Yogyakarta, zekriansyah.com – Kabar mengejutkan datang dari Gaza. Dua pekerja bantuan asal Amerika Serikat dilaporkan terluka dalam sebuah serangan granat saat sedang menyalurkan makanan di Khan Younis. Insiden ini diumumkan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), sebuah organisasi bantuan yang didukung oleh AS dan Israel.
Ilustrasi: Evakuasi pekerja kemanusiaan AS yang terluka akibat serangan granat di Gaza.
Artikel ini akan mengupas tuntas insiden tersebut, termasuk siapa di balik serangan, kondisi para korban, serta bagaimana peristiwa ini menambah rumitnya penyaluran bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza yang sudah sangat genting. Dengan membaca artikel ini, Anda akan memahami lebih dalam tantangan yang dihadapi para pekerja kemanusiaan dan situasi terkini di Gaza.
Detik-detik Serangan Granat Terhadap Pekerja Bantuan AS di Gaza
Pada hari Sabtu, Gaza Humanitarian Foundation (GHF) mengumumkan bahwa dua pekerja bantuan mereka yang berkewarganegaraan Amerika Serikat mengalami luka-luka akibat serangan granat. Peristiwa tragis ini terjadi di sebuah pusat distribusi makanan di Khan Younis, bagian selatan Jalur Gaza.
Menurut GHF, dua penyerang melemparkan granat ke arah pekerja bantuan tersebut. Insiden ini terjadi setelah kegiatan distribusi makanan yang “berhasil” di mana ribuan warga Gaza telah menerima bantuan dengan aman. Para pekerja AS yang terluka kini dalam kondisi stabil dan sedang menerima perawatan medis. GHF menegaskan bahwa tidak ada pekerja bantuan lokal atau warga sipil lain yang terluka dalam insiden ini.
“Pagi ini, dua pekerja bantuan Amerika terluka dalam serangan teroris yang ditargetkan selama kegiatan distribusi makanan di SDS-3 di Khan Younis,” demikian pernyataan GHF. Mereka menambahkan bahwa informasi awal menunjukkan serangan itu dilakukan oleh dua penyerang yang melemparkan dua granat ke arah warga Amerika tersebut.
Siapa GHF? Kontroversi Penyaluran Bantuan di Tengah Konflik Gaza
Gaza Humanitarian Foundation (GHF) adalah operasi bantuan kontroversial yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel. Organisasi ini memulai kegiatannya pada bulan Mei, menyalurkan bantuan dari beberapa lokasi di Gaza selatan dan tengah. GHF beroperasi dengan melewati jalur bantuan tradisional yang biasanya dikelola PBB dan mitranya.
Pendekatan GHF ini menuai banyak kritik. PBB, misalnya, menyatakan bahwa GHF tidak imparsial dan tidak netral. Selain itu, sistem distribusi GHF disebut-sebut memaksa banyak orang untuk berjalan melalui zona tempur yang berbahaya. Sejak GHF beroperasi, lebih dari 400 warga Palestina dilaporkan tewas saat mencoba mengumpulkan bantuan makanan, menurut PBB dan dokter setempat. Bahkan, beberapa laporan menyebut angka ini mencapai lebih dari 600 korban tewas di sekitar lokasi distribusi GHF. GHF sendiri membantah klaim bahwa warga Palestina tewas di atau dekat situs distribusi mereka.
GHF juga dikenal menggunakan kontraktor militer swasta dari AS untuk menyediakan keamanan di lokasi distribusi mereka. Kementerian Dalam Negeri Gaza yang dikelola Hamas bahkan telah memperingatkan warga untuk tidak membantu GHF, dengan alasan insiden mematikan di dekat lokasi distribusinya membahayakan warga Gaza yang kelaparan. GHF mengklaim telah menyalurkan lebih dari 52 juta makanan kepada warga Palestina dalam lima minggu, sementara kelompok kemanusiaan lain “hampir seluruh bantuannya dijarah.”
Dampak Serangan dan Kondisi Terkini di Jalur Gaza
Serangan terhadap pekerja GHF ini menambah daftar panjang kekerasan yang terus meningkat di Gaza. Otoritas Gaza melaporkan bahwa setidaknya 70 orang tewas di wilayah tersebut oleh operasi militer Israel dalam 24 jam terakhir, termasuk 23 orang di dekat lokasi distribusi bantuan.
Sejak perang Israel melawan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023, jumlah korban tewas di Gaza telah melonjak menjadi lebih dari 57.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza. Konflik ini juga menyebabkan krisis kelaparan parah dan memaksa seluruh penduduk Gaza mengungsi.
Di tengah situasi yang memburuk ini, upaya untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata terus dilakukan. Hamas pada Jumat lalu menyatakan kesiapannya untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut mengenai proposal gencatan senjata yang diajukan AS.
Upaya Gencatan Senjata dan Tantangan Bantuan Kemanusiaan
Insiden penyerangan terhadap pekerja GHF ini terjadi di tengah indikasi Hamas yang siap untuk pembicaraan gencatan senjata dengan Israel. Rencana gencatan senjata yang diusulkan AS diyakini mencakup pembebasan sandera Israel secara bertahap dengan imbalan tahanan Palestina.
Namun, Hamas dilaporkan menginginkan beberapa amendemen pada draf tersebut, termasuk jaminan AS bahwa permusuhan tidak akan dilanjutkan setelah gencatan senjata berakhir. Hamas juga menuntut agar GHF dihapuskan dan bantuan disalurkan hanya melalui PBB dan mitranya. Israel sebelumnya telah menolak tuntutan semacam itu.
GHF sendiri, dalam pernyataannya, menyalahkan Hamas atas insiden penyerangan granat tersebut. Organisasi itu menyebut telah “berulang kali memperingatkan tentang ancaman kredibel dari Hamas,” termasuk rencana untuk menargetkan personel Amerika, pekerja bantuan Palestina, dan warga sipil.
“Dengan Hamas, tidak ada perbuatan baik yang tidak dihukum,” ujar Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, menanggapi insiden tersebut.
Meski demikian, GHF menyatakan akan terus melanjutkan misinya.
“Terlepas dari kekerasan ini, GHF tetap berkomitmen penuh pada misinya: memberi makan rakyat Gaza dengan aman, langsung, dan dalam skala besar. Upaya untuk mengganggu pekerjaan penyelamat nyawa ini hanya akan memperdalam krisis,” tegas GHF.
Situasi di Gaza tetap sangat tidak stabil. Keamanan para pekerja kemanusiaan menjadi prioritas utama di tengah konflik yang berkepanjangan dan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk.
Kesimpulan
Insiden penyerangan terhadap dua pekerja bantuan GHF asal AS di Gaza menyoroti betapa berbahayanya pekerjaan kemanusiaan di zona konflik. GHF menuding Hamas sebagai dalang di balik serangan granat ini, meskipun Hamas belum memberikan komentar resmi. Peristiwa ini juga memperjelas kompleksitas dan tantangan dalam menyalurkan bantuan di Jalur Gaza, di mana organisasi seperti GHF beroperasi di luar jalur tradisional PBB dan menghadapi berbagai kontroversi.
Di tengah upaya gencatan senjata yang masih alot dan kondisi kemanusiaan yang memburuk, keselamatan para pekerja bantuan adalah hal yang krusial. Semoga ada solusi damai yang segera tercapai agar bantuan bisa disalurkan dengan aman dan efektif kepada mereka yang sangat membutuhkan.