Kabar gembira datang dari Senayan! Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah mencapai kesepakatan penting yang akan membawa perubahan signifikan bagi dunia hukum dan informasi di Indonesia. Mereka resmi menghapus larangan publikasi siaran langsung persidangan dari draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Ilustrasi untuk artikel tentang Angin Segar Keterbukaan! **Pemerintah dan DPR Sepakat Hapus Larangan Siaran Langsung Persidangan** dari RUU KUHAP
Keputusan ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah maju yang dinilai akan memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan kita. Bagi Anda yang selalu penasaran dengan jalannya proses hukum, atau bagi para jurnalis yang ingin memberikan informasi seutuhnya kepada publik, ini adalah sebuah angin segar yang patut disyukuri.
Mengapa Larangan Ini Dihapus? Lebih dari Sekadar Aturan Baru
Penghapusan ketentuan larangan siaran langsung persidangan ini bukanlah tanpa alasan. Ada beberapa pertimbangan kuat yang mendasarinya, yang menunjukkan respons pemerintah dan DPR terhadap kebutuhan publik akan informasi yang lebih terbuka.
Bukan Urusan KUHAP, Sudah Ada di KUHP Baru
Salah satu alasan utama di balik penghapusan ini adalah sifat hukumnya. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menjelaskan bahwa ketentuan mengenai siaran langsung persidangan ini sebenarnya termasuk dalam kategori “norma hukum materiil”. Artinya, aturan ini lebih tepat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, bukan lagi di dalam KUHAP.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, juga menyetujui pandangan ini. “Sudah diatur dalam KUHP, jadi tidak perlu lagi diatur di KUHAP,” tegas Edward, menegaskan bahwa tidak perlu ada pengaturan ganda yang bisa menimbulkan kebingungan. Pasal yang dihapus ini sebelumnya adalah Pasal 253 Ayat (3) dan (4) dalam draf RUU KUHAP, yang berbunyi:
(3) Setiap orang yang berada di sidang pengadilan dilarang mempublikasikan proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan.
(4) Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) merupakan tindak pidana yang ditentukan dalam suatu undang-undang, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang tersebut.
Suara Masyarakat Sipil dan Jurnalis Didengar
Pemerintah dan DPR tidak sendirian dalam mengambil keputusan ini. Penghapusan larangan siaran langsung persidangan ini juga merupakan hasil dari masukan berharga dari berbagai pihak, terutama koalisi masyarakat sipil dan organisasi pers, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
“Kami juga menerima kunjungan dari teman-teman pers, waktu itu Aliansi Jurnalis Independen dalam koalisi masyarakat sipil. Ini terkait peliputan,” ujar Habiburokhman. Ini menunjukkan bahwa aspirasi publik, khususnya dari kalangan jurnalis yang selama ini berjuang untuk keterbukaan informasi, telah didengar dan diakomodasi.
Apa Dampaknya bagi Publik dan Keterbukaan Informasi?
Keputusan untuk menghapus larangan siaran langsung persidangan ini membawa dampak positif yang besar, terutama dalam konteks keterbukaan informasi dan pengawasan publik terhadap proses hukum.
Mendorong Transparansi Peradilan
Bayangkan sebuah persidangan sebagai sebuah “jendela” yang seharusnya terbuka lebar bagi masyarakat. Dengan adanya siaran langsung, masyarakat bisa menyaksikan sendiri bagaimana proses peradilan berjalan, mulai dari pemeriksaan saksi, argumen jaksa dan pengacara, hingga putusan hakim. Ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan, karena semuanya berlangsung secara transparan dan dapat diawasi bersama.
Tidak ada lagi asumsi atau spekulasi yang berlebihan, karena fakta-fakta persidangan dapat diakses langsung oleh siapa saja. Ini adalah fondasi penting untuk peradilan yang adil dan akuntabel.
Peran Media dan Kontrol Publik Semakin Kuat
Media massa, dengan kemampuannya melakukan siaran langsung, akan menjadi mata dan telinga publik. Mereka dapat menyajikan informasi secara real-time dan utuh, tanpa filter atau interpretasi yang berlebihan. Ini memperkuat peran media sebagai pilar keempat demokrasi, yang bertugas mengawasi jalannya pemerintahan dan lembaga negara, termasuk pengadilan.
Meskipun larangan dihapus, tetap ada mekanisme pengaturan teknis antara rekan-rekan pers dan Mahkamah Agung (MA) terkait peliputan di pengadilan. Ini penting untuk menjaga ketertiban dan memastikan bahwa siaran langsung tidak mengganggu jalannya persidangan, sambil tetap menjamin hak publik untuk mendapatkan informasi.
Sekilas tentang RUU KUHAP: Aturan Hukum Acara Pidana yang Baru
Keputusan penghapusan larangan siaran langsung persidangan ini adalah bagian dari pembahasan lebih luas terhadap RUU KUHAP. RUU ini sendiri merupakan inisiatif DPR dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025.
RUU KUHAP: Pengganti Aturan Lama
RUU KUHAP ini dirancang untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sudah berlaku puluhan tahun. Tujuannya adalah menyesuaikan aturan hukum acara pidana dengan perkembangan zaman, nilai-nilai keadilan yang baru, serta berbagai konvensi internasional terkait hak asasi manusia.
Substansi Penting RUU KUHAP
Selain isu siaran langsung persidangan, RUU KUHAP juga memuat lebih dari 334 pasal dengan setidaknya 10 substansi pokok baru yang sangat penting, di antaranya:
- Penyesuaian dengan nilai-nilai KUHP baru: Mengedepankan prinsip restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
- Penguatan hak warga negara: Melindungi hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi.
- Penguatan peran advokat: Menjamin keseimbangan dalam sistem peradilan pidana.
- Pengaturan perlindungan khusus: Untuk perempuan, disabilitas, dan lansia.
- Perbaikan mekanisme upaya paksa: Menjamin pelaksanaan kewenangan yang efektif, efisien, akuntabel, dan berbasis HAM.
- Upaya hukum yang lebih komprehensif.
- Penguatan asas penghormatan HAM dan prinsip check and balances.
- Modernisasi hukum acara: Mengedepankan prinsip cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel, termasuk pemanfaatan teknologi informasi.
- Revitalisasi hubungan penyidik dan penuntut umum: Melalui koordinasi yang lebih baik dan setara.
Kesimpulan
Kesepakatan antara pemerintah dan DPR untuk hapus larangan siaran langsung persidangan dari RUU KUHAP adalah berita baik yang menandai era baru keterbukaan dalam sistem peradilan Indonesia. Langkah ini tidak hanya memenuhi aspirasi masyarakat sipil dan jurnalis, tetapi juga memperkuat prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Dengan tidak adanya lagi batasan dalam publikasi siaran langsung persidangan, masyarakat kini memiliki akses lebih luas untuk memahami dan mengawasi jalannya proses hukum. Ini adalah fondasi penting untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan secara terbuka. Kita patut menantikan implementasi RUU KUHAP ini yang diharapkan membawa sistem peradilan kita semakin modern dan berpihak pada hak asasi manusia.