Gejolak di Bumi Cenderawasih: **Komite Nasional Papua Barat Tolak Penugasan Gibran Rakabuming Raka ke Papua**

Dipublikasikan 12 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Kabar terbaru dari Bumi Cenderawasih kembali menyita perhatian publik. Komite Nasional Papua Barat (KNPB) secara tegas menyatakan penolakannya terhadap penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk mengurus masalah pembangunan dan hak asasi manusia (HAM) di Papua. Penolakan ini bukan tanpa alasan, melainkan sebuah respons terhadap apa yang mereka anggap sebagai ‘lagu lama’ yang terus diputar pemerintah. Mari kita selami lebih dalam mengapa penugasan Gibran di Papua ini menuai polemik dan apa harapan dari berbagai pihak di sana.

Gejolak di Bumi Cenderawasih: **Komite Nasional Papua Barat Tolak Penugasan Gibran Rakabuming Raka ke Papua**

**Komite Nasional Papua Barat (KNPB) menolak penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ke Bumi Cenderawasih, menyoroti kekhawatiran atas penanganan pembangunan dan hak asasi manusia di wilayah tersebut.**

Mengapa Komite Nasional Papua Barat Menolak Gibran?

Bagi KNPB, mandat yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada Gibran ini terasa seperti déjà vu. Ketua I KNPB Pusat, Warpo Sampari Wetipo, menyebut penugasan ini tak lebih dari sekadar pencitraan belaka. Ia bahkan merasa rakyat Papua sudah muak dengan janji-janji yang tak kunjung terealisasi.

“Mandat semacam ini membuat rakyat dan pejuang Papua sangat muak dan dianggap sebagai lagu lama yang terus menerus diputar ulang, seakan-akan pemerintah sedang serius, padahal omong-kosong belaka,” ungkap Warpo Sampari Wetipo kepada Tempo pada 11 Juli 2025.

Kritik keras juga dilayangkan KNPB terhadap program-program menteri kabinet Prabowo yang dinilai tidak berpihak langsung pada masyarakat Papua. Mereka melihat pembangunan proyek, program kesehatan dan pendidikan, hingga perekrutan pejabat di enam provinsi Papua sebagai rekayasa belaka.

“Ini sengaja pemerintah rekrut untuk dijadikan boneka supaya orang Papua hidup dan mati dalam permainan orang Jakarta,” tambah Warpo. Daripada mengutus Gibran untuk mengurus Papua, KNPB mendesak agar pemerintah Indonesia membuka dialog yang melibatkan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau pihak internasional yang netral.

TPNPB-OPM Ikut Bersuara: Pertanyakan Kapasitas Gibran

Senada dengan KNPB, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) juga menyuarakan penolakannya. Juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, secara terang-terangan mempertanyakan kualifikasi Gibran Rakabuming Raka dalam menangani masalah Papua yang begitu kompleks.

Menurut Sebby, penunjukan Gibran ini hanyalah upaya pencitraan Indonesia di mata dunia internasional. Ia bahkan menilai penunjukan ini sebagai kekeliruan besar. “Apa kualifikasinya Gibran untuk selesaikan masalah Papua? Tidak mungkin bisa,” tegas Sebby.

Sebagai alternatif, TPNPB-OPM meminta Presiden Prabowo membentuk tim khusus di bawah kabinetnya untuk berunding langsung dengan kelompok-kelompok di Papua. Pendekatan dialog dianggap jauh lebih efektif dibanding penugasan personal yang dianggap tidak menyentuh akar permasalahan.

Respons Gibran Rakabuming Raka: Siap Bertugas di Mana Saja

Di tengah gelombang penolakan, Gibran Rakabuming Raka justru menyatakan kesiapannya untuk menjalankan penugasan khusus dari Presiden Prabowo. Ia menegaskan, sebagai pembantu presiden, dirinya siap ditugaskan kapan pun dan di mana pun.

Bahkan, putra sulung Presiden Jokowi ini tidak menampik kemungkinan akan berkantor langsung di Papua. “Sebagai pembantu presiden siap ditugaskan di mana pun, kapan pun, dan saat ini kami nunggu perintah berikutnya,” ujar Gibran saat kunjungan kerja di Klaten, Jawa Tengah, pada 9 Juli 2025. Ia juga menambahkan bahwa penugasan Wakil Presiden untuk mengurus Papua sebenarnya sudah ada sejak era Wakil Presiden sebelumnya, Ma’ruf Amin.

Kompleksitas Persoalan Papua: Bukan Sekadar Pembangunan Fisik

Persoalan di Papua memang bukan hal baru dan selalu menjadi ujian berat bagi setiap pemerintahan. Masalahnya berlapis, mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga isu hak asasi manusia dan konflik bersenjata yang berkepanjangan.

Pendekatan pembangunan fisik, seperti yang gencar dilakukan di masa lalu, seringkali dianggap belum cukup. Banyak pihak, termasuk akademisi dan tokoh masyarakat, menekankan pentingnya dialog yang inklusif untuk mencari solusi akar permasalahan. Mantan Wapres Ma’ruf Amin sendiri, saat menjabat Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP), juga fokus pada dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat.

Frits Ramandey, Kepala Sekretariat Komnas HAM Papua, pernah menegaskan bahwa tanpa penyelesaian konflik bersenjata, percepatan pembangunan akan terus terhambat. Ini menunjukkan bahwa tugas Gibran di Papua, jika tetap dijalankan, akan membutuhkan pendekatan yang lebih holistik dan mendalam, jauh melampaui sekadar proyek-proyek fisik.

Kesimpulan

Penolakan dari Komite Nasional Papua Barat dan TPNPB-OPM terhadap penugasan Gibran Rakabuming Raka ke Papua menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi pemerintah. Mereka menuntut dialog yang lebih bermakna dan solusi yang benar-benar menyentuh akar persoalan, bukan hanya pencitraan. Di sisi lain, Wakil Presiden Gibran telah menyatakan kesiapannya, menunjukkan bahwa bola kini ada di tangannya untuk membuktikan komitmen dan kapasitasnya dalam merangkul aspirasi masyarakat Papua. Masa depan pembangunan dan penyelesaian masalah di Bumi Cenderawasih akan sangat bergantung pada pendekatan yang diambil oleh pemerintah, apakah akan terus memutar ‘lagu lama’ atau berani memainkan melodi baru yang lebih harmonis.