Polemik 139 Pendaftar Jalur Afirmasi SPMB SMA/SMK DIY: Sempat Dicoret, Kini Lolos Lewat Dua Skema

Dipublikasikan 4 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMA dan SMK di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun ini sempat diwarnai drama. Sebanyak 139 pendaftar jalur afirmasi, yang seharusnya diperuntukkan bagi keluarga kurang mampu, tiba-tiba didiskualifikasi. Kabar ini tentu saja bikin geger dan cemas para orang tua serta calon siswa.

Polemik 139 Pendaftar Jalur Afirmasi SPMB SMA/SMK DIY: Sempat Dicoret, Kini Lolos Lewat Dua Skema

Ilustrasi: Kemeriahan selebrasi kelulusan di tengah kelegaan usai polemik pendaftaran SMA/SMK DIY.

Namun, ada kabar baik! Setelah melalui proses panjang dan diskusi, ke-139 calon siswa ini akhirnya bisa bernapas lega. Mereka semua kini dipastikan diterima di sekolah tujuan melalui dua skema berbeda. Artikel ini akan menjelaskan duduk perkaranya, mengapa ini bisa terjadi, dan bagaimana solusinya. Jadi, bagi Anda yang punya anak akan masuk sekolah atau ingin tahu lebih jauh soal sistem SPMB, informasi ini sangat penting.

Kenapa Ratusan Pendaftar Afirmasi Sempat Dicoret?

Pangkal masalah diskualifikasi 139 pendaftar jalur afirmasi ini ternyata ada pada data. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Suhirman, menjelaskan bahwa ada pembaruan data dari Dinas Sosial (Dinsos) di masing-masing kabupaten/kota DIY.

“Pada 27 Maret 2025 data dari Dinas Sosial Kabupaten-Kota memang sudah oke. Kemudian dengan data yang terbaru, 139 itu tidak masuk ke dalam afirmasi. Tapi mereka sudah mendaftar di jalur afirmasi,” jelas Suhirman, Kamis (3/7/2025).

Artinya, saat mereka mendaftar, data awal menunjukkan mereka layak masuk jalur afirmasi. Namun, setelah Dinsos melakukan update data, status kelayakan mereka berubah. Ini membuat Disdikpora DIY harus mendiskualifikasi mereka agar tidak melanggar aturan.

Jalur afirmasi sendiri memiliki syarat ketat sesuai Surat Keputusan Gubernur DIY No. 131/2025. Persyaratan ini mencakup Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), Kartu Indonesia Pintar (KIP), serta dokumen lain yang berbeda di setiap kabupaten/kota. Contohnya:

  • Kota Yogyakarta: Wajib melampirkan print out data DTKS dan bukti KSJPS.
  • Bantul & Gunungkidul: Diwajibkan menunjukkan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
  • Sleman: Syaratnya Kartu Keluarga Miskin (KKM) atau Kartu Keluarga Rentan Miskin (KKRM).
  • Kulon Progo: Wajib melampirkan surat keterangan kolektif dari Dinas Sosial.

Solusi Disdikpora DIY: Diterima Lewat Dua Skema

Melihat polemik dan keresahan yang muncul, Disdikpora DIY tidak tinggal diam. Mereka akhirnya menemukan solusi agar ke-139 calon siswa ini tetap bisa bersekolah di sekolah tujuan mereka. Solusi ini dibagi menjadi dua skema:

  • Skema 1: Melengkapi Dokumen Afirmasi. Dari 139 pendaftar yang sempat didiskualifikasi, sebanyak 88 pendaftar berhasil melengkapi dokumen yang diperlukan untuk memenuhi syarat jalur afirmasi. Mereka ini kemudian dipastikan diterima melalui jalur afirmasi yang sah.
  • Skema 2: Jalur Khusus (Non-Afirmasi). Sisa 51 pendaftar lainnya tidak dapat melengkapi bukti sebagai penerima manfaat afirmasi. Namun, atas kesepakatan bersama dan pertimbangan kondisi, mereka tetap diizinkan mendaftar di sekolah tujuan dengan jalur khusus. Jalur ini tidak mengurangi kuota afirmasi yang sudah ada.

“Dengan demikian 51 calon siswa itu supaya mendaftar di sekolah itu, tapi tidak dengan jalur afirmasi. Karena statusnya bukan afirmasi,” ungkap Suhirman.

Untuk mengisi kuota afirmasi yang kosong karena 51 siswa beralih ke jalur khusus, Disdikpora DIY akan membuka kembali pendaftaran jalur afirmasi. Ini memberikan kesempatan bagi calon siswa lain yang benar-benar memenuhi syarat afirmasi untuk bisa masuk sekolah negeri.

Curhat Orang Tua: Korban Sistem, Bukan Manipulasi Data

Kasus diskualifikasi mendadak ini tentu saja meninggalkan luka bagi para orang tua dan anak-anak. Salah satu orang tua yang enggan disebut namanya merasa menjadi korban sistem yang bermasalah. Ia mengaku anaknya masuk jalur afirmasi secara otomatis saat aktivasi token, padahal keluarganya tidak memenuhi syarat afirmasi.

“Anak saya masuk jalur afirmasi, tapi saya tidak pernah memilih atau mendaftar lewat jalur itu. Status afirmasi muncul otomatis saat kami aktivasi token,” ujarnya.

“Saya datang ke sini (Disdikpora DIY), untuk memastikan kenapa saya masuk afirmasi. Padahal saya tidak punya data apapun (persyaratan afirmasi). Saya menjelaskan kalau saya tidak mempunyai atau memasukkan surat tidak mampu apapun,” tambahnya.

Petugas di Posko SPMB kala itu bahkan sempat memastikan bahwa pendaftaran via jalur afirmasi itu sah dan tidak akan ada masalah. Namun, tiba-tiba pada 1 Juli 2025 malam, ia menerima pemberitahuan bahwa anaknya didiskualifikasi. Ini membuatnya sangat terpukul, apalagi jalur pendaftaran lain sudah ditutup.

“Mental anak saya kena, saya pun kena. Story-story [sosial media] teman-teman saya pada bilang saya curang, memiskinkan diri dan segala macam,” jelasnya, menyangkal tudingan manipulasi data.

Sorotan dari Ombudsman dan DPRD DIY: Perbaikan Sistem ke Depan

Polemik ini juga mendapat perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Komisi D DPRD DIY dan Ombudsman RI Perwakilan DIY. Ketua Komisi D DPRD DIY, RB. Dwi Wahyu, menyoroti bahwa kasus ini adalah “kasuistik” atau kasus khusus.

“Ini kasuistik. Tidak mungkin kita atas nama regulasi terus anak-anak terlantar. Pastinya ada peninjauan kembali atas regulasi itu dan disosialisasikan ke masyarakat. Saya mohon maaf kalau tidak konsisten dengan regulasi, karena ini ada sesuatu yang eror,” paparnya.

Dwi Wahyu berharap koordinasi antara Disdikpora dan Dinsos bisa diperbaiki di masa mendatang. Pembaruan data seharusnya dilakukan jauh sebelum sistem pendaftaran SPMB dibuka, agar kasus serupa tidak terulang dan tidak ada lagi korban sistem.

Ombudsman RI Perwakilan DIY juga sempat menemukan dugaan manipulasi dan data ganda pada jalur afirmasi, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Disdikpora. Meskipun kasus 139 pendaftar ini lebih condong ke masalah update data sistem, temuan ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat dan perbaikan berkelanjutan dalam sistem SPMB untuk menjaga keadilan bagi semua calon siswa.

Kesimpulan

Kasus 139 pendaftar SPMB SMA/SMK DIY jalur afirmasi ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Meskipun sempat menimbulkan kekisruhan dan kecemasan, solusi yang diberikan Disdikpora DIY menunjukkan komitmen untuk tidak menelantarkan calon siswa.

Pentingnya data yang akurat dan sistem yang transparan menjadi sorotan utama agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Semoga dengan adanya perbaikan koordinasi antarlembaga, proses Penerimaan Murid Baru di DIY bisa berjalan lebih lancar, adil, dan tanpa drama di tahun-tahun mendatang.