siswa yang mendaftar lewat jalur afirmasi merasa lega karena dinyatakan lolos Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA/SMK di DIY. Jalur afirmasi sendiri adalah jalur khusus yang diperuntukkan bagi calon siswa dari keluarga tidak mampu atau penyandang disabilitas, tujuannya agar mereka punya kesempatan yang sama untuk sekolah di negeri.

Namun, kegembiraan itu tak bertahan lama. Secara mendadak, sebanyak 139 siswa yang sebelumnya lolos, ternyata dinyatakan tidak lolos lagi. Mereka dicoret dari daftar penerimaan. Tentu saja, keputusan ini memicu protes keras dari para orang tua dan calon siswa yang merasa dirugikan.

Menurut Kepala Disdikpora DIY, Suhirman, akar masalahnya ada pada pembaruan data.

“Data terbaru 139 orang itu ternyata tidak masuk afirmasi, sehingga kalau kami tetap masukkan mereka ke jalur afirmasi, itu salah. Karena datanya sudah diperbarui,” ujar Suhirman, Kamis (3/7/2025).

Ia menjelaskan bahwa data afirmasi yang diterima dari Dinas Sosial (Dinsos) kabupaten/kota pada 27 Maret 2025 awalnya tidak menunjukkan masalah. Namun, di tengah proses seleksi, terjadi pembaruan data dari Dinsos pada 29 Mei 2025. Data terbaru inilah yang “menggulung” status 139 siswa tersebut, menyatakan mereka tak lagi masuk kategori keluarga tidak mampu.

Dugaan Manipulasi Data dan Celah Sistem yang Dimanfaatkan

Kekacauan ini tak lepas dari dugaan adanya manipulasi data dan celah yang dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY bahkan menemukan indikasi data ganda dan penyalahgunaan jalur afirmasi.

“Kami menyampaikan tiga nama kepada Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY. Dari tiga itu, dua dinyatakan tidak layak dan dibatalkan dari jalur afirmasi tidak mampu,” ungkap Koordinator Pengawasan SPMB ORI DIY, Mohammad Bagus Sasmita.

Salah satu kasus yang ditemukan adalah NIK ganda yang tercatat di dua wilayah berbeda, yaitu Kota Yogyakarta dan Sleman, namun merujuk pada satu orang yang sama. Selain itu, ada juga pendaftar yang terbukti mampu secara ekonomi namun terdaftar di jalur afirmasi.

Laporan dugaan kecurangan ini juga banyak disuarakan oleh masyarakat, termasuk kelompok Sarang Lidi, bagian dari Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY). Ketua Sarang Lidi DIY, Yuliani Putri, menyebutkan temuan mereka:

  • Modus Operandi:
    • Anak pejabat atau pengusaha yang seharusnya mampu, tiba-tiba tercatat sebagai penerima jalur afirmasi.
    • Ada kasus anak dokter atau kontraktor yang nekat mendaftar melalui jalur ini.
    • Siswa yang sehari-hari diantar-jemput mobil pribadi atau tinggal di rumah mewah, tapi masuk daftar afirmasi.
    • Dugaan penggunaan data bantuan sosial palsu.
    • Penggunaan data Sleman untuk mendaftar di sekolah Kota Yogyakarta, yang dianggap menyalahi aturan.
  • Alasan Orang Tua: Banyak orang tua yang pesimis anaknya bisa diterima lewat jalur prestasi atau zonasi, sehingga memilih jalur afirmasi.
  • Celah Kuota: Kenaikan kuota jalur afirmasi dari 15 persen menjadi 30 persen disebut menjadi celah yang dimanfaatkan.

“Ini menyalahi aturan dan tidak adil bagi anak-anak miskin yang masih kesulitan dapat sekolah,” tegas Yuliani, menyoroti bahwa jalur afirmasi adalah hak anak-anak dari keluarga tak mampu, bukan sekadar angka kuota.

Siapa Bertanggung Jawab? Data Dinsos dan Panitia SPMB Saling Tuding

Pertanyaan besar yang muncul adalah, siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas carut-marut data ini?

  • Dinas Sosial Kabupaten Sleman: Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sleman, Mustadi, menegaskan bahwa pihaknya sudah merevisi data kemiskinan (DTKS) pada 28 Mei 2025 dan mengirimkannya ke provinsi. Namun, ia menyayangkan data terbaru itu justru tidak digunakan oleh panitia SPMB jenjang SMA dengan alasan “sistem”.
    > “Seharusnya kalau yang direvisi dipakai, enggak ada masalah,” tandas Mustadi.
  • Orang Tua Siswa: Salah satu wali murid, Iwan Joko, mengaku anaknya secara otomatis terdaftar di jalur afirmasi saat mendaftar daring. Ia bahkan sudah mengonfirmasi ke Disdikpora DIY dan saat itu dijawab “boleh”.
    > “Status itu kami terima dari dinas. Saya juga sudah konfirmasi ke sini, bahwasanya boleh, dan saya sudah bilang tidak punya PKH atau semacamnya dan dijawab boleh katanya,” jelas Iwan, merasa ini adalah kesalahan sistem.
  • DPRD DIY: Ketua Komisi D DPRD DIY, RB Dwi Wahyu Budiantoro, turut menyampaikan permohonan maaf atas kekacauan ini. Ia berharap tidak ada saling menyalahkan dan menekankan pentingnya koordinasi antar lembaga, khususnya Dinsos dan Disdikpora, agar pembaruan data dilakukan lebih awal sebelum pendaftaran SPMB dibuka.

Tampaknya, masalah ini adalah buah dari kurangnya sinkronisasi data antar instansi dan celah dalam sistem verifikasi yang belum optimal.

Solusi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Disdikpora DIY

Menanggapi protes dan kekacauan ini, Disdikpora DIY segera bergerak cepat. Setelah menggelar dua kali audiensi dengan orang tua siswa:

  1. Verifikasi Ulang: Dari 139 siswa yang dicoret, 88 orang berhasil melengkapi dokumen pendukung untuk menguatkan status afirmasi mereka dan akhirnya diterima kembali.
  2. Jalur Khusus untuk 51 Siswa: Untuk 51 siswa sisanya yang diakui sebagai keluarga mampu, Disdikpora DIY memutuskan untuk membuka “jalur khusus”. Jalur ini memungkinkan mereka tetap diterima di sekolah negeri yang dituju, namun bukan melalui kuota afirmasi. Nama jalur ini masih belum diputuskan secara resmi oleh Suhirman, Kepala Disdikpora DIY, karena ini adalah insiden yang sifatnya “khusus”.
  3. Buka Kembali Jalur Afirmasi: Untuk mengisi kekosongan 51 slot afirmasi yang ditinggalkan, Disdikpora DIY berjanji akan membuka kembali pendaftaran jalur afirmasi secara khusus. Ini dilakukan demi memastikan hak siswa yang benar-benar layak afirmasi tidak hilang.

Disdikpora DIY juga menjamin bahwa penambahan siswa melalui jalur khusus ini tidak akan terlalu berpengaruh pada kegiatan belajar mengajar, karena jumlah rombongan belajar (rombel) tidak akan melebihi kapasitas maksimal.

Sementara itu, Ombudsman DIY menyatakan akan terus memantau seluruh proses SPMB di DIY. Mereka juga mengingatkan pihak sekolah agar tidak melakukan praktik yang melanggar aturan, seperti pungutan biaya atau koordinasi pengadaan seragam selama proses SPMB masih berjalan.

Mengambil Pelajaran dari Carut Marut SPMB DIY

Kekacauan SPMB jalur afirmasi di Yogyakarta ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Ini bukan hanya soal angka dan kuota, tapi tentang keadilan dan hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Masalah ini menyoroti pentingnya:

  • Sinkronisasi Data: Koordinasi yang lebih baik antara dinas terkait, seperti Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan, agar data yang digunakan selalu valid dan terbaru.
  • Sistem yang Kuat: Sistem SPMB harus mampu mendeteksi dan mencegah potensi manipulasi data sejak awal.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Seluruh proses harus terbuka dan dapat diawasi oleh publik untuk meminimalkan kecurangan.

Semoga dengan adanya polemik ini, sistem SPMB di DIY ke depannya bisa semakin transparan, adil, dan benar-benar menjamin hak pendidikan bagi setiap anak, terutama mereka yang memang membutuhkan jalur afirmasi. Mari kita kawal bersama agar insiden serupa tidak terulang lagi dan cita-cita pendidikan merata bisa terwujud.