Serapan APBD Jabar Merosot Drastis, Gubernur Dedi Mulyadi Disentil Mendagri: Ada Apa Sebenarnya?

Dipublikasikan 12 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Baru-baru ini, kabar tak sedap datang dari Jawa Barat. Provinsi yang dikenal selalu menjadi juara dalam serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini tiba-tiba merosot posisinya. Tak tanggung-tanggung, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian langsung melayangkan ‘sentilan’ keras kepada Gubernur Dedi Mulyadi.

Serapan APBD Jabar Merosot Drastis, Gubernur Dedi Mulyadi Disentil Mendagri: Ada Apa Sebenarnya?

Ilustrasi untuk artikel tentang Serapan APBD Jabar Merosot Drastis, Gubernur Dedi Mulyadi Disentil Mendagri: Ada Apa Sebenarnya?

Penurunan serapan APBD Jabar ini tentu menimbulkan banyak pertanyaan di benak publik. Mengapa provinsi sebesar Jawa Barat bisa ‘tergelincir’ dari posisi puncak? Mari kita selami lebih dalam duduk perkara di balik berita ini, mulai dari kritik tajam hingga pembelaan yang diberikan oleh pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Jawa Barat Tak Lagi Juara: Sentilan Pedas dari Mendagri Tito Karnavian

Sentilan Mendagri Tito Karnavian datang saat Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Senin, 7 Juli 2025. Dalam kesempatan itu, Tito secara terang-terangan menyoroti kinerja APBD Jawa Barat yang kini tak lagi berada di peringkat pertama nasional. Padahal, selama ini Jawa Barat selalu menjadi provinsi terdepan dalam hal realisasi anggaran dan penyerapan APBD.

“Dulu Jawa Barat nomor satu, sekarang Kang Dedi Mulyadi kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan (DIY) dan Pak Lalu Iqbal dari NTB,” ujar Tito, seperti dikutip dari berbagai sumber. Posisi Jawa Barat merosot ke peringkat ketiga, dikalahkan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Mendagri pun meminta agar Gubernur Dedi Mulyadi dan jajarannya segera melakukan evaluasi dan percepatan realisasi anggaran demi kepentingan masyarakat.

Sorotan Tajam dari DPRD: Angka yang Bicara Banyak

Kritik tak hanya datang dari Mendagri. Wakil Ketua DPRD Jabar dari fraksi PDIP, Ono Surono, juga menyatakan keprihatinannya. Menurut Ono, penurunan peringkat capaian APBD 2025 Jawa Barat ini harus menjadi alarm serius, mengingat Jawa Barat adalah provinsi dengan potensi ekonomi terbesar kedua di Indonesia.

Ono memaparkan data dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri yang menunjukkan bahwa realisasi pendapatan daerah Jawa Barat per semester pertama 2025 hanya mencapai 41,2 persen. Angka ini tertinggal dari Yogyakarta (45,7 persen) dan NTB (47,1 persen). Sementara itu, realisasi belanja juga masih stagnan di angka 37,8 persen. “Ini bukan sekadar urusan anggaran, tapi menyangkut pelayanan publik, pengurangan pengangguran, pembangunan infrastruktur, dan kesejahteraan rakyat,” tegas Ono, seraya meminta Gubernur Dedi Mulyadi untuk lebih membuka ruang kepemimpinan kolektif dan kolaboratif.

Klarifikasi dan Pembelaan dari Pemprov Jabar

Menanggapi kritik yang berdatangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun memberikan klarifikasi.

Bukan Merosot, Tapi…

Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, membantah keras anggapan bahwa capaian APBD Jabar anjlok atau merosot. Ia menyebut informasi tersebut sebagai hoaks. Menurut Herman, realisasi belanja Jabar per Juli 2025 mencapai 38,79 persen, yang disebutnya lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 31,81 persen. Begitu pula dengan pendapatan daerah Jabar yang sudah di angka 44,72 persen, juga di atas rata-rata nasional 43,62 persen.

“Hanya kita persentasenya peringkat ketiga,” kata Herman. Ia menambahkan bahwa membandingkan APBD Jabar dengan DIY atau NTB secara persentase tidak adil karena kapasitas fiskal yang sangat berbeda jauh. “Jabar Rp31 triliun, cek Yogyakarta dan NTB berapa? Itu kan jauh di bawah. Kita uangnya besar, ada posisi di atas (tiga nasional) kan hebat,” ujarnya optimis, seraya menegaskan Pemprov Jabar terus mendorong percepatan belanja dan pendapatan.

Beban Utang Warisan di Balik Anggaran Rp31 Triliun

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akhirnya buka suara dan memberikan penjelasan lebih rinci terkait kondisi anggaran Pemprov Jabar tahun 2025. Ia mengungkapkan bahwa anggaran tahun ini mengalami penyesuaian signifikan, yaitu sebesar Rp31 triliun, turun Rp6 triliun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp37 triliun.

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa dari total Rp31 triliun tersebut, tidak seluruhnya dapat digunakan langsung untuk pembangunan. Ada sejumlah kewajiban “utang warisan” dari periode sebelumnya yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:

  • Utang Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN): Rp600 miliar
  • Tunggakan BPJS: Rp334 miliar
  • Operasionalisasi Bandara Kertajati: Rp60 miliar
  • Operasionalisasi Masjid Raya Al-Jabar: Rp40 miliar
  • Pembayaran ijazah siswa yang belum ditebus: Rp1,2 triliun

“Totalnya hampir Rp2 triliun sudah terserap untuk membayar berbagai kewajiban. Jadi, kami harus efisien dan bijak dalam penggunaan anggaran,” jelas Dedi Mulyadi. Meskipun menghadapi keterbatasan anggaran, Pemprov Jabar tetap memprioritaskan program vital seperti infrastruktur jalan, penanganan bencana, normalisasi sungai, penguatan kawasan rawan longsor, hingga layanan pendidikan dan beasiswa.

Pandangan Ekonom: Hati-hati tapi Optimis

Ekonom dari Universitas Pasundan (Unpas), Acuviarta Kartabi, turut memberikan pandangannya. Ia menilai kinerja APBD Jawa Barat perlu perhatian ekstra, meskipun realisasi belanja dan pendapatan masih dalam jalurnya. Menurut Acuviarta, kondisi saat ini lebih kepada bagian tata kelola anggaran yang lebih hati-hati (prudent), bukan semata-mata soal persentase belanja yang tinggi.

Acuviarta melihat masih ada ruang percepatan, terutama dalam proses lelang atau pengadaan barang dan jasa untuk belanja infrastruktur yang meningkat signifikan. Dari sisi pendapatan, fokus bisa dialihkan ke sektor di luar pajak kendaraan bermotor (PKB) seperti pajak air permukaan dan pajak bahan bakar minyak, mengingat PKB sedang dalam masa pemberian insentif.

Menanti Gebrakan “Jabar Istimewa” di Tengah Tantangan

Kritikan dari Mendagri Tito Karnavian dan sorotan dari DPRD Jabar terkait serapan APBD Jabar yang merosot menjadi momentum penting bagi kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi. Meskipun ada penjelasan mengenai beban utang warisan dan strategi efisiensi, harapan publik tetap tinggi terhadap kinerja keuangan daerah.

Bagaimana Pemprov Jawa Barat akan mengakselerasi realisasi anggaran di sisa tahun ini? Mampukah Jawa Barat kembali merebut posisi puncak dalam hal serapan APBD dan membuktikan janji “Jabar Istimewa” bisa tetap menyala di tengah berbagai tantangan fiskal? Kita tunggu saja gebrakan selanjutnya demi kesejahteraan masyarakat Jawa Barat.