Yogyakarta, zekriansyah.com – Penyelidikan resmi terkait penanganan pandemi Covid-19 di Inggris kembali membuka babak baru, kali ini dengan fokus pada dampak mengerikan di panti jompo. Sebuah pernyataan mengejutkan dari seorang pejabat sipil yang menyebut ada “pembantaian generasi di panti jompo” pada awal pandemi, kini menggema dan dirasakan ribuan keluarga yang kehilangan orang terkasih.
Ilustrasi: Kesedihan mendalam menyelimuti panti jompo Inggris saat puluhan ribu lansia menjadi korban tragis pandemi Covid-19.
Artikel ini akan mengupas tuntas apa saja yang terungkap dalam penyelidikan tersebut, mengapa ungkapan tersebut begitu relevan, serta kisah-kisah pilu di baliknya. Memahami kejadian ini penting agar kita bisa belajar dari masa lalu dan memastikan tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
‘Pembantaian Generasi’: Ungkapan yang Mengejutkan
Ungkapan “pembantaian generasi di panti jompo” mungkin terdengar sangat berlebihan, namun bagi banyak keluarga, kalimat itu sangat menggambarkan apa yang mereka alami. Pete Weatherby, seorang pengacara dari kelompok kampanye Covid-19 Bereaved Families for Justice UK, menyampaikan bahwa frasa ini menyoroti masalah serius yang harus dijawab oleh penyelidikan.
Pernyataan ini berasal dari Alasdair Donaldson, seorang pejabat senior sipil yang memberikan bukti tertulis kepada penyelidikan. Dalam kesaksiannya, Donaldson juga menggambarkan “kekacauan total” di Departemen Kesehatan dan Perawatan Sosial (DHSC) saat ia mulai bekerja di sana pada April 2020, tak lama setelah pandemi dimulai.
Antara Maret 2020 hingga Januari 2022, hampir 46.000 penghuni panti jompo di Inggris dan Wales meninggal dunia dengan Covid-19. Sebagian besar kematian ini terjadi pada minggu-minggu awal pandemi. Angka ini menjadi bukti betapa parahnya situasi yang terjadi.
Kebijakan yang Dipertanyakan: Pasien Rumah Sakit Dipulangkan ke Panti Jompo
Salah satu pertanyaan kunci yang ingin dijawab oleh keluarga korban adalah mengapa keputusan drastis diambil pada Maret 2020 untuk segera memulangkan pasien rumah sakit ke panti jompo tanpa tes Covid-19 yang memadai. Banyak yang meyakini kebijakan inilah yang menjadi penyebab utama menyebarnya virus seperti “api liar” di panti jompo pada awal pandemi.
Pengadilan Tinggi Inggris pada tahun 2022 bahkan telah memutuskan bahwa kebijakan pemulangan pasien ke panti jompo tersebut tidak sah karena gagal mempertimbangkan risiko penularan asimtomatik (tanpa gejala) virus kepada penghuni panti jompo yang lansia dan rentan.
Selain itu, penyelidikan juga menyoroti:
- Pemberlakuan “Do Not Resuscitate” (DNR) secara massal: Banyak penghuni panti jompo yang tiba-tiba diberi pemberitahuan DNR oleh layanan medis tanpa persetujuan mereka atau keluarga.
- Kebijakan kunjungan yang ketat: Keluarga dilarang mengunjungi orang yang mereka cintai selama berbulan-bulan, menyebabkan isolasi dan penderitaan emosional yang mendalam bagi penghuni dan keluarga. Sebuah studi bahkan menyebut “kesepian akan membunuh” akibat isolasi berkepanjangan.
Seorang pekerja panti jompo di Durham menggambarkan bagaimana virus “menyebar seperti api liar.” Ia mengatakan, “Pada satu titik, 67 dari 87 penghuni positif, begitu juga sebagian besar staf kami. Kami semua takut akan membawa virus itu pulang ke keluarga kami.”
Kekacauan dan Kurangnya Persiapan di Awal Pandemi
Kesaksian Alasdair Donaldson tentang “kekacauan total” di DHSC menegaskan betapa tidak siapnya sistem menghadapi pandemi. Menurut Jacqueline Carey KC, pengacara penyelidikan, sektor perawatan sebelum pandemi pun sudah “rapuh.”
Beberapa masalah utama yang terungkap meliputi:
- Kapasitas tes Covid yang sangat terbatas: Terutama di awal pandemi, tes hanya diberikan kepada orang yang sudah menunjukkan gejala. Ini membuat penularan tanpa gejala sulit dideteksi dan dikendalikan.
- Kekurangan Alat Pelindung Diri (APD): Pasokan APD sangat sulit didapat. Bahkan ketika APD akhirnya tiba, ada masalah pelatihan penggunaan dan kualitas yang buruk, seperti tali masker yang mudah putus.
- Kurangnya staf dan gaji rendah: Panti jompo sudah kekurangan staf, dan banyak pekerja yang hanya digaji sesuai upah minimum nasional, termasuk pekerja migran. Beban kerja mereka menjadi sangat berat saat pandemi.
Kisah Pilu Keluarga dan Tenaga Medis
Bagian paling emosional dari penyelidikan ini adalah kesaksian langsung dari mereka yang kehilangan orang terkasih. Kisah-kisah ini mengungkap penderitaan yang tak terbayangkan:
Ann, dari Wales, menceritakan bagaimana ayahnya yang menderita demensia tinggal di panti jompo saat pandemi melanda. “Dia tidak mengerti mengapa kami hanya berada di luar jendelanya,” kata Ann. Ayahnya menjadi semakin bingung, menangis, dan memohon untuk diizinkan meninggal. Ketika akhirnya meninggal, Ann diberitahu tentang kematiannya melalui telepon di tengah malam.
Julie dari Yorkshire mengatakan dia “tidak akan pernah bisa menerima” cara ibunya meninggal – dalam keadaan dibius dan sendirian. “Begitu banyak dari kami yang tidak akan pernah bisa melanjutkan hidup. Ini akan bersama kami seumur hidup,” katanya. Ia menambahkan, “Hal-hal harus berubah. Ini tidak benar – Anda harus meninggal dengan bermartabat.”
Nicky Hastie, yang hadir langsung di penyelidikan, mengenang ibunya, Margaret. Nicky melihat ibunya sekarat karena Covid melalui panggilan video bahkan sebelum staf panti jompo menyadarinya. “Dia tidak meninggal dengan bermartabat dan tidak ada bantuan untuk rasa sakit dan penderitaannya,” kata Nicky.
Pekerja panti jompo juga mengalami trauma mendalam:
- Mereka harus memfasilitasi panggilan video antara penghuni yang sekarat dan keluarga mereka, seringkali menangis bersama.
- Seorang pekerja menceritakan bagaimana ia harus mengangkat tangan seorang penghuni ke layar iPad agar putrinya bisa “menggenggam” tangan ayahnya untuk terakhir kali. “Itu adalah kenangan yang terus melekat pada saya dan tidak akan pernah saya lupakan,” katanya.
- Banyak yang merasa “seperti domba yang digiring ke tempat jagal” karena kurangnya perlindungan dan persiapan.
Apa yang Diharapkan dari Penyelidikan Ini?
Penyelidikan Covid-19 ini berkomitmen untuk mengambil pelajaran dari pandemi. Bagian keenam ini akan berlangsung selama lima minggu dan akan mendengarkan bukti dari:
- Kerabat yang berduka
- Penyandang disabilitas
- Asosiasi pekerja perawatan
- Organisasi penyedia layanan perawatan
- Serikat pekerja
- Pemerintah daerah
Mantan Menteri Kesehatan Matt Hancock juga dijadwalkan akan memberikan kesaksian. Para keluarga korban berharap ia akan “mengatakan yang sebenarnya” dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil. Penyelidikan ini diharapkan akan memberikan keadilan bagi para korban dan memastikan kebijakan yang lebih baik di masa depan, agar tragedi mengerikan ini tidak terulang kembali.
Tabel Ringkasan Dampak Covid-19 di Panti Jompo (Maret 2020 – Januari 2022)
Indikator | Data | Keterangan |
---|---|---|
Jumlah Kematian | Hampir 46.000 | Penghuni panti jompo di Inggris & Wales meninggal dengan Covid-19. |
Penyebab Utama | Pemulangan pasien RS tanpa tes | Menyebabkan virus menyebar cepat di panti jompo. |
Masalah Kebijakan | DNR massal, pembatasan kunjungan | Memperparah penderitaan dan isolasi penghuni. |
Kondisi Sektor | Rapuh, kurang persiapan | Kurangnya tes, APD, staf, dan gaji rendah. |
Dampak Psikologis | Trauma, kesepian, penderitaan | Dialami keluarga dan pekerja panti jompo. |
Penyelidikan ini diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2027 dengan perkiraan biaya lebih dari 220 juta Poundsterling, menjadikannya penyelidikan termahal dalam sejarah Inggris. Semua pihak berharap, dari penderitaan yang terungkap ini, akan lahir perubahan nyata demi perlindungan kelompok rentan di masa depan.