Terkuak! Bukan Agam Rinjani, Inilah Sosok Pahlawan Pertama yang Temukan Jenazah Pendaki Brasil di Gunung Rinjani

Dipublikasikan 5 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Kisah tragis meninggalnya pendaki asal Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani beberapa waktu lalu menyedot perhatian banyak pihak. Nama Agam Rinjani langsung melejit dan menuai pujian sebagai pahlawan, terutama setelah aksinya mengevakuasi jenazah Juliana yang viral. Namun, tahukah Anda bahwa sebelum Agam Rinjani tiba, ada pahlawan lain yang sudah lebih dulu berjuang mati-matian di tebing curam Rinjani?

Terkuak! Bukan Agam Rinjani, Inilah Sosok Pahlawan Pertama yang Temukan Jenazah Pendaki Brasil di Gunung Rinjani

Ilustrasi: Pencarian dramatis di lereng Rinjani mengungkap pahlawan tak terduga di balik penemuan jenazah pendaki Brasil.

Artikel ini akan mengungkap siapa saja sosok di balik upaya penyelamatan Juliana Marins, mulai dari detik-detik pertama insiden hingga proses evakuasi yang penuh tantangan. Anda akan mengetahui fakta menarik tentang heroiknya upaya penyelamatan yang mungkin belum banyak terungkap. Mari kita selami kisah inspiratif ini lebih dalam!

Insiden Tragis di Rinjani: Jatuhnya Juliana Marins

Peristiwa nahas itu terjadi pada Sabtu, 21 Juni 2025 dini hari, ketika Juliana Marins bersama rombongan dan pemandunya, Ali Musthofa, sedang mendaki menuju puncak Rinjani. Di titik Cemara Nunggal, Juliana merasa kelelahan dan diminta beristirahat. Sayangnya, saat pemandu melanjutkan perjalanan bersama pendaki lain, Juliana tak kunjung menyusul.

Ketika Ali Musthofa kembali mencarinya, Juliana sudah tidak ada di tempat. Ia kemudian melihat cahaya senter di bawah jurang yang mengarah ke Danau Segara Anak, dan menduga Juliana terjatuh. Video yang beredar menunjukkan Ali Musthofa, sang pemandu, ternyata sempat berupaya menyelamatkan Juliana sesaat setelah insiden. Ia mencoba turun dengan tali, namun upaya evakuasi mandiri tersebut terhambat karena tali yang digunakan hanya sepanjang 100 meter, tidak cukup untuk menjangkau Juliana yang jatuh ke kedalaman lebih dari itu.

Sosok Samsul Padli: Pahlawan Tak Terekspos yang Pertama Menjangkau Korban

Setelah laporan diterima otoritas berwenang pada pukul 06.30 WITA, tim gabungan SAR segera bergerak. Di tengah upaya pencarian yang intensif, muncul nama Samsul Padli, anggota Tim SAR Lombok Timur. Dialah sosok yang pertama kali berhasil turun ke jurang sedalam 400 meter.

Agam Rinjani sendiri mengakui, Samsul Padli adalah orang pertama yang berhasil turun.

“Satu orang Tim Sar Lombok Timur, Mas Padli adalah orang pertama yang berhasil turun ke jurang dengan kedalaman 400 meter, tapi tidak menemukan Juliana dititik pertama dia terlihat melalui drone, mungkin Juliana bergeser sehingga lebih jatuh merosot lagi,” cerita Agam.

Karena hari sudah malam dan berkabut tebal, jarak pandang Samsul Padli sangat terbatas. Ia bahkan memutuskan untuk menginap sendirian di tebing curam itu hingga matahari terbit. Bayangkan, dinginnya malam di ketinggian Rinjani, sendirian di tebing terjal!

Pada pagi harinya, Samsul Padli melanjutkan pencarian dan akhirnya menemukan Juliana Marins, namun dalam keadaan meninggal dunia. Lebih heroiknya lagi, Samsul seorang diri sempat tidur dengan jasad Juliana karena tim penyelamat lain tidak bisa turun khawatir terjadi longsor.

“Jadi yang menemukan pertama kali Juliana ya Mas Samsul, dia bilang sudah MD Bang, maksudnya Meninggal Dunia,” cerita Agam.

Tim SAR Lombok Timur ini berjuang selama dua hari tanpa tidur, mempertaruhkan nyawa tanpa memperhatikan keselamatan diri mereka sendiri. Namun, mereka tak terekspos karena fokus utama mereka adalah penyelamatan, bukan mendokumentasikan dengan kamera.

Peran Agam Rinjani dan Tim dalam Evakuasi Jenazah

Agam Rinjani dan timnya baru tiba di lokasi dan bergabung untuk mengevakuasi jasad Juliana pada hari ketiga setelah insiden. Agam, yang memang seorang pemandu Gunung Rinjani berpengalaman dan ahli vertical rescue, langsung bergabung dengan tim Samsul Padli.

Proses evakuasi jenazah Juliana Marins sangatlah menantang. Juliana ditemukan di kedalaman sekitar 590-600 meter dari titik jatuhnya. Medan yang sangat terjal, berbatu, dan curam membuat evakuasi manual menjadi satu-satunya pilihan. Agam bersama tiga rescuer lainnya turun langsung ke dasar jurang. Mereka harus bermalam di tepi tebing yang curam bersama jenazah Juliana.

“Kami menginap di pinggir tebing curam 590 meter bersama Juliana satu malam dengan memasang anchor supaya tidak ikut meluncur lagi 300 meter,” tulis Agam di Instagram pribadinya.

Aksi heroik Agam yang terekam dalam video saat ia bergelantungan di tebing sambil membawa jenazah Juliana menggunakan tali, menjadi viral. Kegigihan Agam dan tim dalam mengevakuasi jenazah Juliana membuat mereka banjir apresiasi dari berbagai pihak, termasuk masyarakat Brasil. Saking terharunya, warga Brasil bahkan menggalang donasi hingga terkumpul sekitar Rp 1,3 hingga 1,5 miliar untuk Agam.

Agam Rinjani sendiri lahir di Makassar pada 22 Desember 1988, dan telah mendaki Rinjani sekitar 574 kali hingga tahun 2024. Ia dikenal sebagai pemandu dan relawan SAR yang berdedikasi. Agam berjanji, dana donasi yang diterimanya tidak akan digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk mendukung sistem keselamatan pendakian di Gunung Rinjani, termasuk pembelian peralatan evakuasi dan perlengkapan keselamatan yang lebih modern, serta untuk pelestarian lingkungan gunung.

Mengapa Evakuasi Sulit dan Tanpa Helikopter?

Banyak pertanyaan muncul mengapa evakuasi Juliana Marins tidak menggunakan helikopter, yang seolah-olah bisa mempercepat proses. Namun, ada beberapa alasan kuat mengapa helikopter tidak bisa digunakan dalam kondisi tersebut:

  • Medan Vertikal: Lokasi korban berada di jurang curam tanpa ruang yang cukup untuk manuver helikopter, baik untuk hovering (menggantung di udara) maupun landing.
  • Turbulensi dan Angin Lereng: Di gunung tinggi, terutama jurang dan lembah, sering terjadi angin vertikal dan turbulensi yang sangat berbahaya bagi helikopter.
  • Visibilitas dan Cuaca Buruk: Kabut tebal, awan rendah, hujan, dan angin kencang memengaruhi jarak pandang pilot dan kestabilan helikopter. Agam Rinjani bahkan bersaksi bahwa ada beberapa helikopter yang mencoba mendekat, namun tidak bisa karena kabut.
  • Debu Vulkanik dan Batuan Longgar: Hembusan baling-baling helikopter (downwash) dapat mengaduk pasir vulkanik dan batuan longgar, membahayakan mesin, rotor, dan personel di bawah.

Semua faktor ini membuat evakuasi harus dilakukan secara manual, mengandalkan keberanian dan keahlian tim SAR.

Apresiasi dan Dedikasi untuk Para Penyelamat Rinjani

Kisah Juliana Marins di Gunung Rinjani adalah pengingat betapa berisikonya pendakian gunung, terutama di medan ekstrem. Namun, di balik tragedi itu, muncul kisah-kisah heroik dari para pahlawan sejati. Dari Ali Musthofa yang pertama kali mencoba menyelamatkan dengan segala keterbatasan, Samsul Padli yang berani turun dan bermalam sendirian di tebing untuk menemukan korban, hingga Agam Rinjani dan tim yang tak kenal lelah mengevakuasi jenazah.

Mereka adalah contoh nyata dedikasi dan kemanusiaan. Pengakuan dan apresiasi, seperti donasi yang diterima Agam, adalah bentuk terima kasih atas pengorbanan mereka. Dengan komitmen Agam untuk menggunakan donasi tersebut demi meningkatkan keselamatan dan kelestarian Rinjani, diharapkan kejadian serupa bisa diminimalisir di masa depan. Mari kita hargai para pahlawan gunung yang tak gentar menghadapi bahaya demi menolong sesama.