Kabar mengenai belum cairnya bonus atlet Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau kembali menjadi sorotan hangat publik. Di satu sisi, para atlet yang telah berjuang mengharumkan nama daerah merasa kecewa dan menuntut hak mereka. Di sisi lain, Gubernur Riau Abdul Wahid angkat bicara, menjelaskan situasi yang melatarbelakangi penundaan ini. Kira-kira, apa sebenarnya duduk perkara masalah ini dan bagaimana nasib para pahlawan olahraga Riau ke depan? Mari kita telusuri lebih dalam.
Polemik bonus atlet PON Riau memanas, tuntutan atlet yang merasa tak dihargai berbenturan dengan keterbatasan anggaran provinsi yang disebut gubernur.
Mengapa Bonus Atlet Riau Belum Juga Cair? Penjelasan dari Pemprov
Polemik pencairan bonus atlet PON Riau ini memang sudah berlangsung cukup lama, membuat banyak pihak bertanya-tanya. Gubernur Riau, Abdul Wahid, akhirnya memberikan klarifikasi terkait situasi yang tengah terjadi.
Keterbatasan Anggaran dan Janji Masa Lalu
Menurut Gubernur Abdul Wahid, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau sama sekali tidak berniat mengabaikan hak para atlet. Namun, ada kendala serius yang dihadapi, yaitu kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Riau yang disebutnya sangat terbatas.
“Bonus atlet sudah kami bicarakan, dan memang kami sudah ada niat untuk membayarnya. Namun, kemampuan anggaran kami sangat terbatas. Dalam Perda itu ada rentang (range) nominal bonus. Kami ambil yang moderat, sementara atlet minta yang maksimal,” ujar Abdul Wahid, Sabtu (12/7).
Wahid menjelaskan, tuntutan nominal bonus dari para atlet merujuk pada janji yang sempat disampaikan oleh mantan Penjabat Gubernur Riau, Rahman Hadi. Namun, janji tersebut, menurut Wahid, tidak bisa dilepaskan dari kondisi keuangan daerah saat ini yang dinilai belum cukup untuk memenuhi permintaan atlet secara penuh.
Skema Potongan dan Perda yang Jadi Acuan
Dalam Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur besaran bonus, terdapat kisaran nominal mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 200 juta per atlet. Pemprov Riau telah memilih nilai tengah sebagai bentuk kompromi, yang berarti pembayaran hanya sekitar 45 persen dari total tuntutan atlet.
“Kami mau bayar, bukan tidak mau. Cuman mereka (atlet PON) menuntut lebih. Atlet Paralimpik bahkan sudah menerima dengan skema pemotongan,” jelas Wahid. Ia menambahkan bahwa jika para atlet sudah sepakat dengan skema pembayaran 45 persen ini, bonus akan segera dicairkan.
Kekecewaan Atlet: Antara Hak dan Apresiasi yang Berbeda
Di sisi lain, para atlet yang menjadi ujung tombak prestasi Riau di kancah nasional, menyuarakan kekecewaan mendalam. Mereka merasa hak yang seharusnya diterima tak kunjung cair, bahkan setelah setahun berlalu sejak perhelatan PON 2024.
Setahun Menanti Tanpa Kepastian
Muhammad Fajri (27), atlet anggar Riau peraih satu emas dan satu perak, mengungkapkan bahwa seharusnya ia menerima bonus sekitar Rp 300 juta. Namun, hingga kini, bonus tersebut belum juga cair. Diperkirakan ada sekitar 50 atlet yang mengalami nasib serupa.
“Sudah setahun bonus kami belum cair,” ungkap Fajri, Jumat (11/7/2025).
Para atlet ini juga sempat melakukan audiensi dengan Gubernur Riau dan jajarannya. Namun, pernyataan Gubernur yang seolah “lepas tangan” jika mereka tidak mau menerima 45 persen dari bonus, justru membuat hati mereka terluka. Mereka bersedia bonus dicairkan bertahap, asalkan ada perjanjian tertulis yang menjamin sisa 55 persen akan dibayarkan pada APBD Perubahan atau APBD murni 2026. Sayangnya, tawaran ini tidak diterima oleh pemerintah.
Kontras dengan Apresiasi “Bocah Viral”
Kekecewaan atlet semakin memuncak ketika mereka melihat Gubernur Riau memberikan bonus senilai Rp 20 juta kepada Rayyan Arkan Dikha (11), bocah viral “aura farming” Pacu Jalur dari Kuantan Singingi, bahkan mengangkatnya sebagai Duta Pariwisata Riau.
Puja Sri Syahfitri (25), atlet senam artistik peraih medali perunggu PON Aceh-Sumut 2024, merasa sangat kecewa. Menurut Peraturan Gubernur (Pergub), peraih perunggu seharusnya mendapatkan Rp 75 juta, emas Rp 300 juta, dan perak Rp 150 juta. Dengan skema 45 persen, bonus perunggunya hanya dihargai Rp 32,2 juta.
“Kami sangat kecewa. Anak viral dikasih Rp 20 juta dan langsung dijadikan duta. Sedangkan kami, yang berjuang dengan peluh dan air mata, bonusnya enggak jelas kapan cair,” ujar Puja dikutip dari Kompas.com, Jumat (11/7/2025).
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di benak para atlet: mengapa viralitas lebih cepat diapresiasi dibandingkan prestasi yang diraih dengan kerja keras bertahun-tahun?
Dilema Transparansi dan Komunikasi
Para atlet juga menyoroti kurangnya transparansi dari Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Riau, Erisman Yahya, yang memilih bungkam di tengah protes para atlet. Konfirmasi media pun tidak mendapat tanggapan. Padahal, komunikasi dan transparansi menjadi kunci untuk mengatasi polemik ini.
Mencari Titik Temu: Kapan Bonus Akan Cair?
Hingga saat ini, belum ada titik terang pasti kapan bonus atlet PON Riau akan benar-benar dibayarkan sepenuhnya. Pemprov Riau menekankan keterbatasan anggaran dan menunggu kesepakatan dari atlet terkait skema potongan. Sementara itu, para atlet berharap Pemprov Riau bisa segera memenuhi janji dan memberikan kepastian tertulis.
Perjuangan atlet yang telah mengharumkan nama Riau di kancah nasional seharusnya mendapatkan apresiasi yang setimpal. Bonus bukan sekadar uang, tetapi juga bentuk penghargaan dan motivasi agar semangat berprestasi terus menyala. Semoga ada titik temu yang adil bagi semua pihak, sehingga hak para atlet dapat segera terpenuhi dan mereka bisa kembali fokus mengharumkan nama daerah.