Yogyakarta, zekriansyah.com – Kisah Marcus Fakana, remaja 19 tahun asal Tottenham, London Utara, sempat menjadi sorotan dunia. Ia dipenjara di Dubai selama tujuh bulan karena menjalin hubungan seksual konsensual dengan seorang gadis berusia 17 tahun yang juga berkewarganegaraan Inggris. Kasus ini menyoroti perbedaan hukum yang signifikan antara Uni Emirat Arab (UEA) dan negara-negara Barat, serta pentingnya memahami aturan di destinasi wisata.
Ilustrasi: Senyum lega terpancar di wajah remaja Inggris yang akhirnya menghirup udara bebas usai mendapatkan amnesti kerajaan di Dubai.
Berita baiknya, Marcus kini telah dibebaskan dan kembali ke Inggris. Ia mendapatkan pengampunan kerajaan dari penguasa Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum. Artikel ini akan mengulas kronologi kasusnya, perbedaan hukum yang menjadi akar masalah, upaya pembebasan, dan pelajaran penting bagi para wisatawan.
Kronologi Kasus: Dari Romansa Liburan ke Jeruji Besi Dubai
Semua bermula saat Marcus Fakana, yang kala itu berusia 18 tahun, berlibur bersama orang tuanya di Uni Emirat Arab pada akhir Agustus tahun lalu. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis remaja Inggris lainnya dan terjalinlah apa yang mereka sebut sebagai “romansa liburan.” Hubungan mereka bersifat konsensual, dan gadis tersebut saat itu berusia 17 tahun, hanya beberapa bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-18. Marcus sendiri mengaku tidak mengetahui usia pasti gadis itu atau perbedaan hukum yang berlaku di Dubai.
Masalah muncul setelah gadis dan keluarganya kembali ke Inggris. Ibunya menemukan pesan dan foto-foto antara Marcus dan putrinya. Merasa ada yang tidak beres, sang ibu melaporkan hubungan tersebut kepada polisi Dubai. Marcus kemudian ditangkap di hotelnya di Dubai dan pada Desember lalu, ia dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
Hukum Dubai dan Usia Batas Persetujuan yang Berbeda
Kasus Marcus Fakana menjadi gambaran nyata bagaimana perbedaan hukum antarnegara bisa berakibat fatal bagi wisatawan yang tidak sadar. Di Uni Emirat Arab, usia batas persetujuan untuk hubungan seksual adalah 18 tahun. Ini sangat berbeda dengan Inggris, di mana usia batas persetujuan adalah 16 tahun.
Radha Stirling, Kepala Eksekutif kelompok kampanye “Detained in Dubai,” yang membantu Marcus, menjelaskan bahwa banyak orang tua perlu menyadari risiko ini.
“Orang tua perlu menyadari bahwa remaja dapat dikenai tuntutan hukum di UEA untuk perilaku yang tidak akan dianggap kriminal di negara asal, entah itu hubungan, aktivitas media sosial, atau bahkan minum alkohol,” kata Stirling.
Pemerintah Dubai sendiri telah menyatakan bahwa berdasarkan hukum UEA, gadis tersebut secara hukum diklasifikasikan sebagai minor (di bawah umur), dan sesuai prosedur internasional, ibunya sebagai wali sah mengajukan pengaduan. Mereka menegaskan bahwa sistem hukum Dubai berkomitmen untuk melindungi hak semua individu dan memastikan proses peradilan yang tidak memihak.
Perjuangan Pembebasan dan Peran Amnesti Kerajaan
Setelah dijatuhi hukuman, Marcus Fakana menjalani masa tahanannya di Penjara Al Awir, Dubai. Selama di sana, ia dan keluarganya berjuang keras untuk pembebasannya. Kampanye “Detained in Dubai” aktif mengadvokasi kasusnya, menyoroti kekhawatiran tentang kriminalisasi wisatawan dan hukuman yang tidak proporsional.
Keluarga Marcus bahkan menggalang dana lebih dari £54.800 (sekitar Rp 1,1 miliar) dan sebuah petisi online yang menyerukan dukungan pemerintah Inggris telah mengumpulkan lebih dari 40.000 tanda tangan. Marcus sendiri menulis surat kepada Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum, penguasa Dubai, memohon pengampunan.
Pada akhirnya, permohonan tersebut membuahkan hasil. Marcus menerima pengampunan kerajaan (royal pardon) dari Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum. Pengampunan Eid di negara-negara Muslim adalah isyarat belas kasih dan cara untuk memberikan kesempatan kedua kepada individu selama hari raya keagamaan. Marcus dibebaskan pada 3 Juli dan telah kembali dengan selamat ke Inggris.
Radha Stirling mengungkapkan kelegaan atas pembebasan Marcus:
“Marcus seharusnya tidak pernah mengalami ini. Ia seharusnya hanya menghabiskan beberapa hari singkat bersama keluarganya tetapi malah menghabiskan hampir setahun di destinasi wisata itu.”
“Kami sangat gembira bahwa setelah kampanye intensif, ia secara resmi diampuni dan pulang dengan selamat, dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya.”
Pelajaran Penting bagi Wisatawan di Uni Emirat Arab
Kasus Marcus Fakana adalah pengingat keras bagi siapa pun yang berencana bepergian ke luar negeri, khususnya ke negara dengan sistem hukum dan budaya yang berbeda. Berikut adalah beberapa pelajaran penting yang bisa diambil:
- Pahami Hukum Lokal: Jangan berasumsi bahwa apa yang legal di negara asal Anda juga legal di negara tujuan. Lakukan riset mendalam tentang hukum dan kebiasaan setempat sebelum bepergian.
- Perhatikan Usia Batas Persetujuan: Jika Anda bepergian dengan remaja atau berinteraksi dengan penduduk lokal yang masih muda, selalu perhatikan usia batas persetujuan untuk berbagai aktivitas, termasuk hubungan pribadi, minum alkohol, atau bahkan aktivitas media sosial tertentu.
- Dubai, Modern namun Konservatif: Meskipun Dubai memasarkan diri sebagai destinasi wisata modern dan liberal, sistem hukumnya masih berbasis pada hukum sipil dan Syariah, yang bisa sangat ketat dalam hal-hal seperti hubungan pribadi, konsumsi alkohol di tempat umum, dan kebebasan berekspresi di media sosial.
- Risiko bagi Wisatawan: Kasus ini menyoroti bahwa wisatawan bisa menghadapi tuntutan hukum yang serius dan hukuman yang tidak proporsional untuk tindakan yang di negara asal mereka mungkin dianggap sepele atau tidak melanggar hukum.
Kesimpulan
Kisah Marcus Fakana berakhir bahagia dengan pembebasannya berkat pengampunan kerajaan. Namun, pengalamannya menjadi peringatan berharga bagi semua wisatawan. Pentingnya untuk selalu mencari informasi dan memahami hukum serta budaya di negara yang akan Anda kunjungi tidak bisa diremehkan. Dengan kesadaran dan kehati-hatian, Anda dapat menghindari situasi tidak menyenangkan dan memastikan perjalanan yang aman serta menyenangkan.