Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar mengejutkan mengguncang jagat sepak bola Tanah Air di awal tahun 2025. Shin Tae-yong, pelatih yang telah menorehkan banyak catatan manis bersama Timnas Indonesia, resmi dipecat PSSI dari posisinya. Keputusan ini sontak memicu gelombang pro dan kontra, mengingat prestasinya yang gemilang dan cara pemecatan yang dianggap sebagian pihak “tak pantas” atau kurang etis. Banyak penggemar dan pengamat bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di balik tirai kekuasaan sepak bola Indonesia? Artikel ini akan mengupas tuntas drama pemecatan STY, jejak prestasinya, alasan di balik keputusan PSSI, hingga reaksi publik dan sang pelatih sendiri. Simak selengkapnya untuk memahami dinamika yang mengiringi berakhirnya era Shin Tae-yong.
PSSI mengejutkan publik dengan pemecatan kontroversial Shin Tae-yong di awal 2025, menyusul rentetan prestasi gemilang yang diukir pelatih asal Korea Selatan tersebut bersama Timnas Indonesia.
Jejak Gemilang Shin Tae-yong Bersama Garuda: Dari Peringkat FIFA hingga Piala Dunia
Sejak ditunjuk pada 28 Desember 2019, Shin Tae-yong telah menjadi arsitek perubahan besar bagi Timnas Indonesia. Dalam lima tahun kepemimpinannya, pelatih asal Korea Selatan ini berhasil membawa Timnas Garuda terbang lebih tinggi, mencetak sejarah yang sulit dilupakan.
Salah satu pencapaian paling mencolok adalah melonjaknya peringkat FIFA Timnas Indonesia. Dari posisi 174, STY sukses mendongkraknya hingga ke peringkat 127 dunia. Ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari peningkatan kualitas dan daya saing tim di kancah internasional.
Di bawah asuhannya, Timnas Indonesia juga menorehkan sejarah dengan lolos ke babak 16 besar Piala Asia untuk pertama kalinya. Tak hanya itu, Timnas Indonesia U-23 berhasil menembus semifinal Piala Asia U-23 2024, sebuah capaian luar biasa yang nyaris membawa Garuda Muda ke Olimpiade Paris. Puncak prestasinya mungkin adalah keberhasilan meloloskan Indonesia ke putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia, yang secara otomatis mengamankan satu tempat di putaran final Piala Asia 2027.
Meski belum mempersembahkan gelar juara mayor, prestasi Shin Tae-yong ini menjadi bukti nyata dedikasinya dan strategi yang berhasil membangkitkan harapan sepak bola Indonesia.
Kronologi Pemecatan: Alasan PSSI dan Isu “Dinamika Internal”
Keputusan PSSI untuk mengakhiri kontrak Shin Tae-yong diumumkan secara resmi oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, pada Senin, 6 Januari 2025. Erick Thohir menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja ini dilakukan “demi kebaikan Timnas Indonesia” dan merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh.
“Tentu kita mengucapkan terima kasih kepada kinerja Coach Shin Tae-yong selama ini. Dan hubungan saya sangat baik,” ujar Erick Thohir, dikutip dari siaran YouTube PSSI.
Namun, di balik pernyataan resmi tersebut, tersiar kabar bahwa keputusan PSSI memecat Shin Tae-yong tidak terjadi secara mendadak. Menurut berbagai sumber, PSSI sudah memikirkan hal ini sejak Oktober 2024, menyusul laga tandang melawan China di Kualifikasi Piala Dunia 2026. Erick Thohir menyebut adanya “dinamika” di internal tim yang memerlukan perhatian khusus.
Beberapa isu yang mencuat sebagai pemicu antara lain:
- Isu Konflik Internal Pemain dan Pelatih: Setelah Timnas ditahan imbang Bahrain 2-2 pada Oktober 2024, sejumlah pemain dikabarkan ingin berdiskusi soal taktik dengan STY, namun pelatih tidak berkenan. Hal ini berujung pada pencadangan Thom Haye dan pencopotan ban kapten Jay Idzes saat laga melawan China, yang menimbulkan ketegangan di ruang ganti.
- Kendala Komunikasi: Meskipun sudah melatih selama lima tahun, Shin Tae-yong disebut belum fasih berbahasa Indonesia, yang menjadi salah satu poin evaluasi PSSI.
- Evaluasi Hasil Pertandingan: PSSI menilai Shin Tae-yong “gagal total” di Piala AFF 2024, di mana Timnas hanya menempati peringkat ketiga grup. Kritik juga muncul terkait minimnya taktik dan seringnya bereksperimen.
Sebelum pengumuman resmi, Erick Thohir bahkan dikabarkan telah melakukan perjalanan ke Eropa untuk mencari calon pelatih pengganti, mengindikasikan bahwa keputusan ini sudah bulat jauh sebelum diumumkan ke publik.
“Habis Manis Sepah Dibuang”? Reaksi Publik dan Harga Diri Shin Tae-yong
Pemecatan Shin Tae-yong di tengah performa Timnas yang sedang menanjak, apalagi saat peluang lolos ke Piala Dunia 2026 masih terbuka lebar, menimbulkan pertanyaan besar di kalangan penggemar dan pengamat. Istilah “habis manis sepah dibuang” pun mengemuka, menggambarkan kekecewaan atas cara PSSI memperlakukan pelatih yang dianggap berjasa besar.
Pengamat sepak bola, Haris Pardede atau akrab disapa Bung Harpa, terang-terangan mengkritik cara komunikasi PSSI. “Percuma kita lolos Piala Dunia kalau kita gagal memperlakukan manusia sebagai manusia,” tegasnya, menyayangkan proses yang terkesan mendadak dan kurang menghargai jasa STY.
Di media sosial, sentimen publik terpecah. Tagar #STYSTAY sempat mendominasi, menunjukkan dukungan kuat dari mayoritas penggemar yang mengakui kontribusi STY. Namun, ada pula pihak yang mendukung pemecatan dengan tagar #STYOut, mengkritik kurangnya prestasi konkret dalam bentuk piala. Analisis sentimen menunjukkan bahwa emosi “marah” dan “percaya” menjadi yang tertinggi di kalangan warganet.
Reaksi paling emosional datang dari putra Shin Tae-yong, Shin Jae-won. Melalui media sosial, ia meluapkan kekecewaannya. “Dia sudah membawa Indonesia hingga ke tahap seperti ini dan begini cara kalian memperlakukannya. Kerja bagus PSSI, kalian semua akan menyesali keputusan ini,” sindirnya.
Bagaimana dengan Shin Tae-yong sendiri? Dalam sebuah siniar, ia mengakui bahwa dirinya belum memahami alasan pasti di balik pemecatannya. “Saya belum tahu kenapa harus berhenti melatih (Timnas Indonesia). Jadi, enggak mau ungkit lagi. Saya juga punya harga diri,” ujarnya, menegaskan perasaannya. Meski demikian, ia tak menutup kemungkinan untuk kembali melatih Timnas Indonesia di masa depan, karena begitu tersentuh oleh fanatisme suporter Tanah Air.
Era Baru Timnas? Perbandingan dengan Patrick Kluivert dan Kontroversi Pengganti
Tak lama setelah pemecatan STY, nama Patrick Kluivert santer disebut sebagai pengganti. Mantan bintang Barcelona dan legenda sepak bola Belanda ini dikabarkan menjadi pilihan PSSI untuk melanjutkan estafet kepelatihan.
Jika dibandingkan, kedua pelatih ini memiliki profil yang berbeda:
Kriteria | Shin Tae-yong | Patrick Kluivert |
---|---|---|
Jumlah Laga Senior | 270 pertandingan | 34 pertandingan |
Persentase Kemenangan | 42,96% | 35,29% |
Gelar Juara Signifikan | Liga Champions Asia 2010 (Seongnam Ilhwa), Piala Asia Timur 2017 (Timnas Korea Selatan) | Belum ada gelar signifikan |
Pengalaman Internasional | Lebih fokus di Korea Selatan, Australia, dan Indonesia | Lebih beragam (Belanda, Australia, Prancis, Spanyol, Turki) sebagai pelatih/asisten |
Rasio Gol Kebobolan | 1,25 | 1,47 (lebih baik) |
Pemilihan Kluivert juga tidak lepas dari kontroversi. Rekam jejaknya yang bermasalah di masa lalu membuat banyak penggemar sepak bola khawatir, bahkan ada yang menolak dan mengaitkannya dengan isu “mafia sepak bola” yang mungkin kembali menghantui. Perbandingan statistik ini menjadi bahan perdebatan hangat tentang apakah PSSI telah membuat keputusan yang tepat untuk masa depan Timnas Indonesia.
Masa Depan Timnas Indonesia: Antara Harapan dan Ketidakpastian
Pemecatan Shin Tae-yong menjadi babak baru bagi perjalanan Timnas Indonesia. Di satu sisi, PSSI berharap pergantian pelatih ini dapat membawa angin segar dan strategi yang lebih baik untuk mencapai target besar, yakni lolos ke Piala Dunia 2026. Di sisi lain, cara pemecatan yang dianggap tak pantas dan kontroversi seputar pengganti memunculkan ketidakpastian serta kekhawatiran di kalangan pecinta sepak bola.
Terlepas dari pro dan kontra yang ada, satu hal yang pasti adalah semangat juang Timnas Indonesia harus tetap menyala. Perjalanan menuju Piala Dunia masih panjang, dan dukungan penuh dari seluruh elemen, mulai dari PSSI, pemain, hingga suporter, akan menjadi kunci untuk mewujudkan mimpi besar sepak bola Tanah Air. Semoga drama ini menjadi pelajaran berharga dan tidak menghambat langkah Garuda ke panggung dunia.