Yogyakarta, zekriansyah.com – Hubungan antara Dahlan Iskan, sosok yang sangat identik dengan kebangkitan Jawa Pos, dan perusahaan media raksasa tersebut kini memasuki babak baru yang cukup mengejutkan. Setelah puluhan tahun membangun dan membesarkan Jawa Pos hingga menjadi salah satu grup media terbesar di Indonesia, Dahlan Iskan kini justru melayangkan gugatan hukum terhadap perusahaan yang pernah dipimpinnya.
Ilustrasi: Konflik tajam antara Dahlan Iskan dan Jawa Pos terkuak melalui gugatan dividen miliaran rupiah dan perebutan dokumen perusahaan.
Kasus ini tentu menarik perhatian banyak pihak, mengingat sejarah panjang Dahlan Iskan dengan Jawa Pos. Artikel ini akan membahas secara tuntas apa sebenarnya yang terjadi di balik gugatan ini, mulai dari klaim utang dividen hingga sengketa akses dokumen perusahaan. Dengan memahami duduk perkaranya, Anda akan mendapatkan gambaran jelas mengenai konflik yang kini melibatkan salah satu tokoh pers paling berpengaruh di Tanah Air dan media yang ia besarkan.
Klaim Dividen Rp 54,5 Miliar: Dasar Gugatan PKPU Dahlan Iskan
Dahlan Iskan menggugat PT Jawa Pos ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 32/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Sby. Gugatan ini berbentuk permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dalam gugatannya, Dahlan Iskan mengklaim adanya kekurangan pembayaran dividen sebesar Rp 54,5 miliar. Jumlah tersebut, menurutnya, berasal dari pembagian dividen yang tidak utuh dalam keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahun 2003, 2006, 2012, dan 2016. Kuasa hukum Dahlan Iskan menyatakan bahwa jika gugatan ini dikabulkan, uang yang diterima akan dibagikan kepada karyawan-karyawan yang disebutnya sebagai “pahlawan-pahlawan Jawa Pos”, yaitu mereka yang berjasa membesarkan perusahaan.
Jawa Pos Membantah Keras: Dividen Bukan Utang Komersial!
Menanggapi gugatan Dahlan Iskan, pihak Jawa Pos melalui kuasa hukumnya, Leslie Sajogo, dengan tegas membantah tudingan tersebut. Mereka menyatakan tidak memiliki utang kepada Dahlan Iskan, termasuk soal dividen.
Menurut Leslie, seluruh keputusan RUPS selama periode 2003, 2006, 2012, dan 2016 diputuskan secara bulat, termasuk oleh Dahlan Iskan sendiri saat masih menjabat sebagai Direktur Utama.
“Tidak pernah ada komplain sebelumnya soal dividen. Semuanya diputuskan di forum resmi dan disepakati bersama secara bulat. Kenapa sekarang tiba-tiba muncul gugatan yang melompat-lompat ke tahun-tahun berbeda?” ujar Leslie.
Leslie juga menegaskan bahwa dividen bukanlah utang komersial yang bisa dijadikan dasar PKPU. Ia menjelaskan bahwa PKPU adalah mekanisme hukum untuk menangani utang yang nyata, sudah jatuh tempo, dan tidak dibayar, bukan untuk menyelesaikan perbedaan tafsir tentang dividen yang sudah ditetapkan bertahun-tahun lalu.
Saat ini, Dahlan Iskan diketahui masih memiliki 3,8 persen saham Jawa Pos, yang disebut sebagai pemberian dari pemegang saham lainnya. Sementara itu, pemegang saham terbesar adalah PT Grafiti Pers, yang merupakan penerbit Tempo. Pihak Jawa Pos juga membantah klaim Dahlan yang menyebut telah berusaha menyelesaikan perkara ini secara baik-baik. Menurut Leslie, yang terjadi hanyalah pengiriman somasi oleh kuasa hukum Dahlan sebanyak tiga kali, dan semuanya sudah dijawab secara resmi.
Sengketa Akses Dokumen: Hak Pemegang Saham yang Dipermasalahkan
Selain gugatan PKPU terkait dividen, Dahlan Iskan juga melayangkan gugatan terpisah terhadap PT Jawa Pos. Gugatan ini berfokus pada hak akses terhadap dokumen-dokumen perusahaan. Gugatan ini terdaftar di Pengadilan Negeri Surabaya pada 10 Juni 2025 dengan nomor perkara 621/Pdt.G/2025/PN Sby.
Dahlan menjelaskan bahwa motivasi di balik gugatannya murni soal hak yang semestinya ia miliki sebagai pemegang saham.
“Saya itu tidak pernah menyimpan dokumen perusahaan di rumah saya. Semua saya tinggal di kantor saat itu. Saya sekarang perlu dokumen-dokumen itu,” jelas Dahlan.
Ia mengaku telah mencoba menempuh jalur damai dengan mengajukan permintaan informal untuk mengakses dokumen-dokumen krusial, namun tidak mendapat respons yang diharapkan.
Pihak Jawa Pos, dalam konteks bantahan serupa terkait akses dokumen, menyatakan bahwa hak pemegang saham terbatas pada bahan rapat seperti RUPS, bukan seluruh dokumen operasional perusahaan. Mereka menilai tidak ada ketentuan hukum yang membolehkan seorang pemegang saham mengakses seluruh dokumen internal perusahaan tanpa batas.
Kasus gugatan akses dokumen ini juga sedikit banyak membuka tirai tentang komposisi kepemilikan saham di Jawa Pos yang selama ini jarang terungkap ke publik. Berdasarkan informasi, Dahlan Iskan masih menguasai 10,2% saham perusahaan. Sementara pengendali utama Jawa Pos adalah PT Grafiti Pers dengan porsi 49,04%. Tokoh lain seperti Eric Samola (8,9%) dan Goenawan Mohammad (7,2%) juga memiliki saham.
Dari Arsitek Kejayaan hingga Gugatan di Meja Hijau
Dahlan Iskan adalah tokoh sentral dalam sejarah kebangkitan Jawa Pos. Di bawah kepemimpinannya pada era 1980-an, koran yang saat itu nyaris tutup berhasil bangkit menjadi salah satu grup media terbesar di Indonesia. Transformasi ini menjadi kisah sukses yang melegenda di dunia pers nasional.
Ironisnya, kini Dahlan Iskan harus menggugat perusahaan yang ia besarkan sendiri, bahkan hanya untuk mendapatkan dokumen yang dahulu ia tinggalkan di kantornya. Perselisihan hukum ini juga menyiratkan adanya ketegangan internal yang sudah lama terpendam di antara para pemegang kuasa di Jawa Pos. Isu suksesi kepemimpinan dan kekhawatiran para pemegang saham terhadap arah perusahaan juga disebut-sebut menjadi bagian dari dinamika yang melatarbelakangi konflik ini.
Apa Selanjutnya? Proses Hukum Berlanjut
Saat ini, PT Jawa Pos masih menunggu surat resmi dari pengadilan mengenai permohonan PKPU tersebut. Namun, mereka memastikan siap menghadapi seluruh proses hukum dan tidak segan mengambil langkah hukum lanjutan jika ada tuduhan yang dinilai mencemarkan nama baik atau memutarbalikkan fakta.
Gugatan Dahlan Iskan terhadap Jawa Pos ini menjadi babak baru yang menarik perhatian banyak pihak, terutama dalam konteks hubungan antara pemegang saham dan perusahaan media besar nasional. Kasus ini juga menggambarkan bagaimana sengketa hukum bisa muncul bahkan di antara pihak-pihak yang memiliki sejarah panjang dan kontribusi besar terhadap sebuah institusi.
Baik gugatan PKPU maupun sengketa akses dokumen akan terus bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya. Hasil dari proses hukum ini akan menjadi penentu babak akhir dari kisah panjang hubungan Dahlan Iskan dan Jawa Pos. Mari kita ikuti perkembangannya.