Mengurai Benang Kusut: Menuju **Bandung Bebas Macet Proyek Galian Kabel** dan Kota yang Lebih Nyaman

Dipublikasikan 23 Juni 2025 oleh admin
Tak Berkategori

Kota Bandung, dengan segala pesonanya sebagai kota kembang, seringkali dihadapkan pada tantangan pelik: kemacetan lalu lintas. Namun, belakangan ini, kemacetan tersebut diperparah oleh fenomena yang kerap menjadi “duri dalam daging” bagi warganya: proyek galian kabel. Proyek ambisius yang bertujuan merapikan wajah kota dari semrawutnya kabel udara ini, alih-alih membawa keindahan, justru menorehkan luka berupa jalanan yang berlubang, kemacetan parah, dan bahkan kecelakaan yang memakan korban. Isu bebas macet proyek galian kabel Kota Bandung kini menjadi sorotan utama, memicu pertanyaan besar tentang efektivitas pembangunan infrastruktur pasif telekomunikasi (IPT) ini.

Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk proyek galian kabel di Bandung, dari visi mulianya hingga dampak negatif yang ditimbulkan, serta langkah-langkah yang diambil pemerintah dan harapan masyarakat untuk sebuah Bandung yang lebih tertata, aman, dan tentunya, bebas macet proyek galian kabel.

Latar Belakang Proyek: Ambisi Estetika vs. Realita Lapangan

Visi menciptakan “Bandung Bebas Kabel Udara” adalah sebuah langkah progresif menuju kota yang lebih modern dan estetik. Namun, pelaksanaannya di lapangan menghadapi berbagai kendala yang berujung pada keluhan masif dari masyarakat.

Visi “Bandung Bebas Kabel Udara”

Proyek Infrastruktur Pasif Telekomunikasi (IPT) ini merupakan inisiatif Pemerintah Kota Bandung yang menggandeng PT Bandung Infra Investama (BII) dan PT Jaringan Pintar Bersama (JPB) sebagai pelaksana. Tujuannya sangat mulia: memindahkan seluruh jaringan kabel telekomunikasi dan serat optik dari udara ke bawah tanah. Ini adalah bagian dari upaya penataan kota untuk mengatasi kesemrawutan kabel yang selama ini menghiasi langit Bandung, demi menciptakan pemandangan kota yang lebih rapi dan aman.

Pemerintah Kota Bandung telah mengalokasikan anggaran fantastis, sekitar 300 miliar rupiah, untuk mewujudkan visi ini hingga tahun 2027. Targetnya mencakup 148 ruas jalan protokol di Bandung dengan total panjang 204 kilometer. Konsep ini melibatkan pembuatan manhole (lubang utama tempat kabel optik diturunkan) dan handhole (titik penyambungan kabel antar manhole), yang dirancang untuk konektivitas bawah tanah yang optimal.

Progres dan Target Awal yang Melenceng

Proyek ini telah dimulai sejak Juni 2024 dan pengerjaannya semakin gencar pada Agustus 2024. Tahap pertama pengerjaan ditargetkan rampung pada Desember 2024, mencakup 29 ruas jalan. Namun, realita di lapangan jauh dari harapan. Hingga pertengahan Desember 2024, proyek tersebut baru berjalan sepanjang 16,3 kilometer, dengan 8,2 kilometer lainnya masih dalam tahap persiapan. Keterlambatan ini, ditambah dengan metode kerja yang kurang ideal, menjadi pemicu utama berbagai masalah yang muncul kemudian.

Duri dalam Daging: Keluhan dan Dampak Negatif Proyek Galian

Seiring berjalannya proyek, keluhan dari warga Bandung terus mengalir deras. Proyek galian kabel ini tidak hanya menambah beban kemacetan, tetapi juga menimbulkan risiko kecelakaan serius bagi pengguna jalan.

Kemacetan Lalu Lintas yang Mencekik

Salah satu dampak paling nyata dari proyek galian kabel adalah kemacetan lalu lintas yang semakin parah. Galian yang tersebar di banyak ruas jalan utama, seperti Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Veteran, Jalan Pertigaan Sunda, hingga kawasan Braga, menyempitkan akses jalan dan menghambat mobilitas kendaraan. Warga mengeluhkan lambannya pengerjaan dan bahkan ketiadaan pekerja di lokasi galian, membuat lubang-lubang dibiarkan terbuka atau hanya ditutup seadanya.

Kondisi ini bahkan memaksa Pemerintah Kota Bandung untuk menghentikan sementara program Braga Beken (Braga Bebas Kendaraan) yang sedianya berlangsung setiap akhir pekan. Penjabat Wali Kota Bandung, A Koswara, mengakui bahwa kemacetan tinggi akibat galian proyek di kawasan Braga mengganggu pergerakan masyarakat. Ini menjadi indikasi betapa seriusnya dampak proyek terhadap kelancaran lalu lintas di kota.

Bahaya dan Kecelakaan yang Mengintai

Lebih dari sekadar kemacetan, proyek galian kabel ini telah menjadi “ranjau darat” yang memakan korban. Beberapa insiden kecelakaan telah dilaporkan, menunjukkan minimnya perhatian terhadap aspek keselamatan.

  • Di Jalan Tamansari, seorang pengendara sepeda motor terjatuh setelah menabrak beton penutup lubang galian kabel pada 12 Desember 2024. Insiden serupa juga menimpa pejalan kaki bernama Ade Supriatna (40) yang terperosok ke lubang galian pada awal Desember 2024, menyebabkan luka-luka di sekujur tubuhnya. Kecelakaan ini disebut-sebut terjadi karena kondisi gelap, minimnya penerangan jalan umum (PJU), dan tidak adanya tanda peringatan yang memadai.
  • Di Jalan Merdeka, yang merupakan akses utama ke Balai Kota Bandung, tercatat ada 66 bekas galian kabel, dengan 34 di antaranya ditambal semen yang hancur. Ahmad (27 tahun), seorang pengemudi ojek online, nyaris celaka dan bahkan home steer motornya pernah rusak akibat menggilas tambalan. Saksi mata di lokasi menyebutkan sudah ada sekitar 5 pengendara motor yang celaka karena tambalan yang besar dan tidak rata. Kondisi jalan yang licin akibat pasir dari tambalan rusak semakin memperburuk risiko, terutama saat hujan atau malam hari.
  • Kualitas Penambalan yang Buruk: Banyak tambalan bekas galian yang dibiarkan tidak rapi, bahkan cenderung membahayakan. Ada yang menyembul seperti polisi tidur dadakan, ada pula yang amblas cukup dalam. Material penutup seringkali hanya berupa semen, tanah, atau karung, bukan aspal yang rata dan permanen, sehingga mudah rusak dan kembali berlubang. Ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat bahwa kondisi jalan akan dibiarkan rusak begitu saja, membahayakan pengguna jalan. Kekhawatiran ini nyata, bahkan ada warga seperti Nuni Julianti (31 tahun) yang sampai menjual motornya karena takut berkendara di jalanan Bandung yang penuh jebakan.

Minimnya Sosialisasi dan Pengawasan

Keluhan warga juga menyoroti kurangnya sosialisasi proyek ini kepada masyarakat. Nabil (23 tahun), mahasiswa Unisba, menyayangkan tidak meratanya informasi dan kurang besarnya papan nama atau spanduk peringatan. Hal ini membuat pengguna jalan tidak siap menghadapi perubahan kondisi jalan.

Selain itu, pengawasan di lapangan juga dinilai lemah. Anggota Komisi 3 DPRD Kota Bandung, H. Andri Rusmana, mengungkapkan bahwa pihaknya telah meminta PT BII untuk mengevaluasi proyek secara menyeluruh, mulai dari sosialisasi, standar operasional pekerjaan (SOP), hingga pengawasan di lapangan. Ia juga menekankan bahwa waktu pengerjaan seharusnya lebih diutamakan pada malam hari untuk mengurangi kemacetan. Kualitas perbaikan jalan pasca-galian juga dipertanyakan karena banyaknya jalan yang tidak rata dan membahayakan, padahal DPRD sudah mewanti-wanti agar melibatkan ahli di bidang pembangunan jalan.

Respons dan Upaya Penanganan dari Berbagai Pihak

Melihat rentetan keluhan dan insiden yang terjadi, berbagai pihak, mulai dari Pemerintah Kota Bandung, kepolisian, hingga DPRD, mulai bergerak untuk mencari solusi dan meminimalisir dampak negatif proyek ini.

Penghentian Sementara Proyek Jelang Nataru

Salah satu langkah signifikan yang diambil adalah penghentian sementara proyek galian kabel. Penjabat Wali Kota Bandung A Koswara secara resmi memerintahkan PT BII untuk menghentikan sementara proyek ini mulai tanggal 15 Desember 2024 hingga akhir tahun, bahkan mungkin hingga awal 2025. Keputusan ini diambil untuk mengurangi dampak kemacetan dan meningkatkan keamanan masyarakat selama liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), di mana lalu lintas di Kota Bandung diprediksi akan sangat padat.

Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Sartono, melalui Kasat Lantas AKBP Eko Iskandar, juga secara tegas meminta penghentian proyek dan penuntasan lubang-lubang galian yang sudah ada. Ia menginstruksikan agar semua lubang dirapikan dan pekerjaan baru dapat dilanjutkan setelah libur Nataru berakhir. Ini menunjukkan sinergi antara pemerintah kota dan aparat keamanan dalam merespons keluhan publik.

Janji Perbaikan dan Tanggung Jawab Kontraktor

Direktur Utama PT Bandung Infra Investama (BII), Asep Wawan Dharmawan, telah menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan proyek ini. Ia mengakui adanya konsekuensi hambatan lalu lintas dan berjanji akan memberikan perhatian pada keselamatan pengguna jalan. PT BII juga menyatakan kesiapannya untuk mengganti kerugian korban yang terdampak proyek.

Namun, laporan dari masyarakat menunjukkan bahwa banyak korban yang menghubungi PT BII justru tidak mendapat respons. Menanggapi hal ini, DPRD Kota Bandung menekankan pentingnya respons cepat dari PT BII. Anggota Komisi 3 DPRD, Andri Rusmana, bahkan menyatakan kesiapan DPRD untuk membantu advokasi warga yang kesulitan berkomunikasi dengan PT BII. Ini menjadi bukti bahwa pengawasan dan akuntabilitas dari pihak pelaksana proyek masih perlu ditingkatkan.

Pj Wali Kota Koswara juga telah memberikan saran kepada PT BII untuk memperbaiki metode kerja, seperti meminimalkan waktu galian terbuka, menggunakan bahan aditif untuk pengerasan beton yang lebih cepat, dan memasang rambu lalu lintas yang memadai. Ia menegaskan pentingnya pemberitahuan yang jelas bagi pengguna jalan, termasuk informasi pengalihan arus lalu lintas.

Menuju Solusi Permanen: Harapan dan Tantangan ke Depan

Penghentian sementara proyek adalah langkah awal yang baik, namun tantangan sesungguhnya adalah bagaimana memastikan proyek ini dapat dilanjutkan tanpa lagi menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan mewujudkan tujuan awalnya: Bandung yang lebih indah dan tertata, serta bebas macet proyek galian kabel.

Pentingnya Kualitas Perbaikan Jalan

Salah satu aspek krusial yang harus menjadi prioritas adalah kualitas perbaikan jalan pasca-galian. Seperti yang diungkapkan Tiolina (57 tahun), seorang PKL di Jalan Merdeka, jaminan kenyamanan dan keselamatan pengendara sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Kontraktor harus memastikan kualitas perbaikan jalan sesuai standar keamanan.

Mengacu pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, masyarakat memiliki hak atas jalan yang aman. Terjadinya kecelakaan karena jalan rusak menunjukkan adanya pelanggaran oleh penyelenggara jalan, yaitu pemerintah. Warga yang menjadi korban bahkan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi atau pidana pada penyelenggara jalan yang lalai. Ini adalah landasan hukum yang kuat yang harus menjadi acuan bagi Pemkot Bandung dan PT BII.

Kolaborasi Multi-Pihak dan Transparansi

Ke depan, kolaborasi yang lebih erat antara Pemerintah Kota Bandung, PT BII, DPRD, dan masyarakat sangatlah penting.

  • Pemerintah dan Kontraktor harus memastikan komunikasi yang transparan mengenai jadwal proyek, lokasi galian, dan langkah-langkah mitigasi dampak.
  • Pengawasan harus diperketat, bukan hanya saat ada keluhan, tetapi secara rutin dan proaktif, memastikan SOP keselamatan dan kualitas pengerjaan dipatuhi.
  • Masyarakat juga perlu terus aktif memberikan masukan dan melaporkan setiap pelanggaran atau dampak negatif yang terjadi.

Refleksi untuk “Smart City”

Ironisnya, Bandung yang kerap mendaku diri sebagai Smart City justru menghadapi masalah fundamental terkait infrastruktur dasarnya. Proyek “Bandung Bebas Kabel Udara” seolah menjadi ujian berat bagi predikat tersebut. Sebuah kota yang cerdas tidak hanya memiliki teknologi canggih, tetapi juga menjamin kenyamanan, keamanan, dan kualitas hidup warganya.

Mimpi Bandung bebas macet proyek galian kabel dan kota yang estetik adalah harapan bersama. Pengerjaan proyek penataan kota memang penting, namun harus dicatat, implementasinya mesti benar-benar ideal agar tidak justru merugikan warganya. Pemerintah dan pihak terkait harus belajar dari pengalaman buruk ini, menempatkan keselamatan dan kenyamanan masyarakat sebagai prioritas utama di atas segalanya.

Kesimpulan

Proyek galian kabel di Kota Bandung adalah sebuah inisiatif dengan tujuan mulia untuk meningkatkan estetika dan kerapian kota. Namun, dalam perjalanannya, proyek ini justru menimbulkan serangkaian masalah serius, mulai dari kemacetan parah hingga insiden kecelakaan yang membahayakan nyawa. Keluhan warga yang masif dan respons dari berbagai pihak, termasuk penghentian sementara proyek jelang Nataru, menunjukkan urgensi penanganan masalah ini.

Mewujudkan Bandung bebas macet proyek galian kabel bukan sekadar tentang mengakhiri pengerjaan, melainkan tentang memastikan bahwa setiap lubang tertutup rapi, setiap jalan kembali mulus, dan setiap proses pembangunan dilakukan dengan standar keselamatan tertinggi. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa visi Bandung sebagai kota yang rapi, aman, dan nyaman benar-benar terwujud, tanpa lagi mengorbankan mobilitas dan keselamatan warganya. Mari kita berharap dan terus mengawal agar Bandung dapat segera terbebas dari “ranjau darat” pembangunan, menuju kota yang benar-benar cerdas dan merdeka dari belitan masalah infrastruktur.