Belakangan ini, isu penertiban kebun sawit ilegal di kawasan konservasi menjadi perhatian serius pemerintah. Namun, tahukah Anda bahwa di balik masalah ini, ada modus yang lebih licik dan sulit terdeteksi? Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni baru-baru ini mengungkapkan praktik terselubung di mana korporasi besar menggunakan “nama rakyat” sebagai tameng untuk menggarap lahan ilegal di area terlarang.
Modus licik korporasi sawit terungkap, gunakan nama rakyat untuk beroperasi di kawasan konservasi, ungkap Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Modus ini tentu saja menghambat upaya pemulihan hutan dan penegakan hukum. Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana praktik ini dijalankan, tantangan yang dihadapi pemerintah, serta upaya-upaya yang sedang dilakukan untuk mengatasi masalah ini, khususnya di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Mari kita selami lebih dalam agar kita semua memahami kompleksitas permasalahan ini dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Modus Terselubung: Korporasi Berkedok Rakyat
Pemerintah melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus berupaya menertibkan kebun sawit ilegal yang merambah kawasan konservasi. Namun, di lapangan, tim sering kali dihadapkan pada situasi yang rumit. Menhut Raja Juli Antoni menjelaskan bahwa banyak perusahaan perkebunan menyamarkan aktivitas ilegal mereka dengan memanfaatkan nama masyarakat.
“Problem teknisnya tidak mudah di lapangan, karena ada model di mana korporasi ini juga memiliki cara mempergunakan nama rakyat,” ujar Raja Juli dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta. Praktik ini membuat seolah-olah lahan tersebut dikelola oleh masyarakat kecil, padahal sejatinya dikendalikan oleh perusahaan besar.
Contoh paling nyata ditemukan di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau. Data dari pihak Kepolisian yang tergabung dalam Satgas PKH menunjukkan bahwa banyak lahan yang sebenarnya milik korporasi, namun di lapangan justru mengatasnamakan warga. Para pekerja perkebunan yang namanya digunakan kerap menjadi tameng, sementara buah sawit dari kebun-kebun ilegal ini tetap dijual ke perusahaan.
Tantangan Penertiban dan Pendekatan Pemerintah
Proses verifikasi dan inventarisasi di lapangan menjadi sangat sulit karena modus “atas nama rakyat” ini. Bagaimana tidak, korporasi ini menyuruh warga membuka lahan, namun pengelolaan dan hasil panennya justru dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan. Ini adalah taktik cerdik untuk menghindari jerat hukum.
Dalam menyikapi kondisi kompleks ini, pemerintah mengedepankan pendekatan lunak atau soft power guna mencegah konflik sosial yang mungkin timbul. Salah satu skema yang disiapkan adalah relokasi bagi masyarakat yang bersedia meninggalkan kawasan konservasi secara sukarela.
“Terhadap masyarakat yang terdampak, diharapkan melakukan relokasi secara mandiri, namun pemerintah juga telah menyiapkan lahan relokasi,” jelas Menhut. Lahan relokasi ini tengah disiapkan oleh Tim Percepatan Pemulihan Pasca Penguasaan (TP4) Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang dibentuk oleh Gubernur Riau. Tugas tim ini meliputi:
- Menyusun rencana relokasi masyarakat terdampak.
- Menyiapkan lahan relokasi dan skema bantuan sosial.
- Melaksanakan eksekusi relokasi sesuai kesepakatan.
Sejauh ini, pemerintah telah mencatat progres pengembalian peruntukan kawasan konservasi. Beberapa pihak sudah menyerahkan secara sukarela perkebunan mereka, dan telah dilakukan pemusnahan kebun sawit ilegal di beberapa lokasi, seperti:
- 401 hektare lahan pada 29 Juni 2025
- 311 hektare lahan pada 2 Juli 2025
Kasus Tesso Nilo: Sorotan dan Gugatan Hukum
Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau, menjadi salah satu kawasan konservasi yang paling disorot akibat perambahan kebun sawit ilegal. Modus penggunaan nama rakyat oleh korporasi sangat masif ditemukan di sini.
Permasalahan di TNTN ini bahkan telah bergulir ke ranah hukum melalui gugatan yang diajukan oleh Yayasan Riau Madani (YRM) melawan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) serta Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Objek gugatan ini adalah keberadaan kebun sawit produktif ilegal seluas 1.200 hektare di TNTN.
Yayasan Riau Madani menduga kebun sawit tersebut terkait dengan korporasi besar, yaitu PT Inti Indosawit Subur, berdasarkan kesamaan kondisi tanaman dan infrastruktur kebun yang berbatasan. Namun, pihak manajemen PT Inti Indosawit Subur telah membantah keras tudingan tersebut.
Yang menarik, gugatan ini telah melalui berbagai tingkatan pengadilan dan hasilnya sudah inkrah (berkekuatan hukum tetap):
- 15 November 2023: PTUN Pekanbaru mengabulkan gugatan YRM (perkara nomor: 36/G/TF/2022/PTUN.PBR).
- 21 Maret 2023: PT TUN Medan menolak banding Menteri LHK dkk, menguatkan putusan PTUN Pekanbaru (nomor: 26/B/TF/2023/PT.TUN.MDN).
- 8 Desember 2023: Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Menteri LHK dkk (nomor: 359 K/TUN/TF/2023).
Meskipun putusan hukum sudah inkrah, pihak Kementerian Kehutanan dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo belum juga mengeksekusinya. Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, H. Surya Darma SAg, SH, MH, mempertanyakan lambatnya eksekusi ini. “Menjadi pertanyaan, mengapa saat ini Kementerian Kehutanan begitu getol setelah Satgas PKH turun, namun terkait putusan gugatan kami mereka terkesan cuek dan mengulur-ulur waktu,” katanya. Bahkan, PTUN Pekanbaru telah mengeluarkan surat penetapan eksekusi putusan pada 22 Maret 2024.
Penutup: Menjaga Alam, Menegakkan Keadilan
Modus korporasi sawit yang menggunakan nama rakyat ini adalah tantangan besar dalam upaya pelestarian kawasan konservasi di Indonesia. Ini bukan hanya soal hilangnya hutan, tetapi juga tentang keadilan ruang hidup dan kerusakan ekosistem akibat keserakahan yang berkedok kesejahteraan.
Apa yang diungkapkan Menhut Raja Juli Antoni ini menjadi lampu kuning bagi kita semua. Penting bagi pemerintah untuk terus gencar melakukan verifikasi, penertiban, dan yang terpenting, mengeksekusi putusan hukum yang sudah inkrah demi pemulihan lingkungan. Semoga dengan langkah-langkah yang tegas dan terstruktur, Taman Nasional Tesso Nilo dan kawasan konservasi lainnya dapat kembali pulih, serta masyarakat yang terdampak bisa mendapatkan solusi yang manusiawi dan adil. Mari bersama-sama kita dukung upaya menjaga kelestarian alam demi masa depan yang lebih baik.