Setelah Badai Berlalu: Inilah Cara Dilakukan Fakultas Kedokteran Unair Menghapus Kontroversi Jabatan Dekan

Dipublikasikan 23 Juli 2025 oleh admin
Sosial Politik

Yogyakarta, zekriansyah.com – Dunia pendidikan dan kesehatan Indonesia sempat dihebohkan oleh kabar mengejutkan: Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair), Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG.(K), diberhentikan dari jabatannya. Keputusan ini sontak memicu polemik dan gelombang solidaritas dokter di seluruh negeri. Namun, seperti badai yang pasti berlalu, ketegangan ini akhirnya menemukan titik terang.

Setelah Badai Berlalu: Inilah Cara Dilakukan Fakultas Kedokteran Unair Menghapus Kontroversi Jabatan Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga berupaya meredam kontroversi jabatan dekan setelah pemberhentian Prof. Dr. dr. Budi Santoso, Sp.OG.(K).

Artikel ini akan mengupas tuntas inilah cara dilakukan Fakultas Kedokteran Unair menghapus ketegangan dan mengembalikan suasana kondusif di tengah badai opini publik. Mari kita selami kronologi peristiwa yang menarik perhatian banyak pihak ini.

Awal Mula Badai di Kampus Merah Putih: Sikap Tegas Prof. Budi Santoso

Kisah ini bermula ketika Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menggulirkan wacana untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia. Prof. Budi Santoso, yang akrab disapa Prof. Bus, dikenal sebagai sosok yang vokal menolak program ini. Ia meyakini bahwa 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia sudah sangat mampu mencetak dokter-dokter berkualitas, bahkan tak kalah dari dokter luar negeri. “Saya pikir semua dokter di Indonesia tidak rela kalau dokter asing bekerja di sini, karena kita mampu untuk memenuhi dan kita mampu menjadi dokter tuan rumah sendiri,” tegasnya kala itu.

Namun, perbedaan pandangan ini rupanya menimbulkan friksi. Prof. Budi Santoso mengungkapkan adanya “perbedaan pendapat” antara dirinya dengan pimpinan Universitas Airlangga. Pada Rabu, 3 Juli 2024, kabar mengejutkan itu pun beredar di grup WhatsApp dosen FK Unair: Prof. Budi diberhentikan dari jabatannya. Pesan pamitan yang tulus dari beliau langsung menyebar luas dan memicu reaksi berantai.

Gelombang Solidaritas dan Polemik yang Membesar

Pemberhentian Prof. Budi Santoso segera menjadi sorotan nasional. Berbagai pihak menyuarakan keprihatinan dan dukungan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bahkan mengimbau para dokter untuk mengenakan pita hitam selama tujuh hari sebagai simbol duka cita atas “dibungkamnya kebebasan berpendapat”. Puluhan karangan bunga bertuliskan “Save Prof BUS” membanjiri halaman FK Unair, menunjukkan betapa besar gelombang solidaritas dokter yang muncul.

Di sisi lain, Kemenkes buru-buru membantah keterlibatannya dalam keputusan pemberhentian ini, menegaskan bahwa itu adalah murni urusan internal Unair. Pihak Universitas Airlangga sendiri melalui Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik (PKIP) Unair, Martha Kurnia Kusumawardani, menjelaskan bahwa keputusan tersebut merupakan “kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan khususnya di lingkungan FK Unair.”

Titik Balik dan Resolusi: Jabatan Kembali, Kontroversi Teratasi

Namun, drama ini tidak berakhir di sana. Hanya berselang beberapa hari, pada Selasa, 9 Juli 2024, Rektor Universitas Airlangga, Prof. Nasih, membuat keputusan mengejutkan lainnya: mengembalikan jabatan Prof. Budi Santoso sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Unair. Ini adalah sebuah pengembalian jabatan yang disambut lega oleh banyak pihak.

Prof. Nasih menjelaskan bahwa beliau memahami pernyataan Prof. Budi sebagai seorang pribadi dokter, namun juga menekankan status Prof. Budi sebagai pejabat kampus dan abdi negara. Prof. Budi Santoso sendiri menyampaikan permohonan maafnya karena telah memberikan pernyataan atas nama institusi. “Semua sudah berakhir, saya secara pribadi menghaturkan permohonan maaf kepada rektor, mungkin saya bermaksud mewakili diri pribadi, tapi mungkin terlalu kelewatan, sehingga pernyataan saya itu menggunakan nama institusi,” ujarnya.

Momen rekonsiliasi ini menjadi inilah cara dilakukan Fakultas Kedokteran Unair menghapus polemik yang sempat memanas. Sebuah akhir yang baik dari drama yang menguji kebebasan berpendapat dan tata kelola institusi.

Memetik Pelajaran: Masa Depan Pendidikan Kedokteran dan Kolaborasi

Kasus Prof. Budi Santoso dan Fakultas Kedokteran Unair ini memberikan pelajaran berharga. Ini bukan hanya tentang satu individu atau satu jabatan, melainkan tentang pentingnya dialog terbuka dan pemahaman bersama antara pemerintah (melalui Kemenkes) dengan organisasi profesi (IDI) serta institusi pendidikan kedokteran.

Meski UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 sudah membuka ruang bagi dokter asing, aturan turunannya masih perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati. Kualitas dan kuantitas dokter di Indonesia, serta distribusi yang merata, harus tetap menjadi prioritas. FK Unair sebagai salah satu fakultas kedokteran terbaik di Indonesia, terus membuktikan kemampuannya mencetak lulusan berdaya saing global.

Kesimpulan

Dari kasus ini, kita bisa melihat inilah cara dilakukan Fakultas Kedokteran Unair menghapus sebuah polemik besar dengan kebijaksanaan dan semangat kekeluargaan. Dari perbedaan pendapat yang sempat memicu badai, akhirnya muncul pemahaman dan rekonsiliasi. Kisah ini menegaskan bahwa dalam setiap tantangan, komunikasi yang baik dan keinginan untuk berbenah adalah kunci menuju solusi. Semoga dunia kedokteran Indonesia terus maju, dengan semangat kolaborasi dan dukungan penuh bagi para pahlawan kesehatan di negeri sendiri.