Pakar Hukum Bersuara: Dakwaan Tom Lembong dalam Kasus Impor Gula Dinilai Berpotensi Gugur!

Dipublikasikan 12 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong, terus bergulir di meja hijau. Setelah dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, kini muncul berbagai pandangan dari para pakar hukum yang menyebut dakwaan Tom Lembong berpotensi gugur. Mengapa demikian? Mari kita bedah lebih dalam argumen-argumen hukum yang mengemuka, yang mungkin akan mengubah arah kasus ini. Artikel ini akan membantu Anda memahami inti permasalahan dan beragam perspektif dari para profesional hukum.

Pakar Hukum Bersuara: Dakwaan Tom Lembong dalam Kasus Impor Gula Dinilai Berpotensi Gugur!

**Pakar hukum menilai dakwaan terhadap Tom Lembong dalam kasus impor gula berpotensi gugur, membuka babak baru dalam persidangan yang terus bergulir.**

Mengapa Dakwaan Tom Lembong Dinilai Bisa Gugur? Berbagai Sorotan dari Pakar Hukum

Beberapa pakar hukum menyoroti sejumlah poin krusial yang dinilai dapat melemahkan atau bahkan menggugurkan dakwaan yang ditujukan kepada Tom Lembong.

Bukti Baru Hotman Paris: Kebijakan Impor Gula Disebut Sah Secara Hukum

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea telah menghadirkan dua dokumen penting yang disebutnya bisa menggugurkan dakwaan Tom Lembong. Bukti pertama adalah pendapat hukum dari Kejaksaan Agung tahun 2017 yang menyatakan impor gula oleh Kementerian Perdagangan melalui kerja sama dengan pihak swasta adalah sah dan tidak melanggar hukum.

Pelajari lebih lanjut tentang terkuak! kebijakan impor di sini: terkuak! kebijakan impor.

Dokumen kedua adalah risalah rapat koordinasi lintas kementerian pada 28 Desember 2015 dan 5 Maret 2016. Risalah ini menjelaskan bahwa kebijakan impor gula saat itu telah dibahas dan disepakati bersama sejumlah kementerian, termasuk Kementerian Perdagangan dan BUMN. Pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, bahkan menyebut kasus ini sepatutnya tidak layak disidangkan jika dua bukti kebijakan impor gula itu sah.

Tak Ada Kerugian Negara Pribadi: Mengapa Dakwaan Dinilai Dipaksakan?

Pakar keuangan negara, Dr. Hamdani, menyoroti bahwa jaksa penuntut umum (JPU) sendiri mengakui Tom Lembong tidak terbukti menerima aliran dana, baik berupa suap maupun gratifikasi. Menurut Hamdani, jika tidak ada penerimaan dana atau keuntungan pribadi, maka unsur korupsi tidak terpenuhi. Ia merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa tindak pidana korupsi adalah “delik material”, artinya harus ada kerugian negara yang konkret dan dinikmati pihak tertentu.

Senada, meskipun Kejaksaan Agung menyatakan penetapan tersangka tidak harus karena menerima duit, pakar menilai bahwa Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tetap mensyaratkan adanya unsur ‘memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi’ serta ‘merugikan keuangan negara’ akibat perbuatan melawan hukum.

Kejanggalan Audit BPKP dan Proses Penahanan yang Dinilai Prematur

Salah satu sorotan utama adalah soal audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menjadi dasar tuntutan jaksa. Menurut Dr. Hamdani dan kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, audit BPKP ini baru keluar setelah Tom Lembong ditahan selama 84 hari. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang legalitas penahanan yang dinilai prematur dan tidak sah secara hukum.

Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, juga mengkritik penggunaan hasil audit sebagai dasar pembuktian kerugian negara. Menurutnya, audit hanyalah alat bantu administratif yang harus diuji secara material di pengadilan, bukan bukti hukum yang berdiri sendiri. Ari Yusuf Amir juga menyebut adanya kejanggalan dalam audit BPKP, mempertanyakan mengapa kerugian negara baru muncul setelah penahanan mantan Mendag Tom Lembong, padahal proses impor gula adalah hal yang lumrah dan normal.

Lingkup Dakwaan yang Dinilai Terlalu Sempit dan Potensi Politisasi Hukum

Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting, menilai kasus ini menuai tanda tanya karena surat dakwaan jaksa hanya membatasi periode perkara pada 2015-2016, sesuai masa jabatan Tom Lembong. Padahal, penyidikan awal mencakup rentang 2015-2023. Jamin berpendapat, inkonsistensi ini justru melemahkan tuduhan kerugian negara sebesar Rp578 miliar yang dialamatkan kepada Tom Lembong, dan berpotensi meloloskan pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab.

Banyak pihak, termasuk Hudi Yusuf dan Dr. Chairul Huda, melihat adanya kesan politis yang sangat jelas dalam kasus ini. Posisi Tom Lembong sebagai salah satu tim sukses pasangan capres-cawapres oposisi di Pemilu 2024 semakin menguatkan dugaan ‘panggung politik’ atau ‘proses like or dislike’ dengan menggunakan panggung pengadilan. Peneliti PSHK, Miko Susanto, juga menyoroti bahwa tidak sedikit kasus korupsi yang sebenarnya bukan tindakan korupsi karena tidak ada niat jahat, melainkan karena prosedur administratif yang terabaikan. Hal ini menguatkan argumen bahwa dakwaan Tom Lembong bisa gugur jika unsur niat jahat tidak terbukti.

Selain itu, perdebatan juga muncul terkait dasar hukum kebijakan impor gula mentah. Beberapa pakar berpendapat bahwa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527/MPP/KEP/9/2004 Tahun 2004, yang dijadikan dasar dakwaan, sebenarnya hanya berlaku untuk Gula Kristal Putih, bukan Gula Kristal Mentah yang menjadi objek kasus Tom Lembong. Jika ini terbukti, unsur perbuatan melawan hukum bisa gugur.

Tanggapan Jaksa Penuntut Umum dan Sikap Pengadilan

Meski banyak pandangan yang mempertanyakan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tetap meyakini Tom Lembong terbukti bersalah sesuai dakwaan Primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. JPU berargumen bahwa kerugian negara timbul akibat perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang menguntungkan orang lain atau korporasi, meskipun terdakwa tidak menerima aliran dana pribadi.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat juga telah menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan pihak Tom Lembong. Hakim menilai keberatan tersebut sudah masuk pokok perkara dan harus dibuktikan dalam persidangan selanjutnya, bukan pada tahap eksepsi. Namun, majelis hakim memerintahkan JPU untuk segera menghadirkan hasil audit BPKP yang dipersoalkan pihak Tom Lembong agar dapat dipelajari dan diuji.

Kesimpulan

Kasus yang menjerat Tom Lembong memang menjadi sorotan publik dan para ahli hukum. Berbagai argumen dari pakar hukum yang menilai dakwaan Tom Lembong berpotensi gugur, mulai dari bukti kebijakan yang sah, ketiadaan unsur kerugian negara pribadi, kejanggalan audit BPKP, hingga dugaan politisasi, menghadirkan kompleksitas tersendiri dalam proses hukum ini.

Kita semua tentu berharap persidangan ini berjalan transparan dan adil, sehingga kebenaran material bisa terungkap. Bagaimana akhir dari kasus mantan Mendag Tom Lembong ini? Mari kita ikuti perkembangannya dengan seksama.