Kabar terbaru dari Timur Tengah kembali menjadi sorotan. Iran, negara yang selama ini dikenal dengan program nuklirnya, akhirnya mengakui bahwa beberapa fasilitas nuklirnya mengalami kerusakan serius. Kerusakan ini disebut sebagai dampak dari serangan berulang yang dilakukan oleh Israel dan Amerika Serikat (AS).
Pengakuan ini tentu saja menimbulkan banyak pertanyaan: seberapa parah kerusakannya? Situs mana saja yang menjadi sasaran? Dan apa dampaknya bagi program nuklir Iran ke depan? Artikel ini akan mengupas tuntas informasi penting tersebut agar Anda bisa memahami situasi terkini dengan lebih jelas.
Pengakuan Mengejutkan dari Iran
Setelah berbagai spekulasi dan laporan intelijen, Kementerian Luar Negeri Iran secara resmi mengonfirmasi kerusakan pada fasilitas nuklir mereka. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmaeil Baghaei, menyampaikan pengakuan ini kepada media.
“Ya, instalasi nuklir kami rusak parah,” kata Baghaei, seperti dikutip Al Jazeera. “Itu benar karena situs-situs kami diserang berulang kali.”
Baghaei juga menambahkan bahwa Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) dan lembaga terkait lainnya sedang menangani masalah teknis ini. Meskipun demikian, Kepala AEOI Mohammad Eslami menegaskan bahwa Iran akan tetap melanjutkan program nuklir mereka dan telah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengembalikan kemampuan tersebut.
Situs Nuklir Mana Saja yang Diserang?
Serangan yang menyebabkan kerusakan ini menyasar beberapa lokasi kunci dalam program nuklir Iran. Berikut adalah tiga situs utama yang dilaporkan menjadi target:
- Natanz: Salah satu fasilitas pengayaan uranium terbesar Iran. Situs ini telah berulang kali menjadi sasaran serangan, termasuk serangan oleh Israel pada Jumat, 13 Juni lalu, di awal perang Iran-Israel.
- Fordo (Fordow): Fasilitas bawah tanah yang dijaga ketat, tersembunyi jauh di dalam lereng gunung dekat Kota Qom. Lokasinya yang sangat dalam membuatnya sulit dijangkau oleh senjata biasa.
- Isfahan: Diyakini sebagai tempat Iran menyimpan uranium yang diperkaya dengan mutu mendekati bom. Fasilitas riset nuklir di Isfahan juga menjadi sasaran utama.
Serangan terhadap situs-situs ini dilakukan secara terkoordinasi. Israel dilaporkan telah melancarkan Operasi Rising Lion sejak 13 Juni, sementara AS melancarkan serangan besar pada Minggu, 22 Juni 2025.
Senjata Canggih yang Digunakan dalam Serangan
Serangan terhadap fasilitas nuklir Iran tidak dilakukan sembarangan. Amerika Serikat mengerahkan beberapa alat tempur paling canggih miliknya:
- Bomber B-2 Spirit: Tujuh pesawat pengebom siluman B-2 bersayap kelelawar dikerahkan oleh AS. Pesawat ini adalah satu-satunya yang mampu membawa bom “penghancur bunker” berukuran raksasa.
- Rudal GBU-57 Massive Ordnance Penetrators (MOP): Dikenal sebagai “penghancur bunker,” rudal ini memiliki berat sekitar 13 ton (13.000 kg). Bom ini dirancang khusus untuk menembus beton setebal 18 meter atau tanah sedalam 61 meter sebelum meledak di bawah tanah. Sebanyak 14 rudal MOP dijatuhkan di Fordo dan Natanz.
- Rudal Jelajah Tomahawk: Lebih dari dua lusin rudal ini diluncurkan dari kapal selam AS ke sasaran di Isfahan.
Citra satelit yang diambil setelah serangan di Fordo menunjukkan enam lubang baru di situs tersebut, mengindikasikan titik masuk amunisi AS. Namun, para ahli menyebut efek ledakan besar tidak akan terlihat di permukaan karena bom dirancang meledak di kedalaman.
Perdebatan Dampak Serangan: Hancur Total atau Tidak?
Meskipun Iran mengakui kerusakan, tingkat keparahan dampak serangan ini masih menjadi perdebatan.
- Klaim Donald Trump: Presiden AS Donald Trump menyatakan serangan tersebut berhasil melenyapkan fasilitas dan kemampuan nuklir Iran.
> “Sejumlah muatan penuh bom dijatuhkan di Fordo. Fordo sudah lenyap,” tulis Trump di media sosial Truth Social miliknya. Ia juga dengan geram menegaskan, “SITUS-SITUS NUKLIR IRAN SUDAH BENAR-BENAR HANCUR!” - Laporan Intelijen AS: Berbeda dengan klaim Trump, laporan awal intelijen Kementerian Pertahanan AS (Pentagon) yang diungkap oleh CNN menyebutkan bahwa serangan AS terhadap tiga situs nuklir Iran tidak menghancurkan komponen inti program nuklir negara itu.
- Pernyataan Iran: Ketua Parlemen Iran, Mohammad Bagher Qalibaf, menganggap serangan AS hanya “serangan simbolis” dan menegaskan bahwa kemampuan nuklir Iran masih utuh. Iran juga mengklaim telah mengevakuasi material nuklir dan personel dari situs-situs tersebut “beberapa waktu lalu” sehingga tidak mengalami dampak besar.
- Pandangan IAEA: Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengungkapkan bahwa fasilitas nuklir Iran mengalami kerusakan besar. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah fasilitas tersebut telah hancur total atau tidak, dan mengakui adanya banyak penilaian berbeda soal tingkat kerusakan.
Reaksi dan Langkah Iran Selanjutnya
Pasca-serangan, Iran telah menunjukkan beberapa respons dan rencana ke depan:
- Pembalasan Rudal: Iran meluncurkan rentetan rudal yang menghantam sebagian Tel Aviv dan Haifa di Israel, melukai setidaknya 86 orang. Ini adalah bentuk pembalasan langsung atas agresi yang diterima.
- Tekad Lanjutkan Program Nuklir: Meskipun fasilitasnya diserang, Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) menegaskan akan terus melanjutkan program nuklir mereka. Mereka mengklaim telah membuat pengaturan terlebih dahulu untuk mengembalikan program tersebut.
- Ancaman Balik ke Situs Nuklir Israel: Seorang pejabat keamanan senior Iran mengancam akan memberikan “pukulan telak” pada fasilitas nuklir Zionis jika Israel terus menyerang fasilitas nuklir Iran.
- Siap Bernegosiasi, Tetap Tegaskan Hak: Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan Iran siap terlibat dan bernegosiasi dalam kerangka hukum internasional, namun juga menegaskan hak-hak sahnya untuk penggunaan tenaga atom secara damai.
- Penguatan Militer dan Politik: Konflik ini, meski merugikan, justru memperkuat posisi domestik rezim Iran dengan menggalang dukungan publik. Iran juga menunjukkan kemampuannya menembus sistem pertahanan udara Israel, memperkuat statusnya sebagai kekuatan militer regional.
Peran Badan Pengawas Nuklir Internasional (IAEA)
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memiliki peran krusial dalam memantau program nuklir global. Direktur Jenderal IAEA, Rafael Grossi, telah meminta dialog dengan Iran terkait kemungkinan kembalinya para inspektur IAEA ke situs nuklir yang rusak.
Namun, Iran menuduh IAEA dan Grossi tidak imparsial. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Esmael Baqaei, mengkritik keras Grossi, menuduh laporan IAEA yang bias telah dimanfaatkan AS dan Eropa sebagai dalih untuk menyerang. Iran bahkan mempertimbangkan untuk mengurangi kerja sama dengan IAEA.
Kesimpulan
Pengakuan Iran mengenai kerusakan situs nuklirnya akibat serangan Israel dan AS menandai babak baru dalam ketegangan di Timur Tengah. Meskipun ada perbedaan pandangan mengenai tingkat kehancuran, jelas bahwa serangan ini sangat signifikan. Iran, di satu sisi, menegaskan akan melanjutkan program nuklirnya dan telah menunjukkan kesiapan untuk membalas. Di sisi lain, peran badan pengawas internasional seperti IAEA menjadi sorotan di tengah tuduhan bias.
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik antara Iran, Israel, dan AS masih jauh dari kata usai. Perkembangan selanjutnya akan sangat bergantung pada langkah-langkah diplomatik dan militer yang akan diambil oleh masing-masing pihak.