Yogyakarta, zekriansyah.com – Hai, pembaca setia! Pernahkah Anda mendengar tentang visi ambisius “Three Zero HIV Stop”? Ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah komitmen global untuk mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030. Dan tahukah Anda, Kota Surakarta kini menjadi salah satu garda terdepan dalam upaya mewujudkan mimpi besar ini di Indonesia.
Kota Surakarta optimalkan upaya pencegahan dan penanganan HIV/AIDS demi mewujudkan target “Three Zero HIV Stop” pada tahun 2030.
Pemerintah Kota Surakarta, melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Surakarta, bersama berbagai elemen masyarakat, sedang gencar melakukan berbagai langkah strategis. Mengapa ini penting? Karena data terbaru menunjukkan adanya peningkatan kasus HIV/AIDS di Solo, bahkan di kalangan remaja. Artikel ini akan mengajak Anda memahami lebih dalam apa itu “Three Zero”, tantangan yang dihadapi Solo, serta bagaimana upaya kolosal ini dijalankan untuk mencapai Solo bebas AIDS pada tahun 2030. Mari kita selami bersama!
Memahami Konsep “Three Zero AIDS”
Visi “Three Zero AIDS” adalah pilar utama dalam penanggulangan HIV/AIDS secara global, termasuk di Indonesia. Konsep ini memiliki tiga target utama yang ingin dicapai pada tahun 2030:
- Zero Infeksi Baru HIV: Artinya, tidak ada lagi kasus penularan HIV baru yang terjadi. Ini fokus pada pencegahan dan deteksi dini.
- Zero Kematian Terkait AIDS: Berupaya agar tidak ada lagi orang yang meninggal dunia akibat komplikasi AIDS. Ini menekankan pentingnya akses terhadap pengobatan dan perawatan yang memadai, seperti terapi antiretroviral (ARV).
- Zero Stigma dan Diskriminasi: Menghapus pandangan negatif dan perlakuan tidak adil terhadap Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). Pilar ini krusial karena stigma seringkali menjadi penghalang bagi ODHA untuk mencari pertolongan dan hidup normal.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, yang juga Ketua KPA Jawa Tengah, menegaskan pentingnya integrasi sistem dan dukungan masyarakat untuk mencapai tiga zero ini di tingkat provinsi, yang tentu saja sejalan dengan visi Kota Surakarta menuju Three Zero HIV Stop.
Tantangan Nyata: Angka Kasus HIV/AIDS di Solo
Upaya mencapai Three Zero HIV Stop di Surakarta bukannya tanpa hambatan. Data menunjukkan bahwa kasus HIV Solo masih menjadi perhatian serius. Sekretaris KPA Kota Surakarta, Drs. Widdi Srihanto, MM, mengungkapkan bahwa saat ini tercatat 1.474 kasus HIV/AIDS di Solo. Angka ini mengalami kenaikan dari sebelumnya, dan yang lebih mengkhawatirkan, banyak ditemukan pada usia remaja, yaitu 15-19 tahun dan 20-24 tahun.
- Data Kasus HIV/AIDS di Solo (Sumber: KPA Kota Surakarta)
- Total Kasus (hingga saat ini): 1.474 kasus
- Kasus Baru (Januari – Oktober 2024): 399 kasus
- Usia Dominan: 15-19 tahun dan 20-24 tahun (remaja)
Meskipun kenaikan angka kasus ini terdengar mengkhawatirkan, Widdi Srihanto justru bersyukur. Mengapa? Karena HIV/AIDS seringkali diibaratkan seperti fenomena gunung es; kasus yang tercatat hanyalah sebagian kecil dari total kasus yang sebenarnya. Dengan terdeteksinya lebih banyak kasus, berarti lebih banyak orang yang bisa mendapatkan penanganan dan pengobatan.
Strategi Komprehensif Kota Surakarta: Dari Edukasi Hingga Pemberdayaan
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kota Surakarta telah merancang berbagai strategi komprehensif, mulai dari hulu hingga hilir, dengan fokus pada pencegahan HIV/AIDS, penanganan ODHA Solo, dan pengikisan stigma.
1. Edukasi Masif di Sekolah dan Masyarakat
Salah satu langkah utama KPA Kota Surakarta adalah gencar melakukan edukasi HIV/AIDS sejak dini.
- Sasaran Utama: Siswa SMP dan SMA/sederajat. KPA berkoordinasi dengan Bakorwil dan Dinas Pendidikan untuk masuk ke sekolah-sekolah, terutama saat penerimaan siswa baru.
- Peningkatan Jangkauan:
- Tahun 2023: 10 sekolah
- Tahun 2024: 20 sekolah
- Tahun ini: 30 sekolah dengan 9.000 siswa
- Jangkauan Komunitas: Selain sekolah, KPA juga terbuka untuk memberikan edukasi ke berbagai kelompok masyarakat seperti RT/RW, posyandu, dan karang taruna. Targetnya, 70 orang dari semua elemen masyarakat di setiap kelurahan mendapatkan edukasi setiap bulannya. Harapannya, mereka bisa menularkan pengetahuan ini ke lingkungan terdekat.
2. Penanganan Humanis dan Integrasi Layanan
KPA Kota Surakarta sangat berkomitmen untuk memastikan penanganan ODHA Solo dilakukan secara humanis, agar mereka tidak merasa termarginalkan.
- Pendampingan: Melalui Warga Peduli AIDS (WPA), pendampingan diberikan untuk mengetahui kondisi penderita dan memastikan mereka mendapatkan penanganan sesuai kebutuhan, termasuk koordinasi dengan RT/RW dan PKK kelurahan.
- Pemberdayaan Ekonomi: ODHA diberdayakan agar bisa hidup normal di tengah masyarakat. Bantuan berupa alat usaha diberikan (bukan uang tunai) bekerja sama dengan Kementerian Sosial dan BAZNAS, contohnya gerobak untuk jualan.
- Akses Pengobatan: Terapi ARV adalah kunci untuk menekan virus HIV, membuat ODHA bisa hidup produktif dan mengurangi risiko penularan. Namun, akses terhadap tes dan pengobatan masih menjadi tantangan. Relawan peduli AIDS di Solo menyoroti mahalnya biaya tes Viraload (Rp135.000 setiap enam bulan sekali) bagi yang tidak memiliki BPJS, serta sulitnya birokrasi rujukan yang mengharuskan ODHA membuka status HIV mereka berulang kali. Ini menjadi fokus advokasi agar Pemkot Solo dapat memangkas birokrasi dan memastikan akses gratis untuk tes penting seperti Viraload, SGOT/SGPT, dan CD4.
- Bantuan Nutrisi: Kebutuhan nutrisi yang memadai sangat penting bagi ODHA dan ADHA (Anak Dengan HIV/AIDS). Komunitas mendesak pemerintah untuk memastikan bantuan nutrisi terus diberikan.
3. Mengikis Stigma dan Diskriminasi
Salah satu pilar terberat dari Three Zero AIDS adalah menghilangkan stigma dan diskriminasi.
“Kami berusaha, yang namanya stigma dari masyarakat HIV AIDS menular, menjijikkan, itu berusaha kami kikis. Saat ini kami sedang berusaha,” ujar Widdi Srihanto dari KPA Kota Surakarta.
Masyarakat kerap menjauhi ODHA karena kesalahpahaman tentang penularan. Padahal, HIV tidak menular melalui kontak fisik biasa seperti bersalaman atau berpelukan. Penularan HIV/AIDS umumnya melalui jarum suntik, hubungan seksual yang tidak aman, dan dari ibu ke anak. Isu penolakan anak ODHA dari sekolah juga masih menjadi keprihatinan, sehingga KPA mendukung lembaga seperti Yayasan Lentera yang menampung anak-anak ini agar tetap bisa mendapatkan pendidikan. Peran Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) seperti Yayasan Mitra Alam, OPSI, Spek-HAM, dan lainnya sangat krusial dalam menjangkau kelompok rentan yang sulit diakses tenaga kesehatan formal, serta dalam mengadvokasi hak-hak ODHA.
Peran Komunitas dan Masyarakat: Kunci Keberhasilan
Mewujudkan Kota Surakarta menuju Three Zero HIV Stop adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Peran aktif masyarakat, sukarelawan, dan berbagai organisasi sangat vital.
- Kolaborasi Lintas Sektor: Koordinasi antara KPA, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta berbagai LSM dan komunitas menjadi tulang punggung keberhasilan program ini.
- Dukungan Sosial: Masyarakat diimbau untuk tidak mendiskriminasi ODHA. Dukungan dan penerimaan dari lingkungan akan mendorong ODHA untuk lebih terbuka, yang pada akhirnya memudahkan pemerintah dalam melakukan penanganan.
- Agen Perubahan: Setiap individu yang telah mendapatkan edukasi diharapkan menjadi agen penular pengetahuan di lingkungannya masing-masing, dimulai dari keluarga.
Menuju Solo Bebas AIDS 2030
Perjalanan Kota Surakarta menuju Three Zero HIV Stop adalah maraton, bukan sprint. Dengan berbagai langkah masif yang sudah dan akan terus dilakukan, seperti edukasi dini, penanganan humanis, pemberdayaan ODHA, dan upaya keras mengikis stigma, visi Three Zero HIV STOP AIDS 2030 bukan lagi sekadar impian, melainkan sebuah target yang realistis.
Mari bersama-sama mendukung upaya mulia ini. Pahami faktanya, sebarkan informasi yang benar, dan berikan dukungan kepada sesama. Karena dengan kolaborasi dan solidaritas, kita bisa mewujudkan Solo bebas AIDS dan memastikan setiap warga memiliki hak yang setara untuk hidup sehat dan sejahtera.
FAQ
Tanya: Apa itu visi “Three Zero HIV Stop” yang ingin dicapai Kota Surakarta?
Jawab: Visi “Three Zero HIV Stop” adalah mengakhiri epidemi HIV/AIDS pada tahun 2030 dengan target zero infeksi baru HIV, zero kematian terkait AIDS, dan zero diskriminasi.
Tanya: Mengapa Kota Surakarta berupaya mencapai “Three Zero HIV Stop”?
Jawab: Kota Surakarta berupaya mencapai visi ini karena adanya peningkatan kasus HIV/AIDS, termasuk di kalangan remaja, dan sebagai bagian dari komitmen global untuk mengakhiri epidemi.
Tanya: Apa saja langkah strategis yang dilakukan Kota Surakarta untuk mencapai “Three Zero HIV Stop”?
Jawab: Langkah strategis dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui KPA dan elemen masyarakat, yang mencakup pencegahan, deteksi dini, serta akses pengobatan dan perawatan yang memadai.