Jangan Kaget! Perusahaan Raksasa Ternyata Ada di Balik Pendanaan Perang Global

Dipublikasikan 13 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Seringkali kita berpikir bahwa perang adalah urusan antar negara, pemimpin politik, atau ideologi semata. Namun, tahukah Anda bahwa di balik setiap konflik bersenjata yang berkecamuk, ada perusahaan-perusahaan besar yang ternyata menjadi pendana perang atau setidaknya mendapatkan keuntungan besar darinya? Ya, kenyataan ini mungkin cukup mengejutkan, tapi inilah sisi lain dari “bisnis perang” yang jarang terungkap ke publik.

Jangan Kaget! Perusahaan Raksasa Ternyata Ada di Balik Pendanaan Perang Global

Raksasa korporat global diduga kuat terlibat dalam pendanaan konflik bersenjata, memicu pertanyaan etis mengenai motif di balik industri perang.

Artikel ini akan membuka mata Anda tentang bagaimana korporasi raksasa, mulai dari produsen senjata hingga perusahaan teknologi dan bahkan penyedia jasa, terlibat dalam pusaran konflik global. Mari kita selami lebih dalam fakta-fakta yang mungkin membuat Anda jangan kaget perusahaan ternyata dibalik pendana perang.

Bukan Hanya Senjata, Tapi Juga Teknologi dan Infrastruktur

Ketika kita bicara tentang perang, pikiran kita langsung tertuju pada tank, pesawat tempur, atau rudal. Tentu saja, produsen senjata adalah pemain utama. Program pengadaan jet tempur F-35, misalnya, melibatkan sedikitnya 1.600 perusahaan di delapan negara, dipimpin oleh Lockheed Martin dari AS. Pabrikan Italia Leonardo S.p.A juga menjadi kontributor utama di sektor militer, sementara FANUC Corporation dari Jepang menyediakan mesin robotik untuk lini produksi senjata.

Namun, keterlibatan perusahaan jauh lebih luas dari itu. Laporan terbaru dari Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Francesca Albanese, yang dirilis pada Juli 2025, mengungkapkan bahwa ada 48 pelaku perusahaan yang membantu pendudukan dan konflik, bahkan sampai pada level yang disebut “ekonomi genosida”.

Raksasa Teknologi di Garis Depan

Di era modern, teknologi adalah tulang punggung setiap operasi militer. Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa memainkan peran krusial dalam pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data. Bayangkan sebuah perang yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga kecerdasan buatan (AI) dan data masif.

  • Microsoft, Alphabet Inc. (induk Google), dan Amazon memberikan akses teknologi cloud dan AI mereka kepada militer, meningkatkan kapasitas pemrosesan data dan pengawasan.
  • IBM bertanggung jawab melatih personel militer dan intelijen, serta mengelola basis data pusat yang menyimpan data biometrik.
  • Palantir Technologies, platform perangkat lunak AS, memperluas dukungannya kepada militer, menyediakan teknologi kepolisian prediktif otomatis yang digunakan untuk pengambilan keputusan di medan perang, termasuk sistem AI seperti “Lavender” dan “Gospel” untuk membuat daftar target.

Mesin Berat dan Infrastruktur Pendukung

Perang juga membutuhkan pembangunan dan penghancuran infrastruktur. Di sinilah peran perusahaan-perusahaan yang menyediakan mesin berat dan peralatan konstruksi menjadi sangat vital. Mereka mungkin tidak memproduksi senjata, tetapi alat-alat mereka dapat menjadi “alat penggunaan ganda” yang mendukung operasi militer.

Beberapa contoh yang diidentifikasi dalam laporan PBB termasuk:

  • Caterpillar
  • Rada Electronic Industries (milik Leonardo)
  • HD Hyundai (Korea Selatan)
  • Volvo Group (Swedia)

Perusahaan-perusahaan ini menyediakan mesin berat untuk pembongkaran rumah dan pembangunan permukiman ilegal di wilayah konflik.

Bisnis yang Mengalir dari Sumber Daya dan Jasa

Keterlibatan korporasi tidak berhenti pada produsen alat perang dan teknologi. Sektor-sektor lain juga ikut mendapatkan untung dari konflik, baik secara langsung maupun tidak langsung.

  • Sektor Energi: Perusahaan seperti Drummond Company dari AS dan Glencore dari Swiss adalah pemasok utama batu bara untuk kebutuhan listrik di wilayah konflik.
  • Sektor Pertanian: Bright Dairy & Food dari Tiongkok, sebagai pemilik mayoritas Tnuva (konglomerat makanan terbesar di Israel), mendapatkan keuntungan dari tanah yang disita di pos-pos terdepan ilegal. Sementara itu, Netafim (80% sahamnya dimiliki oleh Orbia Advance Corporation dari Meksiko) menyediakan teknologi irigasi tetes yang mengeksploitasi air di wilayah pendudukan.
  • Sektor Perhotelan/Pariwisata: Platform persewaan seperti Booking dan Airbnb juga membantu permukiman ilegal dengan mencantumkan properti dan kamar hotel di wilayah pendudukan. Meskipun Airbnb sempat menghapus properti tersebut pada 2018, mereka kemudian kembali mencantumkannya, bahkan mendonasikan keuntungan untuk tujuan kemanusiaan – sebuah praktik yang disebut sebagai “humanitarian-washing”.
  • Sektor Keuangan: Bank-bank terbesar di dunia, termasuk BNP Paribas dari Prancis dan Barclays dari Inggris, terdaftar sebagai pihak yang memungkinkan negara-negara yang terlibat konflik mempertahankan premi suku bunga meskipun terjadi penurunan peringkat kredit.

Siapa Investor di Balik Perusahaan ‘Perang’ Ini?

Mungkin Anda bertanya, siapa yang mendanai perusahaan-perusahaan raksasa ini? Jawabannya: sebagian besar adalah perusahaan investasi multinasional besar. Laporan PBB mengidentifikasi dua raksasa pengelola aset, BlackRock dan Vanguard, sebagai investor utama di balik beberapa perusahaan yang terdaftar.

  • BlackRock, pengelola aset terbesar di dunia, adalah investor institusional terbesar kedua di Palantir, Microsoft, Amazon, Alphabet, dan IBM, serta ketiga terbesar di Lockheed Martin dan Caterpillar.
  • Vanguard, pengelola aset terbesar kedua di dunia, merupakan investor institusional terbesar di Caterpillar, Chevron, dan Palantir, serta terbesar kedua di Lockheed Martin dan produsen senjata Israel Elbit Systems.

Investasi ini menunjukkan bagaimana uang terus berputar, bahkan di tengah konflik, dan bagaimana perusahaan-perusahaan investasi besar ini menjadi pendana perang secara tidak langsung melalui kepemilikan saham di korporasi yang terlibat.

Keuntungan di Tengah Konflik: Sebuah Realita Pahit

Fakta yang sulit diterima adalah bahwa perang, bagi sebagian pihak, adalah bisnis yang sangat menguntungkan. Laporan PBB secara tegas menyatakan bahwa “upaya kolonial dan genosida terkait secara historis didorong dan dimungkinkan oleh sektor korporasi.” Ini adalah contoh dari “kapitalisme rasial kolonial” di mana entitas korporasi mendapat untung dari pendudukan ilegal.

Sejak perang di Gaza pecah pada Oktober 2023, pengeluaran militer di beberapa negara melonjak drastis. Bursa Efek Tel Aviv bahkan naik 179% secara tidak terduga, menambahkan USD 157,9 miliar dalam nilai pasar. Perusahaan asuransi global, seperti Allianz dan AXA, juga menginvestasikan sejumlah besar uang dalam bentuk saham dan obligasi yang terkait dengan pendudukan, terutama untuk menghasilkan laba.

Ini adalah realita pahit yang menunjukkan bagaimana konflik bersenjata, di samping dampak kemanusiaan yang mengerikan, juga menciptakan aliran keuntungan yang masif bagi pihak-pihak tertentu.

Kesimpulan

Melihat fakta-fakta ini, mungkin kita tidak lagi kaget perusahaan ternyata dibalik pendana perang. Perang bukan hanya tentang konflik ideologi atau perebutan kekuasaan, tetapi juga tentang aliran uang dan keuntungan finansial yang besar. Dari produsen senjata, raksasa teknologi, penyedia infrastruktur, hingga perusahaan jasa dan investor besar, semua memiliki peran dalam ekosistem “bisnis perang” ini.

Memahami peran tersembunyi ini penting agar kita bisa melihat gambaran utuh dari setiap konflik. Ini juga menjadi pengingat bahwa sebagai konsumen dan warga dunia, kita memiliki kekuatan untuk lebih kritis dan sadar akan dampak dari perusahaan-perusahaan yang kita dukung, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga informasi ini membuka wawasan Anda lebih luas.

FAQ

Tanya: Perusahaan mana saja yang terlibat dalam pendanaan perang selain produsen senjata?
Jawab: Perusahaan teknologi dan penyedia jasa juga terlibat dalam “bisnis perang” dengan menyediakan teknologi dan infrastruktur pendukung.

Tanya: Bagaimana perusahaan teknologi bisa terlibat dalam pendanaan perang?
Jawab: Perusahaan teknologi dapat terlibat dengan menyediakan perangkat lunak, data, atau infrastruktur digital yang digunakan dalam operasi militer.

Tanya: Apakah ada laporan PBB yang mengkonfirmasi keterlibatan perusahaan dalam perang?
Jawab: Ya, laporan dari Pelapor Khusus PBB Francesca Albanese pada Juli 2025 mengungkapkan keterlibatan perusahaan dalam pusaran konflik global.