Terkuak! Awal Mula Sengketa Tabloid Nyata Hingga Dahlan Iskan Jadi Tersangka

Dipublikasikan 10 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kasus hukum yang menyeret nama Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN sekaligus tokoh besar di balik kesuksesan Jawa Pos Group, kembali jadi sorotan. Bersama mantan Direktur Jawa Pos, Nany Widjaja, ia kini berstatus tersangka dalam dugaan kasus penggelapan dan pemalsuan surat. Penetapan status ini memicu banyak pertanyaan, terutama karena melibatkan sengketa kepemilikan sebuah media yang bernama Tabloid Nyata.

Terkuak! Awal Mula Sengketa Tabloid Nyata Hingga Dahlan Iskan Jadi Tersangka

Ilustrasi: Kilasan kronologis sengketa Tabloid Nyata yang menyeret nama Dahlan Iskan ke pusaran kasus hukum.

Bagi Anda yang penasaran bagaimana kasus ini bermula dan apa saja duduk perkaranya, artikel ini akan merangkumnya secara jelas dan mudah dipahami. Mari kita telusuri bersama akar masalah yang sudah berlangsung puluhan tahun ini.

Siapa yang Melaporkan dan Apa Tuduhannya?

Kasus ini bermula dari laporan polisi yang diajukan oleh Rudy Ahmad Syafei Harahap pada 13 September 2024 ke Polda Jawa Timur. Laporan ini menuduh adanya dugaan pemalsuan surat dan penggelapan dana perusahaan.

Pada 7 Juli 2025, Ditreskrimum Polda Jatim menetapkan Dahlan Iskan dan Nany Widjaja sebagai tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal-pasal pidana yang cukup serius, yaitu:

  • Pasal 263 KUHP (Pemalsuan Surat)
  • Pasal 266 KUHP (Memberikan Keterangan Palsu dalam Akta Otentik)
  • Pasal 372 KUHP (Penggelapan)
  • Pasal 374 KUHP (Penggelapan dalam Jabatan)
  • Serta pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

Awal Mula Sengketa Kepemilikan Tabloid Nyata

Inti dari permasalahan ini adalah sengketa kepemilikan PT Dharma Nyata Pers (DNP), perusahaan yang membawahi Tabloid Nyata. Menurut keterangan kuasa hukum Nany Widjaja, Billy Handiwiyanto, kliennya adalah pemegang saham sah PT DNP berdasarkan akta jual beli nomor 10 tanggal 12 November 1998. Nany membeli 72 lembar saham seharga Rp 648 juta, yang saat itu menggunakan pinjaman dari PT Jawa Pos.

Billy menegaskan bahwa pinjaman tersebut sudah dilunasi melalui enam cek berurutan dalam periode enam bulan. Bahkan, pada Desember 2018, Nany Widjaja menambah modal di PT DNP menggunakan uang pribadinya, sehingga komposisi saham berubah menjadi:

  • 264 lembar saham atas nama Nany Widjaja
  • 88 lembar saham atas nama Dahlan Iskan

Namun, masalah muncul pada tahun 2008. Saat itu, Dahlan Iskan meminta Nany Widjaja untuk menandatangani Akta Pernyataan Nomor 14 Tahun 2008. Akta ini menyatakan bahwa saham PT DNP adalah milik PT Jawa Pos. Menurut Billy, akta ini dibuat sebagai bagian dari strategi go public Dahlan Iskan yang ternyata gagal. Akta ini kemudian dibatalkan dengan Akta Nomor 65 Tahun 2009.

Yang jadi sorotan adalah, akta nomor 14 tahun 2008 ini kini digunakan sebagai dasar pelaporan pidana oleh PT Jawa Pos terhadap Nany dan Dahlan. Padahal, menurut Billy, akta tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang melarang kepemilikan saham atas nama orang lain atau saham atas tunjuk.

Data Administrasi Hukum Umum (AHU) bahkan menunjukkan bahwa sejak 1998 hingga saat ini, pemegang saham PT DNP hanya tercatat atas nama Nany Widjaja dan Dahlan Iskan. “Nama PT Jawa Pos tidak pernah ada dalam dokumen resmi,” ujar Billy.

Tanggapan Dahlan Iskan: “Nyata Bukan Milik Jawa Pos”

Dahlan Iskan sendiri mengaku kaget dengan penetapan status tersangka ini. Melalui tulisannya di Disway berjudul ‘Jadi Tersangka’, ia mengungkapkan perasaannya:

“Yang juga tidak pernah saya sangka adalah: saya berurusan dengan polisi di usia saya yang 74 tahun. Dulu, saya kira, saya itu akan seumur hidup di Jawa Pos. Katakanlah sampai mati. Bahkan saya bayangkan mungkin makam saya pun kelak akan di halaman gedung Jawa Pos.”

Dahlan menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari sengketa kepemilikan saham Tabloid Nyata. Ia menegaskan bahwa tidak semua media yang pernah ia pimpin adalah milik Jawa Pos. “Ada beberapa (saja) bukan milik Jawa Pos. Termasuk Nyata. Ada riwayatnya mengapa begitu,” tulis Dahlan.

Ia berpendapat, pimpinan Jawa Pos saat ini tidak mengetahui sejarah kepemilikan Tabloid Nyata, sehingga menganggap Nyata adalah milik mereka. Inilah yang memicu sengketa. Dahlan juga menyebut bahwa sengketa ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana. Sidang perdatanya sendiri saat ini masih berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dahlan juga menceritakan bagaimana ia meninggalkan Jawa Pos pada tahun 2009 untuk menjadi Direktur Utama PLN, sebuah penugasan negara. Saat itu, ia tidak diperbolehkan merangkap jabatan di perusahaan swasta. Ia berharap bisa kembali ke Jawa Pos, namun kenyataannya tidak demikian karena pemegang saham mayoritas menjadi sangat berkuasa.

Ia juga menyinggung bahwa dirinya mendapatkan saham di PT Jawa Pos sebagai hadiah atas prestasinya membangun perusahaan tersebut dari nol, yang bahkan tanpa modal dari pemegang saham di awal kebangkitannya.

Langkah Hukum Para Pihak

Penetapan tersangka Dahlan Iskan dan Nany Widjaja ini berbuntut panjang. Tim pengacara Nany Widjaja berencana melaporkan penyidik Ditreskrimum Polda Jatim ke Divpropam Mabes Polri. Laporan ini diajukan karena mereka menilai penyidik diduga melakukan pelanggaran etik, salah satunya dengan mengabaikan rekomendasi hasil gelar perkara khusus di Birowassidik Mabes Polri.

Pengacara Nany juga meminta agar kasus pidana ini dihentikan, mengingat masih ada perkara perdata yang sedang berjalan. Menurut mereka, penetapan tersangka ini sangat prematur karena sidang perdata baru akan memasuki agenda pembuktian.

“Menurut Perma Nomor 1 Tahun 1956, seharusnya pidana ditangguhkan dulu karena perdata belum selesai. Tapi ini justru dipaksakan. Kami tidak menolak proses hukum, tapi harus sesuai prosedur,” ujar Billy.

Sementara itu, pengacara Dahlan Iskan, Johanes Dipa Widjaja, menyebut penetapan tersangka kliennya adalah kabar hoax karena mereka belum menerima pemberitahuan resmi dari Polda Jatim. Ia juga menuding pemberitaan ini sebagai “pembunuhan karakter” dan “fitnah” terhadap kliennya, serta mempertimbangkan untuk menempuh jalur hukum ke Dewan Pers.

Kesimpulan

Sengketa kepemilikan Tabloid Nyata antara PT Jawa Pos dengan Dahlan Iskan dan Nany Widjaja telah berkembang menjadi kasus pidana yang kompleks. Meskipun Dahlan Iskan dan Nany Widjaja telah ditetapkan sebagai tersangka, pihak mereka bersikukuh bahwa sengketa ini seharusnya diselesaikan di ranah perdata dan mempertanyakan prosedur penetapan tersangka yang dinilai prematur.

Untuk informasi lebih mendalam, Anda bisa merujuk ke artikel berikut: Dahlan Iskan Blak-blakan Usai Jadi Tersangka, Kisah Pilu dengan Jawa Pos dan Tabloid Nyata.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan tokoh penting di dunia media dan hukum, serta menyoroti rumitnya kepemilikan aset perusahaan yang berakar puluhan tahun lalu. Kita tunggu saja bagaimana kelanjutan proses hukum, baik pidana maupun perdata, akan bergulir di pengadilan.